Mohon tunggu...
DIAN HASIMAN IWANSURYA
DIAN HASIMAN IWANSURYA Mohon Tunggu... Bankir - Program Studi Magister Manajemen Inovasi Sekolah Pascasarjana Universitas Teknologi Sumbawa

Berbagi Ilmu dan Pengetahuan untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Money

Menuju Bumi Sejuta Sapi: Optimalisasi Integrasi Tani-Ternak dan Manajemen Teknologi

19 Juni 2021   15:15 Diperbarui: 19 Juni 2021   15:24 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi yang menjadi supplier Sapi Potong Nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, Populasi sapi potong di NTB menempati urutan ke-4 setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Oleh karena itu Provinsi NTB menetapkan peternakan sapi sebagai salah satu komoditas unggulan di samping komoditas lainnya, yaitu jagung dan rumput laut, yang selanjutnya dikemas dalam  program unggulan daerah yang dikenal dengan PIJAR (sapi, jagung, dan rumput laut). Untuk Program pengembangan ternak sapi dikenal dengan NTB-Bumi Sejuta Sapi (NTB- BSS). 

Program tersebut diharapkan dapat menjadikan usaha peternakan sapi rakyat yang telah membudaya secara turun temurun di masyarakat pedesaan dapat menjadi lokomotif penggerak perekonomian masyarakat di seluruh wilayah Kabupaten di Provinsi NTB. 

Namun demikian, target tersebut sampai saat ini belum sepenuhnya tercapai karena aplikasi teknologi dan operasionalisasi program kerja belum optimal. 

Dalam upaya mencapai target NTB-BSS tersebut, Pemerintah Provinsi NTB melakukan langkah-langkah pengembangan Ternak Sapi di kabupaten-kabupaten dalam wilayah Provinsi NTB yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebagai kawasan pengembangan ternak sapi, di antaranya adalah Kabupaten Sumbawa.

Sumber: bps.go.id
Sumber: bps.go.id

Kabupaten Sumbawa merupakan penyumbang populasi sapi potong terbesar di Provinsi NTB. Jika Provinsi NTB memiliki program PIJAR, maka Kabupaten Sumbawa memiliki program unggulan yang dikenal dengan JALAPI (jagung, lamtoro, dan sapi). Program ini diharapkan dapat meningkatkan populasi sapi potong dengan menyediakan pakan ternak yang berkualitas. Sehingga, tercipta integrasi yang baik antara pertanian dengan peternakan. 

Pada umumnya, para peternak sapi di Kabupaten Sumbawa masih menerapkan sistem peternakan tradisional, dimana sapi dilepas liarkan secara alami di sebuah lahan gembala yang luas, dengan hanya tergantung pada ketersediaan pakan alami yang ada di lahan tersebut. 

Cara tersebut terbilang cukup efisien, namun dirasakan masih kurang efektif dalam meningkatkan produktifitas dan bobot sapi karena jumlah dan kualitas ketersediaan pakan tidak selalu tersedia sepanjang tahun, melimpah pada musim hujan dan kekurangan pada musim kemarau. Terlebih lagi Kabupaten Sumbawa didominasi oleh lahan kering dengan rata-rata hujan hanya 4-5 bulan per tahun. 

Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan manajemen usaha peternakan sapi, khususnya dalam hal pengembangan jenis pakan dan teknologi pengolahan pakan ternak yang tepat, sesuai dengan kondisi lahan di Kabupaten Sumbawa. Salah satu pola yang dapat diterapkan adalah integrasi antara pertanian dan peternakan sapi, untuk meningkatkan ketersediaan pakan sapi berkualitas secara berkelanjutan. Pola ini juga telah dikembangkan di beberapa daerah dengan populasi sapi terbesar Nasional, antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, serta Sulawesi Selatan.

Selain peternakan, Kabupaten Sumbawa juga memiliki potensi pertanian yang sangat baik, yang didominasi oleh pertanian padi dan jagung. Pada tahun 2018, Kabupaten Sumbawa menjadi Kabupaten dengan luas panen padi terbesar kedua di provinsi NTB setelah Kabupaten Lombok tengah, dengan luas lahan panen sebesar 82.686 Hektar. Kabupaten Sumbawa juga tercatat sebagai salah satu lumbung jagung nasional. Bahkan, jagung Sumbawa telah dieksport ke Negara tetangga. 

Hingga Juli 2020, luas lahan tanam jagung di Kabupaten Sumbawa mencapai 194.000 Hektar. Hal ini merupakan potensi yang sangat besar, dan akan membawa dampak positif bagi peternakan jika dapat dimanfaatkan dengan baik. Selama ini, sisa tanaman padi dan batang jagung masih kurang dimanfaatkan oleh petani maupun peternak. 

Setelah panen, jerami padi dan batang jagung dibiarkan begitu saja di lahan, kemudian dibakar pada saat proses pembersihan lahan (land clearing). Pemanfaatan sisa tanaman padi dan jagung sebagai sumber pakan ternak semestinya dapat mengatasi masalah kekurangan  pakan dan meningkatkaan produktivitas sapi. Tentu saja jika dikelola dengan cara dan teknologi yang baik.

Saat ini, usaha pertanian dan peternakan masih dikelola secara terpisah. Padi dan jagung ditanami di areal persawahan dan lading, sedangkan peternakan dikelola diluar areal pertanian. Jika diintegrasikan dengan cara dan teknologi baik, akan memberikan manfaat bagi keduanya. 

Dengan pemanfaatan sisa hasil pertanian yang berkualitas, sangat bermanfaat untuk memperkaya nilai gizi dan daya cerna sapi. Sebaliknya, dengan pemanfaatan kotoran ternak akan diperoleh pupuk organik yang berkualitas. Pola integrasi ini merupakan sistem usaha tani yang efektif untuk peningkatan produksi tanaman pangan yang cenderung menurun akibat rendahnya kandungan bahan organik dalam tanah, sekaligus menjadi sumber pertumbuhan baru bagi pengembangan populasi sapi.

Integrasi pertanian dan peternakan di Kabupaten Sumbawa masih terkendala beberapa faktor. Kendala yang ada di lapangan antara lain posisi ternak dan lahan pertanian yang masih relatif jauh, sehingga dibutuhkan biaya tambahan untuk mengangkut pakan ke lokasi ternak. Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan peran aktif pemerintah untuk menyediakan akses transportasi jalan tani dan teknologi terkait mobilitas pakan untuk mempermudah hilir mudik material pertanian. Tak berhenti di situ, selanjutnya dibutuhkan pula tempat penyimpanan pakan yang memadai untuk memberikan manfaat yang optimal bagi sapi. 

Dalam hal ini, para peternak perlu diberikan sosialisasi tentang cara dan teknik membangun tempat penyimpanan pakan yang baik, yang diintegrasikan pula dengan teknologi yang mendukung. Kendala lain adalah minimnya pengetahuan dan inovasi teknologi di kalangan peternak, sehingga perkembangan sektor peternakan berjalan lambat. 

Pemerintah melalui dinas terkait dapat lebih aktif untuk melakukan sosialisasi, penyuluhan, atau pelatihan bagi para peternak khususnya terkait inovasi teknologi yang mendukung perkembangan peternakan. Misalnya penerapan teknologi fermentasi tanaman untuk pakan ternak, teknologi pengolahan limbah ternak menjadi bahan bakar gas rumah tangga, cara membuat kompos, dan lainnya.

Selain sisa tanaman, komoditi lain yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah tanaman lamtoro dan rumput gajah. Tanaman ini sangat mudah dijumpai dan gampang dikembang biakkan. Pada umumnya, petani maupun peternak memanfaatkan tanaman lamtoro sebagai tanaman pagar di lading mereka. 

Akan tetapi, masih belum tertata dan dikelola dengan baik. Tanaman lamtoro hendaknya dapat dijangkau oleh sapi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan segar. Sistem penanaman juga harus diperhatikan, agar terjadi regenerasi pertumbuhan tanaman, sehingga pakan dapat tersedia secara berkelanjutan.

Akan tetapi, sebagian besar petani dan peternak belum mengetahui tentang pemanfaatan tanaman lamtoro sebagai pakan sapi. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan mereka tentang sumber pakan, kualitas pakan, serta manajemen dan teknologi penyediaan pakan. Untuk rumput gajah, dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penguat tebing atau pematang. Teknik ini sangat baik pula untuk diterapkan pada pertanian lahan miring, untuk meminimalisir resiko erosi tanah. Tanah yang terkikis oleh air hujan akan ditahan oleh rumput gajah, sehingga tidak melimpas ke lahan bagian bawah.

Upaya memadukan peternakan dan pertanian dengan dukungan manajemen teknologi yang tepat akan membawa dampak pada sistem budidaya, kehidupan sosial dan aktivitas ekonomi ke arah yang positif. 

Budidaya ternak akan semakin efisien, karena ketersediaan pakan secara kontinyu, masalah sosial yang sering terjadi akibat limbah yang menimbulkan polusi (kotoran ternak, sisa penen, limbah perkebunan/pertanian) dapat diatasi dan membawa pengaruh yang baik, sedangkan secara ekonomis petani dapat melakukan efisiensi usaha tani sehingga tingkat pendapatan semakin meningkat. Akhirnya kemandirian petani dalam berusaha dapat diwujudkan dan ketergantungan sarana produksi dari luar dapat ditekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun