Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idul Fitri Kala Pandemi

24 Mei 2020   01:00 Diperbarui: 24 Mei 2020   09:27 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gema takbir berkumandang menandai hari yang fitri datang penuh kemenangan. Mengakhiri bulan ramadan yang penuh rahmah dan ampunan. Suka cita umat islam menyambutnya meskipun  ditengah bayang-bayang pandemi Covid-19.

Lebaran tahun ini dirayakan dalam suasana keprihatinan, akan dikenang dalam sejarah peradaban umat manusia. Dibaliknya ada hikmah dan pelajaran agar kita lebih dekat dengan Sang Khalik pencipta alam semesta.

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamdu. Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah. Kepadanya kita bakal kembali. Allah yang menghidupkan kematian dan yang mematikan kehidupan. Tiada pantas kita menyekutukan.

Momentum hari raya idul fitri menjadi refleksi hakikat diri terlahir di bumi. Laksana bayi yang putih suci tiada ternoda dan berdosa. Teriring harapan kedua orang tua, kelak anaknya menjadi manusia yang berguna.

Setelah sebulan penuh kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, berjuang melawan hawa nafsu dan angkara. Sudah selayaknya kita tetap menjaga jiwa raga agar selalu dalam kebaikan dan kesucian.

Puasa melatih diri kita menjadi pribadi yang peduli dan penuh empati terhadap sesama. Melahirkan kasih sayang kepada kaum papa dan dhuafa. Menumbuh suburkan rasa syukur dan sabar dalam menjalani kehidupan.

Zakat Fitrah yang kita keluarkan untuk menebus dosa dan kesalahan, baik yang disengaja maupun tanpa disadari. Melatih diri menjadi insan yang paripurna melalui harta terbaik kita untuk membantu sesama saudara yang tak berpunya.

Dalam ramadan seluruh amal ibadah dan kebaikan diperintahkan, selain balasan pahala dilipatgandakan, yang terpenting tujuannya agar menjadi insan bertakwa. Yaitu orang yang senantiasa memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Taqwa juga bermakna membuat penjagaan diri dari sesuatu yang membahayakan dunia dan akhirat serta menempatkan diri selalu dalam pengawasan Allah. Jika kita merasa ada yang selalu mengawasi maka segala ucapan dan tindakan akan senantiasa terjaga.

Seusai ramadan bukan berarti perilaku kita bebas tanpa batasan, justeru harus lebih mawas diri, tunduk dan patuh pada syariat Illahi. Sebab hakikat kemenangan yang kita rayakan di hari fitri adalah cerminan keberhasilan melawan nafsu dan emosi.

Kita diciptakan Allah sebagai mahluk yang paling mulia, derajatnya lebih tinggi dibanding mahluk lainnya. Namun, Allah memberi peluang dan pilihan kepada kita untuk beribadah penuh taat laksana malaikat atau justeru ingkar dan membangkang seperti syaetan.

Tiada Allah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya. “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56). Sudah terang benderang tujuan kita dilahirkan ke dunia hanya untuk menyembah Allah dengan segenap ketauhidan.

Selepas ramadan semestinya bertambah kokoh iman kita, menjadi pribadi yang konsisten dan konsekwen dalam ketaatan. Menyelaraskan ucapan dan perbuatan serta selalu bergerak dalam koridor ketakwaan.

Jumhur Ulama mengatakan, “Iman adalah membenarkan di dalam hati (at Tashdiqu bil qalbi), diucapkan dengan lisan (qaulun billisan), dan dibuktikan dengan amal anggota tubuh (amalun bil arkan wal jawarih).

Orang yang sukses di ramadan tercermin dari pikiran dan sikap positif dalam menghadapi setiap permasalahan. Menjauhkan diri dari pikiran dan pengaruh buruk yang ada di sekitar lingkungan. Sebab kita menyakini kesulitan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kemudahan. Kita yakin Allah senantiasa menyediakan kelapangan dibalik kesempitan.

Pandemi memberikan hikmah yang tak pernah terbayangkan. Biasanya setiap menjelang lebaran warga di perumahan kami berbondong-bondong pulang ke kampung halaman. Sebagian besar rumah sunyi terkunci karena tak berpenghuni.

Baru tahun ini malam takbiran terlihat meriah dengan suara canda anak-anak. Mereka terlihat gembira menyambut hari raya, pintu-pintu rumah terbuka seraya menyambut kunjungan silaturahim para tetangga.

Kini sungguh terasa arti tetangga, mereka adalah saudara terdekat yang patut dimuliakan terlebih saat hari raya. Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian, hendaknya berkata baik atau diam, dan siapa yang beriman (percaya) kepada Allah SWT dan hari kemudian harus menghormati tetangganya, dan siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian, harus menghormati tamunya.''

Hakikatnya tetangga kita adalah saudara terdekat. Meskipun tidak ada hubungan darah dengannya, tapi tetangga yang pertama kali datang menolong saat kita kesusahan. Tetangga pula yang pertama kali turun tangan di saat kita memerlukan bantuan. Lebaran ditengah pandemi merekatkan jalinan silaturahim dengan tetangga kiri kanan.

“Tidak akan masuk surga siapapun yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya!” (HR Muslim).

Hikmah idul fitri di musim pandemi memberikan kesempatan bagi kita untuk muhasabah diri. Saatnya kita kembali dalam kesucian hati agar mampu meraih surganya Illahi robbi. Mari muliakan tetangga terdekat sehari-hari layaknya saudara kita sendiri.

SELAMAT IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR BATIN. TAQABALALLAHU MINNA WAMINKUM. TAQABAL YA KARIM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun