Permasalahan dalam pembiayaan kerap kali menjadi hal wajar dalam perbankan. Terutama dalam perkembangan ekonomi yang ada di Indonesia. Sebagai salah satu badan usaha yang memberikan modal pinjaman dana yang berupa simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat yang memerlukan pinjaman tersebut. Bank syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang tidak luput dari dampak inflasi. Inflasi ialah kondisi yang dapat menyebabkan perekonomian memburuk. Apabila terjadinya inflasi maka akan berdampak pada masyarakat yang mana minat mereka untuk menabung atau berinvestasi akan berkurang. Inflasi juga menyebabkan harga barang naik sehingga  minat masyarakat akan menurun.
Transaksi yang dilakukan oleh bank syariah memiliki hubungan yang langsung dengan sektor riil berdasarkan prinsip syariah. Akan ada dua kesulitan apabila inflasi berlangsung yang dialami oleh sektor riil. Yang pertama, bagian penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan yang kedua ialah masalah pada bagian pembiayaan. Inflasi dapat menguntungkan apabila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dari pada kenaikan dari harga produksi. Tetapi apabila kenaikan harga yang dampaknya merugikan produsen, seorang produsen juga tidak akan melanjutkan produksinya.
Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Dengan kondisi pertumbuhan bank yang membaik akan mendatangkan minat masyarakat menggunakan bank syariah dalam meningkatkan peran bank syariah untuk mendukung stabilitas system keuangan. Pada saat krisis ekonomi pada tahun 2008 Bank Muamalat yang merupakan satu-satunya bank syariah pada waktu itu menunjukkan kinerjanya mampu memperoleh laba Rp300 Miliar dan tidak menerima bantuan apapun dari pemerintah.