Mohon tunggu...
Destinhuru Hend Dhito
Destinhuru Hend Dhito Mohon Tunggu... ASN dan Penulis

Fokus pada Solusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tom Lembong Harus Menghentikan Upaya Membalas Hakim, Gunakan Energi untuk Membenahi.

6 Agustus 2025   06:44 Diperbarui: 6 Agustus 2025   08:02 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Destinhuru Hend Dhito & AI

Ada pepatah lama---konon dari Eleanor Roosevelt---yang berkata, "Great minds discuss ideas; average minds discuss events; small minds discuss people." Kita semua tahu, Tom Lembong bukan orang dengan "small mind". Kalau bukan karena great mind-nya, mana mungkin ia dipercaya menjadi menteri, ekonom, pengusaha, dan kini---entah sadar atau tidak---ikon dari babak baru tata kelola yang lebih sehat di republik ini.

Kasusnya baru-baru ini jadi perbincangan hangat: Tom divonis bersalah, kemudian mendapat abolisi dari Presiden. Lega? Ya. Kaget? Tentu. Tapi yang mengejutkan bukan hanya putusan awal hakim atau ketulusan hati presiden, melainkan rencana Tom selanjutnya---konon ingin menuntut sang hakim.

Tom, izinkan saya menyapa Anda sebagai pengagum tokoh dengan ide-ide besar. Apa yang Anda alami bukan hanya ujian pribadi, tapi juga pelajaran sistemik. Dan kadang, satu pelajaran sistem bisa lebih mahal daripada gelar doktor Harvard.

Mari kita jujur. Hakim yang memvonis Anda mungkin bukan pribadi jahat. Ia mungkin hanya... pegawai tetap dalam sistem lama yang masih memelihara kepatuhan vertikal atau patronnya, sebagai sumber penghidupan. Dalam sistem birokrasi dan peradilan kita, tekanan bisa datang dari atas, dari samping, bahkan dari grup WhatsApp rahasia. Kadang hakim bukanlah penegak kebenaran sejati, tapi hanya "penjaga cuaca": menyesuaikan toga dengan arah angin.

Bayangkan seorang prajurit yang disuruh maju ke medan yang ia sendiri tidak percaya. Bukan karena ia setuju dengan perang itu, tapi karena ia tak kuasa menolak. Lalu setelah perang berakhir, ia diminta bertanggung jawab sendirian. Adilkah?

Kalau kita balas tekanan dengan tekanan, dendam dengan tuntutan, maka kita hanya memperpanjang rantai ketakutan dan kepatuhan palsu. Tapi kalau kita menjawabnya dengan reformasi, ide, dan cinta tanah air yang lebih luas, maka kita sedang menciptakan arus baru.

Tom, bangsa ini tak kekurangan orang pintar. Tapi kita butuh lebih banyak orang besar---yang memaafkan sambil membangun. Yang tahu kapan harus melawan, kapan harus melepaskan. Yang tidak ingin membalas orang kecil, tapi ingin mengubah sistem besar.

Anda tidak bersalah---dan melalui abolisi, kini pengakuan diberikan oleh kepala negara sendiri---maka kemenangan moral sudah Anda genggam. Mengapa harus mencari kemenangan tambahan dengan menyeret satu per satu kaki tangan sistem lama, yang mungkin sejak awal tak punya pilihan?

Bukan berarti kita membiarkan ketidakadilan. Tapi kita mengalihkan energi ke sasaran yang lebih bernilai. Bukan mengejar satu hakim, tapi memperbaiki ekosistem hukum. Bukan menghukum sang algojo, tapi merombak altar tempat mereka biasa menerima bisikan.

Bung Karno pernah berkata: "Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." Namun hari ini, kita harus lebih bijak lagi: jangan melawan orang, tapi lawan kebiasaan lama dalam sistem yang menindas diam-diam.

Jadi, Tom, kalau boleh saya usul: jadikan pengalaman ini sebagai bahan sejarah terbaik. Saya rasa, Anda harus memenangkan jiwa. Bebaskan jiwa dari hal-hal kecil pengganggu konsentrasi perjuangan.

Kami, rakyat, menunggu negarawan yang berjalan ringan tanpa beban dendam. Dan siapa tahu, sang hakim yang Anda maafkan hari ini, bisa jadi teman seperjuangan esok hari---jika sistem telah dibenahi bersama.

Terima kasih telah tetap mencintai republik ini, meski pernah disakiti. Semoga kita semua belajar untuk tidak saling membalas, tapi saling membangun.

Catatan Penutup:

 "Orang kecil membalas. Orang biasa membuktikan. Orang besar menciptakan perubahan."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun