Pendahuluan
Setiap kali ujian tiba banyak siswa yang sibuk menghafal rumus tanpa benar-benar memahami maknanya. Hukum Newton diingat sebagai kalimat panjang bukan sebagai peristiwa yang bisa mereka amati saat bola jatuh ke tanah. Di laboratorium eksperimen seringkali menjadi ritual tanpa rasa ingin tahu. Fenomena ini menandakan bahwa pembelajaran sains masih dipandang sebagai hafalan bukan pengalaman nyata yang dekat dengan kehidupan.
Di sinilah pentingnya meninjau kembali paradigma belajar berdasarkan filsafat realisme yaitu pandangan yang menekankan bahwa realitas sejati adalah apa yang dapat diamati, diuji, dan dibuktikan melalui pengalaman. Filsafat ini mengajak pendidik untuk membawa siswa keluar dari sekadar teori menuju kenyataan empiris. Dalam konteks pendidikan sains realisme membantu siswa memahami bahwa sains bukan sekadar kumpulan konsep abstrak tetapi refleksi dari dunia nyata yang dapat mereka lihat, sentuh, dan rasakan.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran sains di sekolah sering kali terjebak dalam pendekatan kognitif yang kaku dan mengutamakan hafalan serta ujian pilihan ganda dibandingkan pengalaman observasi dan penemuan. Hal ini bertentangan dengan hakikat sains sebagai aktivitas penyelidikan terhadap fenomena nyata.
Menurut data PISA (Programme for International Student Assessment) kemampuan literasi sains siswa Indonesia masih tergolong rendah terutama dalam aspek "aplikasi konsep pada kehidupan sehari-hari". Salah satu penyebabnya adalah pembelajaran yang belum menumbuhkan pemahaman empiris di mana siswa diajak berinteraksi langsung dengan fenomena alam.
Di sinilah aliran realisme pendidikan yang dipelopori oleh tokoh seperti Aristoteles, Francis Bacon, dan John Locke menjadi relevan. Realisme menekankan pentingnya fakta, pengalaman, dan observasi sebagai sumber utama pengetahuan. Sains dalam pandangan realisme bukan hanya teori dalam buku tetapi realitas objektif yang bisa diuji kebenarannya melalui pengamatan. Dalam konteks pendidikan modern nilai-nilai realisme sejalan dengan pembelajaran berbasis inkuiri, eksperimen, dan proyek nyata.
Pembahasan
1. Konsep Dasar Realisme
Realisme berasal dari kata real yang berarti nyata atau faktual. Dalam pandangan filsafat realisme percaya bahwa dunia fisik dan fenomena alam memiliki keberadaan yang objektif terlepas dari pikiran manusia. Aristoteles menentang pandangan gurunya (Plato) yang menempatkan dunia ide di atas dunia nyata. Baginya yang sungguh ada adalah benda-benda konkret yang dapat diamati.
Francis Bacon kemudian memperkuat gagasan ini dengan menyatakan bahwa pengetahuan sejati harus diperoleh melalui pengalaman inderawi. Ia memperkenalkan metode induktif berpikir dari fakta menuju kesimpulanyang menjadi dasar metode ilmiah modern. Sedangkan John Locke menegaskan bahwa pikiran manusia ibarat kertas putih (tabula rasa) yang diisi oleh pengalaman. Dengan demikian belajar adalah proses membangun pengetahuan dari interaksi dengan dunia nyata.