Mohon tunggu...
Deni
Deni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa

Menjalani hidup dengan apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Katalog Kita

23 Februari 2020   16:11 Diperbarui: 23 Februari 2020   16:18 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sederhana saja ....
Jika kita sudah menerjemahkan rasa ke dalam cengkeraman angan, maka berkoalisilah dengan dialek siang dan malam untuk memungkasi setiap kata yang dianggap tak bersajak oleh keduniaan.

Pahit bukanlah dekorasi yang ingin memperdua manusia. Kita hanya perlu mengaransemen ulang setiap untaian hitam yang meronda ke dalam plano putih, agar nazar yang sudah membesi tetap membumi dengan konformitas warna.

Terik yang mengalum setelah resistensinya teraba oleh azan magrib, pun ketiadaannya mencelupkan referat kotor dari industri keraguan. Saling membedaki, menghampirkan, dan merestorasi lampion mimpi yang nyaris berawan.

Tetaplah menjadi kalimat yang kulestarikan di dalam doa, kendati perwujudannya belum terteguk oleh indra penglihat.

Sukabumi, 23 Februari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun