Mohon tunggu...
Diah Marliati A Soeradiredja
Diah Marliati A Soeradiredja Mohon Tunggu... -

Bermula dari dirangkai. Titik demi titik dirangkai menjadi garis. Garis demi garis dirangkai menjadi huruf. Huruf demi huruf dirangkai menjadi kata. Kata demi kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat demi kalimat dirangkai menjadi alinea.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Pemilu Masih Dipandang Sebelah Mata

29 Oktober 2011   03:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:20 1798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_144879" align="alignnone" width="640" caption="Sumber: www.iddaily.net"][/caption]

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Ini berarti bahwa rakyat memegang kekuasaan tertinggi dalam menjalankan pemerintahan. Rakyat menentukan cara dan corak pemerintahan serta menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan dicapai. Di Indonesia, kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui perwakilan karena jumlah penduduknya sangat banyak dan wilayahnya sangat luas.  Dalam negara demokrasi, pemilihan umum (pemilu) merupakan lembaga penyalur aspirasi rakyat dalam memilih orang-orang yang duduk di kursi legislatif dan eksekutif. Orang-orang yang duduk di dewan pemerintahan inilah perumus dan penyusun kebijakan strategis pemerintah pusat dan daerah atas nama rakyat.

Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu merupakan hak asasi yang harus dijunjung tinggi. Setiap warga negara berhak terlibat dalam mengambil kebijakan politik dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut. Ketentuan tentang partisipasi secara aktif dalam kehidupan berpolitik terkandung dalam pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, pasal 28D ayat (3), pasal 28H ayat 2 dan pasal 28I ayat (2) UUD 1945 setelah amandemen dan pasal 43 ayat (1) dan (2) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Inti pasal-pasal tersebut antara lain setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, baik kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan berupa dipilih dan memilih dalam pemilu maupun aksesibilitas untuk mendapatkan kesempatan tersebut tanpa diskriminasi. Landasan hukum tersebut berlaku pula bagi penyandang disabilitas dan diperkuat dengan UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat.

Dalam pemilu, agar ketersediaan sarana dan prasarana yang mudah diakses bagi pemilih penyandang disabilitas dan prinsip luber dan jurdil tercapai, pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) merumuskan beberapa peraturan terkait. Peraturan-peraturan yang diatur dalam Undang-undang meliputi:

1.    Selain Perlengkapan pemungutan suara, KPU juga mendistribusikan alat bantu tuna netra demi menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara (pasal 142 ayat (2) jo penjelasan 142 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan pasal 105 ayat (2) jo penjelasan pasal 105 ayat (2) UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres).

2.    Saat memberikan suaranya, pemilih penyandang disabilitas dapat dibantu oleh orang lain yang dipilihnya dan orang tersebut wajib merahasiakan pilihannya. (pasal 156 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan pasal 119 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres).

3.    Dalam pemilu legislatif, asas kerahasiaan tersebut juga berlaku bagi pemilih penyandang disabilitas yang bermukim di luar negeri (pasal 164 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD).

4.    Dalam pemilu presiden dan wapres, bagi pemilih penyandang disabilitas yang bermukim di luar negeri dan tidak dapat memberikan suaranya di TPSLN, dapat memberikan suaranya melalui pos yang disampaikan kepada PPLN di perwakilan RI setempat (pasal 120 ayat (2) UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres).

5.    Sanksi diberikan kepada orang yang membantu pemilih penyandang disabilitas yang dengan sengaja memberitahukan pilihannya kepada orang lain, yaitu pidana penjara minimal tiga bulan dan maksimal satu tahun dan denda minimal tiga juta rupiah dan maksimal dua belas juta rupiah (pasal 295 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan pasal 241 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres).

Untuk menjamin pasal-pasal dilaksanakan secara konsekuen, KPU merumuskan peraturan-peraturan yang mengatur lebih khusus partisipasi berpolitik penyandang disabilitas dalam pemilu. Pasal 8 ayat (3) Peraturan KPU No. 3 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPR Provinsi dan Kabupaten/Kota dan pasal 9 ayat (2) Peraturan KPU No. 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menegaskan kembali demi  menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara KPU Kabupaten/Kota menyerahkan alat bantu tuna netra kepada KPPS. Selain itu, secara garis besar, Peraturan-peraturan yang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum terkait disabilitas meliputi:

1.      Surat pemberitahuan untuk memberikan suara di TPS harus menyebutkan adanya kemudahan bagi pemilih penyandang disabilitas dalam memberikan suara (pasal 15 ayat (2) Peraturan KPU No. 3 Tahun 2009).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun