Mohon tunggu...
Dhani Apriandi
Dhani Apriandi Mohon Tunggu... Notaris - Seorang Notaris

Bukan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikmati Hidup di Masa PPKM

3 Agustus 2021   14:23 Diperbarui: 3 Agustus 2021   14:42 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tak dipungkiri lagi, derasnya laju penyebaran Covid-19 di tanah air telah membawa kita kepada fase kehidupan yang krisis. Berbagai kebijakan telah diambil oleh Pemerintah untuk menanggulangi virus ini, tapi hasilnya seolah "berbuah kurang manis".

Akibatnya, masyarakat harus menanggung beban derita yang cukup berat. Sebagian masyarakat terpaksa menutup usaha yang mereka miliki akibat sepinya konsumen. Sebagiannya lagi, terpaksa kehilangan pekerjaan akibat perusahaan tempat mereka bekerja telah gulung tikar.

Salah satu kebijakan penanggulangan virus ini adalah penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM yang hingga saat ini kita rasakan adalah sebuah tindakan represif, yang akhirnya ditempuh oleh Pemerintah untuk mereduksi tingkat penyebaran Covid-19 di tanah air.

Kehadiran kebijakan ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh keprihatinan Pemerintah, karena begitu cepat dan tingginya angka penularan Covid-19 terhadap masyarakat sampai hari ini.

PPKM lahir dari semangat superioritas. Penerapannya bertujuan untuk menyadarkan masyarakat bahwa Covid-19 ini sungguh nyata dan berbahaya. Terlebih, salah satu media penularannya saat ini melalui human to human, maka diyakini bahwa kontak fisik dalam interaksi sosial perlu dibatasi untuk sementara waktu.

Harapannya, agar angka penyebarannya dapat segera menurun. Dan, apabila itu terwujud, maka krisis di berbagai sektor kenegaraan dan kehidupan masyarakat dapat pulih dengan cepat.

Namun, terlepas dari sisi superioritasnya itu, ketika PPKM dilemparkan ke tengah masyarakat, ia mulai menampilkan sisi inferioritasnya. Sisi ini memaksa kita untuk menelan pil pahit yang terasa buruk di tenggorokan.

Mangkraknya produktivitas di satu sisi, dan mati surinya kreativitas di lain sisi adalah efek negatif diterapkannya PPKM. Efek ini telah mengikis sendi-sendi perekonomian masyarakat dengan cepat. Dalam situasi ini, kita dipaksa untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup secara "ngesot".

Efek negatif PPKM tak berhenti di situ saja. PPKM turut menyinggung sisi kebutuhan esensial kita sebagai manusia, yaitu bersosialisasi. Sebagai makhluk sosial, jalinan hubungan antara manusia terhadap manusia lainnya adalah sebuah kebutuhan vital.

Pada dasarnya, kita tidak akan mampu mempertahankan hidup apabila tidak menjalin hubungan dan berinteraksi dengan masyarakat. Demikian karena, kompulsi untuk hidup berkelompok adalah kodrat alami kita sebagai makhluk sosial.

Kendati kebutuhan sosial itu telah mampu dijembatani oleh media sosial. Namun, hal itu dirasa tetaplah "kurang", karena selama sosialisasi berlangsung, kita membutuhkan reaksi fisik dari lawan interaksi berupa ekspresi, impresi dan gestur tubuh yang dapat memberikan nilai-nilai kebahagiaan penuh bagi psikis kita.

Kebahagiaan adalah konsekuensi positif yang berpotensi menumbuhkan semangat dan mengembangkan motivasi kita. Apabila konsekuensi ini tercipta, maka diyakini, produktivitas dan kreativitas akan semakin terpacu dan meningkat. Namun sayangnya, inilah hal yang tak mampu diberikan sepenuhnya oleh media sosial kepada kita.

Meskipun PPKM bagai pil pahit dalam realitas kehidupan kita, tetapi harus diakui bahwa tak ada lagi pilihan lainnya. Sepahit apapun keadaan hidup saat ini, harus dihadapi sekuat tenaga. Apabila tidak, maka sama halnya kita menjerumuskan diri ke dalam kesia-siaan yang lazimnya diwujudkan dengan mengutuk keadaan, sedih berkepanjangan, dan marah tak tentu arah.

Melakukan semua kesia-sian itu tidak akan pernah mengubah fakta yang saat ini sedang terjadi. Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus menyikapinya dengan kepala dingin terlebih dulu, agar kemudian kita dapat menentukan cara untuk menikmati keadaan ini.

Perlunya berkepala dingin

Saya tahu bahwa untuk menghadapi keadaan ini tidaklah mudah. Namun, yang hendak saya sampaikan di sini adalah mengawali semua itu dengan kepala dingin. Artinya, berikanlah waktu sejenak bagi pikiran kita untuk mengevaluasi "apakah melakukan kesia-sian ini adalah pilihan yang tepat?" 

Pertanyaan itu bertujuan untuk mengembalikan kesadaran diri kita setelah terperosok ke dalam jurang keputusasaan. Persuasikan diri kita sekuat tenaga untuk mendaki tebing jurang hingga sampai ke bibirnya meskipun dengan kondisi tubuh terluka parah.

Seneca, seorang filsuf sekaligus penasihat Kaisar Romawi mengungkapkan bahwa, "Kita lebih sering menderita dalam imajinasi daripada dalam kenyataan". Ungkapan ini sejalan dengan realitas kehidupan kita saat ini.

Pada zaman sekarang, kita seringkali terjebak ke dalam perangkap derita yang dengan sengaja kita pasang sendiri. Jebakan ini akhirnya menyebabkan emosi kita mudah tersulut dengan berbagai kejadian yang sangat sepele, misalnya seperti istri yang biasanya membuatkan kopi sepulang kita bekerja, tetapi pada suatu ketika tidak membuatnya karena lupa. 

Umumnya, dalam kondisi tersebut kita akan menggerutu sendiri, atau bahkan meluapkan kekesalan yang dirasakan dengan marah-marah. Padahal, ini adalah masalah sepele, yang sesungguhnya dapat kita selesaikan sendiri.

Ya, kita dapat membuat kopi itu sendiri! Namun, karena kebiasaan: istri selalu menyiapkan kopi sepulang kita bekerja, maka lambat laun pikiran kita menyerap kebiasaan itu sebagai pola yang dianggap relevan, sehingga melahirkan idealitas semu bagi kita.

Akhirnya, ketiadaan kopi dari istri sepulang bekerja mengusik idealitas tersebut. Sehingga, idealitas itu memberontak terhadap hal yang dianggap seharusnya terjadi, tetapi tidak terjadi pada saat itu.

Seperti halnya dalam badai Covid-19 ini. Pola kehidupan kita sebelum merebaknya virus ini adalah idealitas semu bagi kita. Namun, kemudian virus ini hadir dan mengusik idealitas itu, sehingga menyebabkan kita marah tak tentu arah dan terus menerus mengutuk keadaan yang terjadi saat ini.

Padahal, sebenarnya kita masih memiliki pilihan lain yang lebih positif daripada sekadar menjerumuskan diri sendiri ke dalam jurang kenestapaan.

Banyak sekali pilihan positif yang tersedia agar kita dapat menikmati keadaan ini dengan semestinya. Apabila kemudian kita merasa bahwa tak ada lagi pilihan yang tersedia, maka lahirkan pilihan itu!

Namun, apabila kita tak mampu juga melahirkannya, maka berkacalah. Perhatikan sekitarmu, lalu lihat ke bawah, bahwa tak hanya kamu yang sedang diuji oleh keadaan ini. Ini adalah ujian bersama. Banyak orang di luar sana yang bernasib sama dengan kita, bahkan beberapa di antara mereka, ada yang lebih ironis.

Salah satu di antara pilihan positif yang dapat kita lakukan di tengah berlangsungnya PPKM adalah memanfaatkan media sosial untuk mulai berniaga. Di sini, saya hanya sekadar mengemukakan beberapa contoh kecil yang terlintas di kepala saya.

Jenis barang yang dapat diperniagakan melalui media sosial sangat beragam, seperti jajanan pasar, kerajinan tangan dari barang bekas, pakaian sesuai pesanan dan konveksinya, pembuatan frame (bingkai foto, lukisan dan lainnya), dan lain sebagainya.

Selain itu, apabila memiliki pekarangan rumah meskipun sangat kecil atau sempit, maka kita dapat mengintensifkannya dengan Tabulampot. Atau, apabila memiliki sedikit uang lebih, kita dapat menerapkan teknik hidroponik di pekarangan rumah kita.

Namun, khusus untuk dua hal itu, kita sedikit memerlukan ketelatenan, ketekunan serta kesabaran sejak ditanam hingga waktu pemanenannya tiba, sehingga hasilnya berbanding lurus dengan usaha yang telah dilakukan.

Kedepankan Rasa Syukur

Bersyukurlah dengan apa yang kita miliki hingga saat ini. Bersyukur adalah salah satu kunci untuk menikmati hidup, termasuk menikmati keadaan saat ini. Bersyukur adalah wujud terima kasih kita kepada sang Khalik.

Kendati keadaan kita saat ini begitu terseok-seok, tetapi percayalah bahwa Tuhan tak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan yang dimiliki oleh makhluk-Nya. Yakinlah akan hal itu. Lagi pula, sang Khalik adalah dzat yang paling mengenal dan memahami karakteristik dari ciptaan-Nya.

Kita berkonsensus bahwa bersyukur tidaklah mudah dilakukan. Sebagai makhluk fana, kita dapat dengan mudah mensyukuri sesuatu, apabila sesuatu itu mendatangkan keindahan dan kebaikan bagi kita. Sementara, apabila sesuatu itu mendatangkan kejelekan dan keburukan, maka kita cenderung akan mengingkari rasa syukur itu.

Tak mengapa, karena itu adalah kompulsi spontan kita sebagai manusia. Namun patut diingat, bahwa kompulsi ini lambat laun dapat melemahkan mental dan menumpulkan pikiran kita untuk menemukan nilai-nilai kebijaksanaan dalam berbagai macam realitas yang akan menimpa kita di kemudian hari.

Oleh karena itu, sebaiknya kompulsi itu jangan dibiarkan mengalir begitu saja. Mental dan pikiran kita harus selalu diasah agar dapat selalu bermanuver menyikapi berbagai realitas sesuai dengan keselarasan yang dikehendaki oleh sang Pencipta.

Kekuatan mental dan ketajaman pikiran adalah dua hal yang sepenuhnya berada dalam pengaruh kita. Semakin keras kita memengaruhinya, maka semakin kuat pula keduanya memengaruhi keburukan untuk menampilkan sisi-sisi kebaikannya kepada kita.

Sebagai wujud dari rasa terima kasih, maka rasa syukur harus dilakukan dengan terlebih dulu menyadari bahwa betapa masih beruntungnya nasib kita saat ini, karena di luar sana masih banyak orang-orang yang bernasib lebih nahas dari kita, tetapi masih mampu mengemukakan rasa syukur.

Apabila kita masih memiliki uang yang cukup untuk makan, maka itu adalah keberuntungan. Oleh karena itu, berterima kasihlah. Dan, apabila kita hanya memiliki sedikit uang untuk makan seadanya, maka itu juga termasuk keberuntungan. Oleh karena itu, berterima kasihlah.

Kemudian, ketika kita telah kehabisan uang untuk makan sekalipun, tetapi masih berjuang keras untuk mendapatkannya, lalu akhirnya mendapatkannya meskipun lewat pinjaman seorang tetangga atau teman, maka itu masih termasuk keberuntungan. Oleh karena itu, bersyukurlah.

Bahkan, seandainya kita tidak memiliki apapun lagi, tetapi masih mendapat sedikit makanan melalui uluran tangan orang lain, maka betapa masih beruntungnya kita, karena minimal kita masih diberi kesempatan untuk melanjutkan kehidupan hingga esok hari. Oleh karena itu, teruslah bersyukur.

Apapun persoalan hidup yang melanda kita, usahakan untuk terus bersyukur. Dalam setiap hal yang terjadi, niscaya terdapat hikmah yang akan menuntun kita kepada cahaya kebaikan. Cari dan temukan hikmah itu, lalu resapi hingga ke akar-akarnya.

Dalam kata-katanya, Seneca mengungkapkan pula bahwa, "Tak peduli apa yang kamu tanggung, tapi bagaimana kamu menanggungnya". Ungkapan ini adalah sebuah refleksi bagi kita agar fokus pada cara yang tepat untuk menyikapi persoalan hidup yang muncul, misalnya dengan ketabahan. 

Ketabahan adalah salah satu buah manis yang berasal dari pohon rasa syukur. Buah ini bermanifestasi sebagai kekuatan psikis bagi kita untuk mementahkan sisi-sisi keburukan yang bersumber dari cobaan hidup yang berupaya menghantam kita.

Ketabahan adalah aspek yang perlu disemayamkan dalam diri kita. Ketika aspek ini sudah berada dalam diri kita, maka, artinya kita sudah memantapkan diri dan menguatkan hati untuk bertahan dari gempuran berbagai persoalan hidup.

Ketabahan memicu keberanian kita untuk menghadapi berbagai tekanan hidup. Ketika kita memutuskan untuk bersikap tabah, maka kita akan lebih terbiasa menyikapi berbagai persoalan hidup yang datang dengan penuh kesabaran, ketenangan dan tawakal.

"Genggamlah ketabahan dengan erat dan penuh kelembutan, lalu tunggulah ia mulai memancarkan cahayanya. Setelah pancaran cahaya itu memanjakan matamu, maka hiduplah dengan damai bersama dengannya"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun