Mohon tunggu...
Choirunnisa
Choirunnisa Mohon Tunggu... Freelancer - mengurus rumah tangga

Seorang Thinking extrovert | senang belajar | lulusan ekonomi - akuntansi | penulis buku antologi Sekotak Maaf untuk Ibu |

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Malapetaka Fast Fashion terhadap Kelangsungan Energi untuk Lingkungan dan Kemajuan Indonesia

6 Februari 2024   08:13 Diperbarui: 12 Februari 2024   12:21 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokumentasi pribadi)

Hidup sederhana aja

Jangan kebanyakan gaya

(Potongan lirik lagu Armada yang berjudul "Halu Bos") 

Rasanya lirik tersebut tepat untuk menjadi nasihat Masyarakat saat ini. Gempuran dunia fast fashion yang mendorong Masyarakat menjadi konsumtif akan pembelian pakaian demi sebuah popularitas di dunia sosial media. Ya, hari ini Masyarakat kita disajikan bermacam-macam gaya pakaian yang ditampilkan di media sosial/televisi oleh pablik figur dan para konten kreator.

Ya malapetaka itu dimulai dari sana, banyaknya orang yang ingin tampil, keinginan untuk diakui bahwa dirinya lebih fashionable dari orang lain,  lalu menjadi persaingan yang tidak disadari. Momentum ini dimanfaatkan oleh industri pakaian dengan mengusung konsep fast fashion demi memenuhi "nafsu" tersebut. Bahkan sebagian orang rela membeli "pakaian bekas" untuk terlihat trendy. 

Pembelian pakaian secara masif, dan terus menerus berakibat berakhirnya pakaian tersebut di tempat pembuangan akhir sampah. Dikutip dari Fibre2Fashion, pada tahun 2020, sekitar 18,6 juta ton limbah tekstil dibuang di tempat pembuangan akhir. Selain itu, rata-rata Masyarakat juga membuang 60% pakaiannya, setahun setelah membeli. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2021 melalui SIPSN mengungkapkan, Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah pakaian atau setara dengan 12% dari limbah rumah tangga. Dari keseluruhan limbah pakaian tersebut, hanya 0,3 juta ton limbah pakaian yang didaur ulang.

Saat ini memang sudah ada beberapa brand lokal yang mengusung konsep sustainable, seperti sejauh mata memandang, SARE/Studio, Sukkha Citta, Pijak Bumi, Imaji Studio, LANIVATTI, osem, Rupahaus, dan beberapa brand lainnya. Tetapi kenyataannya adalah apakah Masyarakat lebih banyak membeli brand yang mengusung konsep sustainable atau brand pakaian yang tidak mengusung konsep sustainable yang dengan mudah dicari di e-commerce dengan harga murah meriah banyak lagi? 

Indonesia juga tidak kurang dengan organisasi dan brand pakaian yang mendaur ulang sampah pakaian, diantaranya: Eco touch, W.F.T, Pendekar Baju, Pable Indonesia, Upcycle.indonesia, mungkin ada lagi yang Saya tidak sebutkan. Tetapi dari sekian banyak organisasi daur ulang tersebut, lebih banyak mana Masyarakat yang memilih untuk membuang sampah pakaian bekasnya ke tempat tempat daur ulang atau memilih membuang sampah pakaiannya ke tong sampah di rumahnya?Anda tahu jawabannya karena memang negara kita masih belum punya aturan untuk hal ini, dan hasilnya pakaian tersebut berakhir di tempat pembuangan akhir sampah sampai menjadi bukit bukit sampah. 

Artinya, kesadaran Masyarakat akan lingkungan masih rendah. Kondisi hari ini tentu menjadi tanggungjawab semua, dengan cara apa agar Indonesia bisa selamat dari bahaya sampah pakaian dalam mendukung energi untuk lingkungan dan kemajuan Indonesia dimasa yang akan datang? 

Sudah saatnya Indonesia serius dalam penanganan sampah. Jika Pemerintah mampu membangun jalan Tol, dan insfrastruktur lainnya maka Pemerintah seharusnya juga mampu membeli teknologi pengelolaan sampah dan mengganti semua truk sampah yang ada di Indonesia dengan truk sampah berdasarkan jenis sampah dan membuat sistem mulai dari lini terendah disetiap rumah tangga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun