Sesi ketiga berlangsung, sesi ini adalah sesi lomba cerdas cermat yang sesungguhnya, di mana dewan juri akan membacakan pertanyaan dan para peserta akan rebutan menjawab pertanyaan tersebut. Jika jawaban benar, tim akan mendapatkan nilai 100, jika salah, skor akan dikurangi 25.
Jalannya lomba sungguh sengit, saya tidak perah merasakan atmosfer kompetisi akademis seperti ini sebelumnya, apalagi yang saya hadapi bukanlah teman sekelas saya, melainkan siswa terpilih dari masing-masing kabupaten.
Terdapat 6 meja dengan tulisan A B C D E F, dan kami bertiga mendapatkan meja di urutan B. Ketika seluruh soal sudah dibacakan, ternyata skor kami sama dengan 2 kabupaten lain, skor tertinggi kala itu diraih oleh kelompok dari Pekalongan yang mendapatkan skor 1000, sedangkan kala itu ada 3 kelompok dengan skor masing-masing 700, hal inilah yang akhirnya membuat juri memutuskan untuk memberikan soal tambahan, di mana siapa yang cepat menjawab dengan benar akan langsung mendapatkan juara 2.
Soal kala itu sebenarnya tidaklah sulit, tapi ketegangan saat lomba membuat siapapun berpikir berkali-kali untuk memencet bel.
Jika ingatan saya tidak berkhianat, kala itu Dewan Juri membacakan soal seperti ini
"Jika permintaan terhadap suatu barang semakin tinggi, maka harga suatu barang akan....?"
Entah ada angin apa, Dhiena dengan percaya diri memencet bel dan mengatakan "Naik" dengan mantap dan tegas. Alhasil dewan juri mengatakan "Benaaar!!!" dan kami bertiga berhasil meraih juara 2 Lomba Cerdas Cermat Tingkat Provinsi saat itu.
Sayangnya di antara kami bertiga saat itu tidak ada yang memiliki HP berkamera, sehingga tidak dapat mengabadikan momen berkesan tersebut, meski demikian, tetap saja kenangan itu tidak pernah saya lupakan.
Ohya hadiah yang kami terima juga termasuk besar saat itu, kami mendapatkan uang tunai sebanyak 4.500.000 lalu kami bagi bertiga, artinya satu anak mendapatkan uang sebesar 1.500.000, uang tersebut juga belum termasuk uang transport dari panitia sebesar 275.000. FYI harga emas di tahun itu masih di kisaran Rp. 384.000 per gram.
Atas peristiwa ini, tentu saja membuat teman sekelas saya heboh, bagaimana bisa seorang siswa bodoh seperti saya, yang bahkan pernah nyaris tidak naik kelas, bisa mendapatkan prestasi akademik tingkat provinsi pula, hal ini tentu saja merupakan peristiwa yang tak bisa diulang lagi, apalagi saat ini saya sudah bekerja, menikah dan memiliki anak.
Setiap kali mengingat momen tersebut, saya merasa bahwa ternyata keberuntungan memang ada, namun bukan untuk dicari, biarkan keberuntungan itu datang tepat pada waktunya, seiring diri kita tetap melakukan hal yang terbaik untuk menjalani apa yang semestinya dijalani.