Mohon tunggu...
Dhya Fadhillah Aprilia
Dhya Fadhillah Aprilia Mohon Tunggu... UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menjaga Citra, Mengorbankan Kebenaran: Ironi Dunia Korporasi Indonesia

17 Juli 2025   22:20 Diperbarui: 17 Juli 2025   22:20 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tindakan kecurangan merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan bertentangan dengan etika, dimana seseorang atau sekelompok individu sengaja melakukan manipulasi untuk memperoleh keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Dalam konteks bisnis, tindakan ini sering kali diwujudkan dalam bentuk penyimpangan terhadap prosedur keuangan, seperti manipulasi laporan keuangan. Padahal, laporan keuangan memiliki peran yang sangat vital bagi suatu perusahaan karena mencerminkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Apabila terjadi kesalahan atau ketidaksesuaian dalam pelaporan keuangan, maka hal tersebut dapat berdampak besar terhadap operasional perusahaan, pengambilan keputusan manajerial, serta kepercayaan pihak eksternal, seperti investor dan kreditor.

Laporan keuangan tidak hanya berfungsi sebagai dokumentasi internal, melainkan juga sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan strategis perusahaan di masa depan. Oleh sebab itu, akurasi dan kejujuran dalam penyusunan laporan tersebut merupakan hal yang mutlak. Sayangnya, fenomena fraud atau kecurangan masih marak terjadi, baik di dalam negeri maupun di kancah internasional. Di Indonesia, kasus-kasus fraud sering kali ditemukan dalam perusahaan-perusahaan besar, termasuk perusahaan publik yang seharusnya tunduk pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Salah satu bentuk fraud yang paling umum adalah manipulasi data dalam laporan keuangan, yang dilakukan dengan tujuan menutupi kerugian, meningkatkan nilai saham, atau menciptakan citra keuangan perusahaan yang tidak sesuai dengan realitas. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanggulangan fraud menjadi tantangan serius yang harus dihadapi secara sistematis oleh setiap entitas bisnis.

Fraud atau kecurangan dalam dunia bisnis umumnya dilakukan dengan tujuan untuk menutupi kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya sedang tidak sehat, atau untuk memanipulasi laporan agar terlihat seolah-olah perusahaan memperoleh keuntungan yang lebih besar dari kenyataannya. Tindakan seperti ini sering kali dilakukan untuk menjaga citra perusahaan di mata publik, menarik investor, atau mempertahankan posisi para pimpinan perusahaan. Namun, meskipun terlihat menguntungkan dalam jangka pendek, praktik fraud justru dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat fatal dalam jangka panjang. Dampak negatifnya tidak hanya dirasakan oleh perusahaan secara kelembagaan, seperti kehilangan kepercayaan dari pemangku kepentingan, turunnya nilai saham, dan sanksi hukum, tetapi juga menyeret pimpinan perusahaan secara personal dalam kasus pidana. Oleh karena itu, tindakan fraud harus dihindari dengan cara memperkuat sistem pengendalian internal, meningkatkan transparansi, serta menanamkan nilai-nilai integritas di lingkungan perusahaan.

Menurut data survei yang telah dilakukan oleh ACFE di tahun 2019 terdapat fraud laporan keuangan sebesar 6.7% yang dipilih oleh 16 responden dari total responden 239. Dalam laporan ACFE ini juga disebutkan bahwa sebagian besar responden menilai bahwa pelaku fraud ini tidak pernah dihukum (Association of Certified Fraud Examiners Indonesia, 2020). Ini menunjukkan masih lemahnya regulasi yang berada di Indonesia. Hukum yang tidak berjalan dengan adil menjadikan para pelaku dapat bebas melakukan kecurangan. Nyatanya banyak orang yang dengan mudah bebas dengan hukuman yang ringan setelah ia melakukan suatu kecurangan pada laporan keuangan.

Selain data yang diungkap oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), Indonesia juga pernah mengalami beberapa kasus manipulasi laporan keuangan yang mencoreng dunia bisnis dan akuntansi. Salah satu kasus besar terjadi pada tahun 2019 yang melibatkan PT Garuda Indonesia, di mana perusahaan diduga menyampaikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya (Abdillah et al., 2023). Kasus serupa kembali mencuat pada tahun 2021, kali ini melibatkan PT Envy Technologies Indonesia yang juga terbukti melakukan manipulasi terhadap data keuangan perusahaan (Panjaitan et al., 2025). Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa integritas dalam penyusunan laporan keuangan masih menjadi persoalan serius yang perlu mendapat perhatian khusus dari pimpinan perusahaan.

Para pemimpin perusahaan tidak boleh sepenuhnya menaruh kepercayaan pada individu atau bagian tertentu dalam pengelolaan keuangan tanpa adanya sistem kontrol yang memadai. Pengecekan atau audit internal harus dilakukan secara berkala dan sistematis terhadap seluruh laporan keuangan guna memastikan keakuratan dan mencegah potensi kecurangan. Di samping itu, perusahaan perlu menetapkan aturan yang tegas terhadap pelaku penyimpangan keuangan, termasuk sanksi administratif maupun hukum yang dapat memberikan efek jera. Hal ini penting agar individu yang berniat melakukan kecurangan berpikir berkali-kali sebelum bertindak.

Perlu ditekankan bahwa tindakan kecurangan tidak hanya dilakukan oleh individu dengan latar belakang rendah, namun juga bisa melibatkan orang-orang yang memiliki jabatan tinggi, usia matang, dan lulusan dari perguruan tinggi ternama. Oleh karena itu, integritas dan sistem pengawasan yang ketat harus diterapkan secara menyeluruh tanpa memandang status atau kedudukan seseorang di dalam perusahaan. Transparansi, akuntabilitas, dan budaya kejujuran harus dibangun dan dijaga sebagai bagian dari tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Kasus manipulasi laporan keuangan yang terjadi pada PT Envy Technologies Indonesia Tbk dan PT Garuda Indonesia Tbk merupakan contoh nyata dari praktik kecurangan akuntansi yang merusak integritas pasar modal dan kepercayaan investor. Kedua perusahaan ini melakukan penggelembungan pendapatan (overstatement revenue) dan pencatatan transaksi yang tidak sesuai dengan kenyataan untuk menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari kondisi sebenarnya. Kasus-kasus ini menjadi perhatian penting dalam bidang akuntansi forensik, yaitu disiplin yang menginvestigasi dan mengungkap kecurangan dalam laporan keuangan guna mendukung penegakan hukum dan transparansi bisnis.

Pada kasus PT Envy, setelah melantai di Bursa Efek Indonesia pada 2019, laporan keuangan perusahaan menunjukkan lonjakan pendapatan yang tidak wajar. Setelah dilakukan investigasi oleh OJK dan BEI, ditemukan adanya pencatatan transaksi fiktif dan penyembunyian kewajiban yang menyebabkan laporan keuangan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Akibatnya, perdagangan saham ENVY dihentikan sementara dan perusahaan mengalami penurunan kepercayaan pasar.

Sementara itu, pada kasus PT Garuda Indonesia, pada tahun 2018 perusahaan melaporkan laba bersih yang sebenarnya tidak didukung oleh realisasi pendapatan. Garuda mengakui pendapatan dari kerja sama dengan Mahata Aero Teknologi sebelum pembayaran diterima, sehingga laporan keuangan menjadi menyesatkan. Kasus ini terungkap setelah audit forensik dan mendapat sanksi dari regulator, termasuk pencopotan komisaris dan denda. Kedua kasus ini menunjukkan bagaimana manipulasi pendapatan dapat terjadi dengan modus yang mirip, yaitu pengakuan pendapatan yang tidak sesuai standar akuntansi.

Laporan keuangan yang tampak sempurna sering kali bisa menutupi masalah serius yang tersembunyi di balik angka-angka tersebut. Dalam kasus PT Envy dan Garuda, laporan yang menunjukkan kinerja positif ternyata menyembunyikan praktik manipulasi pendapatan dan pencatatan transaksi yang tidak sesuai kenyataan. Kondisi ini mengingatkan kita bahwa laporan keuangan harus selalu dianalisis dengan kritis dan diaudit secara menyeluruh agar tidak menjadi alat untuk menipu investor dan pemangku kepentingan lainnya. Kejujuran dan transparansi dalam pelaporan keuangan menjadi fondasi utama untuk membangun kepercayaan dan menjaga stabilitas pasar modal.

Untuk memahami permasalahan ini, penting mengetahui bahwa pengakuan pendapatan harus dilakukan sesuai dengan PSAK, di mana pendapatan hanya boleh dicatat ketika manfaat ekonomi sudah pasti diperoleh dan dapat diukur secara andal. Praktik mencatat pendapatan berlebihan atau transaksi fiktif, yaitu pencatatan transaksi yang sebenarnya tidak terjadi termasuk melanggar standar tersebut, tetapi juga merusak integritas laporan keuangan. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat, audit yang independen, dan budaya perusahaan yang menjunjung tinggi etika sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kecurangan. Dengan pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan kasus-kasus manipulasi laporan keuangan dapat diminimalisir di masa depan.

Manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia didasari oleh keinginan untuk memperbaiki citra perusahaan di mata publik. Upaya ini muncul sebagai respons terhadap memburuknya reputasi perusahaan akibat sejumlah kasus, salah satunya yang paling menonjol adalah skandal penyelundupan komponen Harley Davidson oleh jajaran direksi. Berbagai kasus tersebut berdampak signifikan terhadap peringkat PT Garuda di kancah internasional, di mana posisinya turun drastis menjadi peringkat ke-46 dari 100 maskapai terbaik dunia. Penurunan peringkat ini, yang diiringi oleh menurunnya kepercayaan publik, mendorong manajemen perusahaan untuk mengambil langkah manipulatif dalam pencatatan keuangan dengan harapan dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap kinerja perusahaan.

Kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia memiliki kemiripan dengan yang terjadi pada PT Envy Technologies. Kedua perusahaan tersebut melakukan tindakan kecurangan dalam pencatatan keuangan dengan tujuan utama untuk mempertahankan citra positif di hadapan investor dan para pemangku kepentingan. Selain motivasi tersebut, terdapat sejumlah faktor lain yang turut mendorong terjadinya manipulasi, antara lain lemahnya sistem pengawasan internal perusahaan, minimnya peran auditor dalam mendeteksi kecurangan sejak dini, serta kelemahan regulasi terkait penanggulangan fraud di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, Indonesia dinilai masih tertinggal dalam hal regulasi dan pengawasan terhadap praktik manipulasi keuangan, sehingga membuka celah bagi pelaku untuk melakukan kecurangan tanpa terdeteksi secara cepat.

Kedua kasus manipulasi laporan keuangan tersebut memberikan dampak yang signifikan terhadap keberlangsungan perusahaan di masa depan. Meskipun alasan utama di balik tindakan kecurangan ini adalah untuk memulihkan citra perusahaan dan menjaga kepercayaan para pemangku kepentingan, pada akhirnya kebenaran tetap akan terungkap, sebagaimana pepatah mengatakan, "Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga." Ketika kecurangan terbongkar, perusahaan harus menanggung konsekuensi yang berat, baik secara finansial maupun hukum. Selain itu, terdapat dampak lain yang tak kalah serius, seperti penurunan nilai saham, hilangnya kepercayaan investor, serta merosotnya kepercayaan publik terhadap integritas dan kredibilitas perusahaan.

Maraknya kasus kecurangan dalam laporan keuangan di Indonesia mencerminkan masih lemahnya sistem pencatatan keuangan perusahaan di dalam negeri. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan transparansi dan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap perusahaan guna mencegah terjadinya manipulasi serupa di masa mendatang. Meskipun regulasi terkait kecurangan telah diatur dalam perundang-undangan, pada praktiknya penegakan hukum masih menghadapi banyak kendala. Fenomena hukum yang "tajam ke bawah, tumpul ke atas" mencerminkan ketimpangan dalam pemberian sanksi, di mana beberapa perusahaan besar mampu lolos dari hukuman berat. Lemahnya sistem hukum inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa kecurangan dapat terulang kembali, diperparah dengan kurangnya evaluasi internal dari pihak perusahaan itu sendiri.

Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih tegas serta penerapan sanksi hukum yang tepat agar pelaku kecurangan dalam laporan keuangan merasa jera. Kasus-kasus seperti ini sangat rentan terjadi, terutama apabila pengawasan tidak dilakukan secara optimal. Dampak yang ditimbulkan pun tidak dapat dianggap remeh, karena selain menyebabkan kerugian secara finansial, kecurangan juga berdampak pada menurunnya citra perusahaan di mata publik. Citra yang buruk ini berisiko mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor dan masyarakat, bahkan berujung pada kebangkrutan perusahaan. Dengan demikian, pengetatan hukum dan pengawasan menjadi langkah penting dalam mengurangi praktik kecurangan laporan keuangan di Indonesia secara signifikan.

Kecurangan dalam laporan keuangan sejatinya bukan hanya menjadi tanggung jawab perusahaan, melainkan juga menjadi pelajaran penting bagi setiap individu. Kita perlu menyadari bahwa perilaku curang, sekecil apa pun bentuknya, akan membawa dampak negatif, baik secara pribadi maupun kolektif. Sebagaimana terlihat dalam dua kasus yang telah dijelaskan sebelumnya, tindakan kecurangan sering kali bermula dari upaya menutupi kesalahan, namun pada akhirnya justru memperburuk keadaan. Hal ini menunjukkan bahwa kecurangan bukanlah solusi, melainkan pemicu masalah yang lebih besar. Oleh karena itu, selain memperkuat regulasi dan pengawasan, masyarakat juga memiliki peran dalam menumbuhkan kesadaran moral dan berani menuntut keadilan apabila terdapat tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip kejujuran dan hukum yang berlaku.

Daftar pustaka:

Abdillah, N., Ludmilla, R., Ridwan, A., & Madewi, A. (2023). Akuntansi Forensik Dan Kecurangan (Fraud) (Studi Kasus PT. Garuda Indonesia Tbk). INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research, 3, 8214--8221. https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/5928/5061

Association of Certified Fraud Examiners Indonesia. (2020). Survei Fraud Indonesia 2019. Indonesia Chapter #111, 53(9), 1--76. https://acfe-indonesia.or.id/survei-fraud-indonesia/

Panjaitan, A. A., Simamora, M., Siahaan, S. A., Nasution, P. W., Simbolon, J. A., Rumondang, T., & Siregar, S. (2025). Manipulasi Laporan Keuangan Konsolidasi dalam Entitas Konsolidasi: Studi Kasus PT Envy Technologies Indonesia Tbk. Jurnal Akademik Ekonomi Dan Manajemen, 2(1), 605--614. https://doi.org/10.61722/jaem.v2i1.4211 

Penulis : 

Yaumatu Nikmah Nahariyah, Dhya Fadhillah Aprilia, Mutia Karimatussania

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun