Mohon tunggu...
Dhani Wahyu Maulana
Dhani Wahyu Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Cukup Aku Dan Rabb-ku Yang Tahu

Aqidah and Islamic Philosophy Student at Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

"Pemujaan Berlebih Tidak Sehat " (Bab 1: Pemujaan Golongan)

28 Juli 2021   16:21 Diperbarui: 28 Juli 2021   16:36 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mempertegas larangan ujub dan takabbur, Rasulullah Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ, وَ هَوًى مُتَّبَعٌ, وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

Artinya: “Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).” (H.R. Abdur Razaq, Hadist Hasan)

Juga dalam sebuah riwayat oleh Imam Ahmad mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah berkata, "Barang siapa yang mengatakan, Aku orang mukmin," maka dia adalah orang kafir. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang alim, maka dia adalah orang yang jahil (bodoh). Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya masuk surga, maka dia masuk neraka."

Dalam riwayat lain, Khalifah Umar pernah mengatakan, "Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian ialah rasa ujub (besar diri) seseorang terhadap pendapatnya sendiri. Maka barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya orang mukmin, maka dia adalah orang kafir. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang alim, maka dia adalah orang yang bodoh. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya masuk surga, maka dia masuk neraka."

Mungkin sebagian pembaca lantas bertanya-tanya, “Bukankah memang disebutkan bahwa umat islam akan terpecah belah menjadi 73 golongan, 72 di neraka dan hanya satu golongan di surga? Yakni Ahlu Al-Sunnah wa Al-Jama’ah?”

Ya, hadist tersebut shahih dan pasti ada. Namun, apakah kita dapat dengan mudah menuduh golongan yang menurut kita tidak sesuai dengan ajaran nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallama merupakan bagian dari 72 golongan yang masuk neraka?

Bukankah kita juga dianjurkan untuk tetap bersatu berpegang teguh pada agama Allah dan tidak bercerai-berai sebagaimana yang Dia firmankan dalam Q.S. Ali Imran ayat ke-103 . Dan bukankah itu lebih baik dari pada mencari-cari 72 golongan yang dimaksud dan mengklaim bahwa golongannya adalah yang masuk surga?

Untuk makna Ahlu Al-Sunnah wa al-Jama’ah telah saya utarakan pada “Kata Pengantar”. Atau saya juga merekomendasikan sebuah konten dari channel Youtube “Guru Gembul” yang bertajuk “Sunni Syiah. Dua-Duanya Bid’ah”.

Kemudian muncul perntanyaan berikutnya, “Bukankah sikap diam terhadap ajaran sesat sama halnya dengan meridhoi kesesatan tersebut? Dan kami juga ingin para jamaah menjadi orang-orang yang berada di jalan yang benar?”

Bukan begitu, sobat. Penulis bukan menganjurkan untuk bersikap diam terhadap ajaran yang kita nilai bertentangan, bukan pula mengabaikan para jamaah yang mencari ilmu. Namun, dengan merendahkan satu sama lain, hanya akan memperburuk citra di hadapan pengikut yang direndahkan. Sehingga yang seharusnya mampu diajak, menjadi enggan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun