Pada sebuah petang, camar-camar mengantarku pulang padamu. Di jalan itu kita berlari. Melompat kecil, bernyanyi mengikuti alunan gitar para pengamen jalanan.
Mei, kukatakan padamu, saat ini kita bukan gadis berusia 20 tahunan. Aku membayangkan kita hanyalah bocah-bocah. Menari di sepanjang perjalanan pulang sekolah. Merayakan masuknya Si Kecil Jati ke Taman Kanak-kanak dan berakhirnya ujian kenaikan kelas kita. Aku tertawa, menoleh ke belakang. Pak Danar dan Mbak Yus geleng-geleng kepala melihat polah kita. Jati terkekeh sambil memegangi perutnya.Â
Aku tidak peduli  bagaimana orang melihat kita. Kulirik satu dua wajah yang heran. "Turis aneh", mungkin begitu pikir mereka. Terserah. Kita hanya sedang menikmati senja bersama.  Â
Mei, ingatanku melayang kembali ke masa lalu. Taman bermain, rumah bercat biru, dan pohon gaharu kesayanganmu. Aku seringkali bertanya, sejauh mana kita bisa meninggalkan masa itu. Â Kamu selalu tersenyum, tanpa kata. Jawabanmu adalah tawa penuh kehangatan dan langkah lebar penuh keyakinan. Â
Petang menjelma. Musik berikutnya dimainkan. Langkah kita seirama, kaki menghentak, tangan bertepuk. Lalu kutarik Jati, menyeretnya bergabung. Kugenggam tangannya, begitupun tanganmu. Â
Kita berputar, menari diiringi nada dan tawa. Membiarkanmu menikmati masa remaja yang direnggut paksa darimu. Dan masa kanak-kanak yang direbut dari Jati. Â
Petang ini, kita hanyalah bocah-bocah yang bahagia.