Mohon tunggu...
Destinhuru Hend Dhito
Destinhuru Hend Dhito Mohon Tunggu... ASN dan Penulis

Fokus pada Solusi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Khotbah, Buatlah Denah: Empati pada Dilema yang Dialami Para Elit

11 Agustus 2025   22:36 Diperbarui: 11 Agustus 2025   19:40 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di negeri ini, kita sering berharap para elit untuk cepat berubah. Kita nasihati, kita kritik, kita nyindir. Tapi ada satu masalah mendasar: kita sering cuma berkhotbah.

Padahal, elit itu kayak arsitek proyek raksasa yang nggak mau bikin bangunan baru kalau blueprint-nya nggak jelas. Mereka nggak akan mau terjun ke kolam perubahan kalau belum tahu kedalaman airnya, ada buayanya atau nggak, dan siapa yang pegang tangga keluarnya.

Mari berempati

1. Pelabuhan Lama vs Pelabuhan Baru

Bayangkan Anda pemilik pelabuhan tua. Meski kapal-kapal sudah karatan, tapi Anda tetap bisa mengontrol siapa yang masuk dan keluar. Lalu ada tawaran membangun pelabuhan modern yang lebih cepat dan aman. Masalahnya, untuk membangunnya, dermaga lama harus dibongkar.

Sebelum pelabuhan baru berdiri, Anda takut kehilangan kontrol, dan takut ada pemain baru yang tiba-tiba masuk mengambil kue Anda.
Itulah dilema elit: bukan soal mereka nggak mau perubahan, tapi takut "masa transisi" itu jadi masa mereka jatuh.

2. Rumah Lama dengan Atap Bocor

Elit itu seperti penghuni rumah besar yang atapnya bocor di musim hujan. Kita bilang: "Bangun rumah baru aja sekalian!" Tapi mereka mikir: kalau bongkar rumah sekarang, hujan deras bisa bikin mereka kebasahan dan barang-barang malah jadi rusak.


Pelajarannya: kalau mau nyuruh elit pindah rumah, kasih desain rumah baru plus rencana penginapan sementara yang nyaman.

3. Kapal Perang di Laut Tenang

Bayangkan Anda komandan kapal perang. Kapal ini tua, mesinnya sering ngadat. Kru kapal (lingkaran setia Anda) sudah hapal seluk-beluknya. Lalu ada tawaran kapal baru yang lebih cepat. Tapi untuk pindah, Anda harus singgah di pulau netral.

Siapa jamin selama pindah itu, lawan tidak menyerang, dan kru lama tidak pindah ke pihak lain?
Itulah mengapa elit perlu jaminan keamanan sebelum mau pindah kapal.

4. Toko Keluarga di Tengah Kota

Toko Anda laris karena sudah dikelilingi pelanggan setia. Ada tawaran pindah ke mall modern, dengan sistem penjualan yang rapi dan potensi omzet lebih besar. Tapi di mall, Anda harus patuh aturan, bayar pajak resmi, dan bersaing dengan banyak toko keren.

Tanpa jaminan bahwa posisi toko Anda akan tetap strategis, Anda pasti tetap akan bertahan di ruko lama walaupun catnya sudah kusam.

5. Kebun Kopi dan Jalan Aspal

Anda punya kebun kopi di pegunungan. Jalan menuju kebun becek dan sulit. Ada tawaran dari investor: "Kami bangun jalan aspal, panen bisa cepat sampai pasar." Tapi Anda khawatir, setelah jalan jadi, banyak penanam kopi baru bermunculan dan harga jatuh.

Kalau investor tidak menjamin pasar dan harga stabil, Anda mungkin akan menolak pembangunan jalan itu.

Dari Analogi ke Proposal

Nah, dari semua analogi ini, benang merahnya jelas: jangan cuma bilang 'ayo berubah', kasih peta jalannya!
Kalau Anda serius, bikin proposal arsitektural:

  • Apa bentuk "pelabuhan baru" yang aman?
  • Bagaimana atap baru bisa dipasang tanpa basah kuyup?
  • Siapa yang jaga kapal saat pindahan?
  • Bagaimana toko lama tetap punya tempat di mall baru?
  • Bagaimana harga kopi tetap stabil setelah jalan dibangun?

Ini bukan soal menghalalkan privilese. Ini soal membaca peta ketakutan elit dan menyiapkan jembatan pengaman yang konkret. Karena tanpa itu, mereka akan memilih bertahan di sistem lama, walaupun sistem itu bocor, karatan, dan bikin negara lambat bergerak.

Aktivis tidak butuh lebih banyak khotbah. Aktivis perlu menyodorkan denah perubahan --- lengkap dengan tiang penyangga, paku, dan tukangnya. Karena elit hanya akan masuk ke rumah baru kalau mereka yakin tidak akan jadi gelandangan di halaman sendiri.

Oleh:

Destinhuru Hend Dhito dan Artificial Intelligence

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun