Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wayang Potehi, Bertahan dalam Perjalanan Panjang dan Sejarah yang Kelam

29 Februari 2012   01:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:46 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia kaya akan beragam budaya, baik dari penduduk aseli atau pendatang. Salah satu jenis budaya yang menarik adalah wayang Potehi. Wayang khas Tionghoa ini berasal dari Cina bagian selatan yang dibawa peranatau pada masa itu. Secara etimologis, wayang Pothei berasal dari kata Pou (kain), Te (Kantong) dan Hi (wayang), tau boneka dari kain. Cara memainkan juga unik, karena sang dalang memasukan tangan dalam kantong lalu dengan jemarinya memainkan gerakan tubuh wayang.

Wayang Potehi yang sudah berumur 3000 tahun ini menurut cerita berasal dari sebuah penjara pada pemerintahan Dinasti Jin, 265-420 masehi. Di awali dari 5 terpidana mati yang menunggu eksekusi dan 4 orang merasa bersedih, tetap orang ke lima punya ide untuk bersenang-senang. Maka dengan peralatan seadanya; seperti piring, panci dan peralatan lainnya memainkan wayang. Kisah terpidana ini terdengar sampai ke telinga kaisar, kemudian diampunlah mereka. Sejak itu, wayang Potehi semakin berkembang dan semakin pesat pada pemerintahan Dinasti SOng, 960-1279 masehi. Sejarah wayang Potehi di Indonesia sangat panjang. Diperkirakan kesenian tersebut masuk ke Nusantara pada abad 16-19 dan dibawa oleh perantauan Tionghoa. Wayang Potehi pada awalnya di gunakan sebagai fungsi sosial dan ritual, tetapi seiring perkembangan jaman maka sebagai salah satu pertunjukan hiburan. Pada awalnya wayang Potehi menggunakan dialek Hokian, karena hanya dinikmati etnis Tionghoa. Membaurnya etnis Tionghoa dan Pribumi, dan semakin jarangnya yang menguasai dialek Hokian maka kemudian memakai bahasa Indonesia.
Photobucket
Photobucket
Wayang Potehi sempat berjaya pada tahun 1970an, tetapi sekitar tahun 1979-1990an mengalami penurunan. Pelarangan ini berkaitan dengan muatan politis pada pemerinthan orde baru. Rezim pada waktu itu begitu represif pada kebudayaan Tionghoa. Wayang Potehi, kembali menggeliat setelah masa reformasi, terlebih lagi disaat Pemerintahan Abdurahman Wahid yang memberi jalan terhadap kebudayaan Cina. Di kelenteng Hok Tek Bio, Salatiga (27,28/02/2012) diadakan pertunjukan wayang Potehi. Pertunjukan kesenian ini terakhir diadakan 12 tahun yang lalu. Tujuan dari pergelaran wayang ini adalah untuk menghormati dan memperingati KongCO Ho Tek Jin atau Dewa Bumi yang lahir pada tanggal 2 bulan 2 penanggalan Cina. Lakon-lakon yang ditamplkan seperti; Sie Djien Kwie, Poei Sie Giok, See Moe ( SUn Go Kong) dan lain sebagainya. Wayang Potehi yang di dalangi Thio Tiong Gie dan rombongan berasal dari Semarang.
Photobucket
Photobucket
Dari balik panggung, wayang Potehi ini sangat menarik. Dalang, asisten dalang dan 2 pemain musik menjadi satu dalam ruangan. Berbeda dangan wayang serupa (Golek, Kulit), yang pemain musiknya tersebar dalam jumlah banyak. 2 pemain musik, memainkan alat musik yang beragam dan bergantian, seperti: Gembreng, Kecer, Simbal, Rebab, Terompet, Chen Puah, Tambur dan Piak Kou.
Photobucket
Photobucket
Walaupun bukan kebudayaan aseli Indonesia, Wayang Potehi telah memberikan warna-warni dalam pelangi seni Nusantara. Menjadi pertanyaan sekarang, sang dalang wayang Potehi tersebut sudah berusia lanjut, tetapi belum ada generasi yang siap menggantikannya. Sangat disayangkan jika kesenian tersebut yang sudah melewai perjalanan panjang dari cina Selatan, sempat berkembang dan berjaya, lalu diberangus oleh orde baru hingga hidup dan berjaya kembali harus mesuk dalam kotak kepunahan. Dibutuhkan generasi muda yang peduli dam mau melanjutan karya seni tersebut agar tetap bisa dinikmat oleh generasi selanjutnya. Wayang Potehi kiranya harus bisa mengarungi samudra kemajuan jaman dan tetap ada untuk generasi mendatang. foto lengkap silahkan klik di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun