Di akhir penelitian ini saya berkesempatan mengunjungi sebuah keluarga yatim di Nias Barat. Keluarga ini dikaruniai 4 orang anak, dua di antaranya divonis malnutrisi, dan seorang lagi meninggal dengan kondisi gizi buruk dengan penyakit penyerta TB. Selama hampir dua bulan ini saya mengamati dua orang anak malnutrisi yang masih bertahan. Meskipun status gizi mereka dapat meningkat dari gizi buruk ke gizi kurang, tetapi ada hal yang hilang dari diri mereka yaitu keceriaan sebagaimana anak-anak seusia mereka.
Saya pun memandang lekat wajah-wajah polos mereka. Tak tampak guratan ekspresi atau canda tawa layaknya anak seusianya. Saya hanya melihat tatapan sunyi yang menusuk dibalik ekspresi mereka yang datar. Bola mata yang hampir berkaca, namun tak mampu mengalirkan air mata. Pikiran saya pun menelisik ke depan, membayangkan bagaimanakah kelak masa depan mereka, apakah cerah ataukah semakin suram? Di dalam tatapan nanar mereka, saya seakan melihat sebuah tangisan yang tak terucap untuk menyelamatkan masa depan mereka. Tapi apalah daya, tangisan itu tak akan terdengar, karena tangisan itu hanyalah tangisan sunyi Si Ono Niha."
Ade Aryanti Fahriani, S.K
Nias Barat, 2016
Catatan:
*Ono Niha berarti Anak Nias
*Tulisan ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis dalam penelitian Riset Etnografi Kesehatan di Nias Barat tahun 2016Â
Daftar Rujukan:
- Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2014. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Kemenkes RI
- Khan, A.A., Bano, N., and Salam, A., 2007. Child Malnutrition in South Asia, A Comparative Perspective, South Asian Survey; 14(1): 129-145
- Galler JR, Barret LR. Children and famine. Ambulatory Child Health. 2001; 7: 85--95.
- Azwar A. Kecenderungan masalah gizi dan tantangan masa datang dalam Pertemuan Advokasi Gizi; 2004 September 27; Hotel Sahid Jaya, Jakarta.