Mohon tunggu...
Dewi Wulansari
Dewi Wulansari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Psikologi Pendidikan dalam Meningkatkan Potensi Siswa Remaja

16 Mei 2015   05:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:58 2195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Psikologi Pendidikan dalam Meningkatkan Potensi Siswa Remaja

Oleh:

Dewi Wulansari

Abstrak

Pendidikan dinilai memiliki cakupan lebih luas yang meliputi semua usaha yang dilakukan manusia untuk lebih maju dan berkembang, baik dilakukan secara mandiri dan berkelompok dan diselenggarakan diberagam lokasi (di rumah, sekolah, masyarakat, tempat ibadah, lingkungan, atau kombinasi dari berbagai lokasi ini).Tujuan pendidikan adalah menjadikan individu lain (peserta didik) lebih baik. Kegiatan pendidikan (interaksi  pendidik dengan peserta didik) dapat terjadi di dalam maupun di luar sekolah.Pendidikan seperti diketahui adalah kegiatan yang melibatkan interaksi antara manusia dengan manusia maupun manusia dalam proses untuk mengubah perilaku peserta didik melalui materi pembelajaran serta sumber-sumber belajar lainnya. Dengan demikian, kegiatan belajar dan  pengajaran tak lepas dari aktivitas mental dan sosial. Hal ini memunculkan adanya kebutuhan kontribusi dari ilmu psikologi yang bisa menjadi bekal bagi pendidik agar dapat melaksanakan tugas pengajaran dan pendidikan dengan humanis dan baik.Sasaran dari penerapan psikologi pendidikan adalah pada bagaimana membentuk suasana belajar yang efektif.Santrock menyatakan bahwa terdapat dua kandungan utama yang dapat menjadi ukuran efektivitas proses pengajaran; keterampilan dan pengetahuan  profesional serta komitmen, motivasi, dan kepedulian dari pengajar (2010:6).

Kata Kunci: Psikologi Pendidikan, Remaja

Pendahuluan

Mengawali artikel ini, terlebih dahulu perlu dipahami pengertian psikologi. Santrock (2010:2) menjelaskan psikologi sebagai suatu studi ilmiah mengenai proses  perilaku dan mental. Sedangkan menurut Nurihsan (2013) psikologi adalah ilmu  pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Kedua pengertian ini secara jelas mengkaitkan psikologi dengan perilaku. Psikologis berasal dari Bahasa Yunani, psyche yang berarti ”jiwa”, danlogos  yang berarti ilmu. Meski secara harafiah diartikan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan. Akan tetapi hal tersebut dinilai kurang tepat. Mengapa demikian? Karena dalam psikologi yang dikaji adalah manifestasi dari jiwa dalam bentuk perilaku individu ketika berhubungan dengan lingkungannya. Berdasarkan penjelasan inilah maka psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

PENDIDIKAN

Pendidikan merupakan suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup.Seley (Erawati, 2012) membedakan pendidikan (education) dari persekolahan (schooling).Pendidikan dinilai memiliki cakupan lebih luas yang meliputi semua usaha yang dilakukan manusia untuk lebih maju dan berkembang, baik dilakukan secara mandiri dan berkelompok dan diselenggarakan diberagam lokasi (di rumah, sekolah, masyarakat, tempat ibadah, lingkungan, atau kombinasi dari berbagai lokasi ini). Dengan demikian  pendidikan adalah proses kontinyu yang dimulai sejak individu lahir dan akan berhenti ketika individu tersebut tuutp usia. Sedangkan pengertian sekolah jauh lebih sempit, karena mengacu pada proses edukatif yang terjadi pada periode tertentu di bawah bimbingan pengajar. Berdasar penjelasan di atas bisa dikatakan jika pendidikan merupakan tuntunan, arahan, dan pandangan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada individu atau kelompok lain. Tujuan dari bimbingan dan arahan tersebut adalah menjadikan individu lain (peserta didik) lebih baik. Kegiatan pendidikan (interaksi  pendidik dengan peserta didik) dapat terjadi di dalam maupun di luar sekolah.

Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dipahami ilmu kependidikan yang didukung dengan keilmuan lain khususnya dari psikologi. Pendidikan seperti diketahui adalah kegiatan yang melibatkan interaksi antara manusia dengan manusia maupun manusia dalam proses untuk mengubah perilaku peserta didik melalui materi pembelajaran serta sumber-sumber belajar lainnya. Dengan demikian, kegiatan belajar dan  pengajaran tak lepas dari aktivitas mental dan sosial. Hal ini memunculkan adanya kebutuhan kontribusi dari ilmu psikologi yang bisa menjadi bekal bagi pendidik agar dapat melaksanakan tugas pengajaran dan pendidikan dengan humanis dan baik. Salah satu keilmuan yang diperlukan oleh pendidik adalah psikologi pendidikan (Erawati, 2013).

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Santrock (2010:2) menjelaskan psikologi pendidikan sebagai berikut; ‘Educational psychology is the branch of psychology that specializes in understanding teaching and learning in educational settings. Educational psychology is a vast landscape that will take us an entire book to describe.’ Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang khusus mengkaji  pemahaman pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan dan memiliki cakupan yang sangat luas. Nurihsan (2013) menyatakan bahwa peran psikologi pendidikan sangat strategis dalam mengembangkan tenaga pendidik yang berkualitas. Psikologi  pendidikan merupakan psikologi terapan yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah terkait dengan dunia pendidikan. Di dalam psikologi pendidikan dikembangkan teori dan penelitian yang penting bagi peningkatan psikologi belajar pengajar. Mengajar adalah proses interaksi antara pengajar dan peserta didik yang didalam  prosesnya terjadi transfer pengetahuan. Pengetahuan yang ditransfer ini diharapkan akan  bermanfaat bagi pserta didik. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa disamping transfer  pengetahuan, proses interaksi ini juga mengandung dorongan positif dari pengajar kepada  peserta didik agar apa yang dipelajari bisa mengubah perilaku ke arah yang lebih baik. Dengan demikian pengajar kecuali sebagai sarana peralihan ilmu juga sebagai panduan bagi  peserta didik.

Peran penting ini seharusnya ditanggapi dengan kinerja pengajar yang positif sehingga bisa menjadi contoh bagi peserta didik. Santrock mengatakan bahwa mengajar adalah gabungan antara seni dan ilmu, dan pengalaman dalam menggabungkan keduanya akan menjadi kunci sukses seorang pengajar (Santrock, 2010:4). Dari sisi seni, psikologi pendidikan mengharuskan pengajar untuk bersikap spontan dan rutin melakukan improvisasi. Kekakuan di dalam pengajaran akan menyebabkan siswa tidak tertarik. Sedangkan dari sisi keilmuan, psikologi pendidikan memberikan arahan bagaimana menjalankan proses pengajaran yang efektif. Penggabungan seni dan ilmu disini berarti penerapan pengajar atas pengetahuan proses belajar yang efektif dengan disesuaikan pada kondisi kelas yang dikelolanya serta disesuaikan dengan latar belakang pengetahuan dan  pengalaman pengajar dan masing-masing peserta didik.

Disinilah letak kebijaksanaan seorang tenaga pengajar di dalam mengelola suasana yang kondusif untuk memotivasi peserta didik. Pada akhirnya sasaran dari penerapan psikologi pendidikan adalah pada bagaimana membentuk suasana belajar yang efektif. Santrock (2010:6) mengatakan bahwa bentuk pengajaran yang efektif sangat beragam, tidak ada satu cara yang bisa dikatakan paling tepat. Hal ini disebabkan karenanya variasi dari pengajar dan peserta didik (budaya, kemampuan, sosial ekonomi, motivasi). Oleh karena itu pegajar perlu menguasai berbagai variasi strategi ketika menerapkan psikologi pendidikan tersebut. Santrock selanjutnya membagi dua kandungan utama yang dapat menjadi ukuran efektivitas proses pengajaran; keterampilan dan pengetahuan  profesional serta komitmen, motivasi, dan kepedulian dari pengajar (2010:6).

Pengajar yang efektif menguasai materi yang diajarkannya dan juga menguasai teknik serta keterampilan mengajar. Pengajar efektif tahu bagaimana memilih strategi pengajaran dan penerapannya dalam mengelola kelas. Disamping itu mereka juga bisa memotivasi peserta didik serta mampu berkomunikasi efektif dan menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan peserta didik yang memiliki berargam latar belakang. Satu tambahan lagi adalah kemampuan pengajar dalam menguasai dan menerapkan sarana teknologi yang mendukung proses belajar di kelas (Santrock, 2010:6).

Pengajar yang efektif mengetahui bahwa prinsip-prinsip psikologi pendidikan akan membantu mereka ketika menuntun pembelajaran siswa.Sejarah psikologi pendidikan dimulai oleh John Dewey yang berpandangan bahwa anak adalah pembelajar yang aktif,anak-anak akan belajar dengan sangat baik dengan cara mempraktikannya.Dewey berargumen bahwa anak-anak seharusnya tidak hanya dididik dalam mata pelajaran akademis, tetapi seharusnya mempelajari cara berpikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah, (Santrock, 2012: 3).Saat ini psikologi pendidikan lebih fokus pada aspek sosioemosional kehidupan para siswa, Konteks sosioemosional dari kehidupan anak-anak mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar (Santrock, 2012:5,92).

Berkenaan dengan kontek sosioemosional, ditekankan pentingnya praktik pengajaran yang sesuai dengan perkembangan.Pada Erikson’s stage development, digambarkan delapan rentang kehidupan manusia, setiap tahap terdiri atas tugas perkembangan yang mempertemukan individu dengan sebuh krisis.Semakin berhasil individu menyelesaikan setiap krisis, semakin sehat individu tersebut secara psikologis, (Baker 2013, Santrock 2012:96).Sedangkan menurut Piaget, (Suparno, 2000:80-90), perkembangan anak dilihat berdasarkan proses yang terjadi pada anak-anak ketika mereka membangun pengetahuan, yaitu;skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, ekuilibrasi, dengan tahapan, sensorimotor, praoperasional, operasional konkrit dan operasional formal.Piaget (Suparno, 2000:153) menekankan bahwa, pengetahuan itu dibentuk oleh murid.Murid sendiri yang mengkontruksi pengetahuan.Tanpa keaktifan sendiri membangun pengetahuan, murid tidak akan tahu apa-apa.Tugas pengajar lebih sebagai fasilitator, anak didik harus dibantu aktif, karena pengetahuan dibentuk atau dikembangkan dengan adanya adaptasi antara pikiran manusia dan lingkungannya.

Berbeda dengan Piaget, Vigotsky (Santrock, 2012:62) menyatakan bahwa, fungsi-fungsi mental mempunyai hubungan eksternal atau hubungan sosial.Anak-anak mengembangkan konsep- konsep yang lebih sistematis, logis dan rasional yang merupakan hasil dari dialog bersama orang luar/pembimbingnya yang terampil.Mengenai pentingnnya pengaruh sosial, terdapat konsep ZPD (Zona of Proximal Development) yang terdiri dari batas bawah dan batas atas.Batas bawah adalah tingkat keterampilan yang dapat diraih oleh anak yang dilakukan secara mandiri.Batas atasnya adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak, dengan bantuan seseorang yang lebih terampil,(Vigotsky, 1997:32).

Berkaitan dengan lingkungan menurut Bronfenbrenner (Santrock, 2012:93,94) menyatakan bahwa, anak-anak berkembang dipengaruhi oleh orang-orang yang penting dalam kehidupan mereka (keluarga, sekolah, teman sebaya, tetangga/lingkungan sekitar dll).Siswa yang diberi lebih banyak kesempatan untuk berkomunikasi dan membuat keputusan, baik ketika di kelas atau di rumah, menunjukkan lebih memiliki inisiatif dan mendapatkan nilai yang lebih baik.Oleh sebab itu, pengajar tidak boleh hanya mempertimbangkan apa yang terjadi di dalam kelas, tetapi juga harus mempertimbangkan apa yang terjadi dalam keluarga, kelompok teman sebaya siswa dan lingkungan sekitar.

Psikologi Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang melibatkan perubahan di berbagai aspek kehidupan individu.yang mencakup kematangan fisik/biologis, kognitif, dan sosioemosional.Proses biologis, kognitif dan sosioemosional, merupakan jalinan yang saling terkait satu sama lain Hurlock (1980).

Perubahan fisik/biologis remaja ditandai oleh perubahan tinggi tubuh yang cepat, perubahan hormonal, kematangan seksual yang muncul ketika pubertas, perubahan otak yang memungkinkan kemajuan dalam berpikir.Perubahan kognitif berlangsung dengan meningkatnya berpikir abstrak, idealistik dan logis, remaja mulai berpikir secara egosentris.

Faktor hormon dianggap dapat menjelaskan minimal sebagian dari meningkatnya emosi negatif dan emosi yang berubah-ubah. karenanya remaja juga lebih banyak mengalami perubahan suasana hati dibandingkan waktu mereka masih anak-anak (Santrock, 2007: 22,23). Namun demikian, Gunn & Warren (Wolfe & Mash, 2006:5) menemukan bahwa faktor-faktor sosial menjelaskan dua hingga empat kali lebih besar dari varians depresi dan kemarahan remaja perempuan, dibandingkan dengan faktor-faktor hormonal.

Remaja menurut beberapa ahli/teori (Santrock, 2007,2011,2012; larry et all 1992). dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1

Remaja menurut beberapa ahli/teori

Topik

Psikoanalisis

Sigmund Freud

Proses Kognitif

Jean Piaget

Psikososial

Erik Erikson

Kognitif sosio- budaya

Lev Vygotsky

Tahapan perkembangan

Tahap Genital

Tahap operasional formal

Tahap identitas versus kebingungan identitas

-

Usia

Pubertas dan seterusnya

11-15 tahun

10-20 tahun

-

Pandangan utama

Masa kebangkitan seksual

Berpikir dalam cara yang lebih abstrak, logis dan idealis

Tantangn untuk menemukan siapa mereka, dan bagaimana mereka nanti

Pengetahuan itu kolaboratif

Pandangan mengenai remaja

Kehidupan remaja dipenuhi oleh ketegangan dan Konflik

Remaja mencari berbagai pandangan tentangkarakter ideal yang mereka inginkan. mereka menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji berbagai solusi.

Remaja dihadapkan pada peran baru, jika berhasil dengan peran baru maka diperoleh identitas, jika tidak maka akan kebingungan identitas

Remaja akan mengembangkan kapasitas yang lebih besar untuk memproses informasi, sehingga dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang komplek

Implikasi

Kepribadian memiliki tiga struktur: id, ego dan superego. kepribadian seperti gunung es, sebagian besar berada di bawah tingkat kesadaran

Pertumbuhan kognitif kemungkinan dapat terjadi jika konteksnya terstruktur yang memungkinkan gerakan secara bertahap ke tingkat berikutnya yang lebih tinggi.

Manusia bersifat sosial dan mencerminkan hasrat untuk bergabung dengan manusia lain. Perubahan dalam perkembangan berlangsung sepanjang masa hidup

Pengetahuan tidak disimpulkan dari dalam individu namun dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan berbagai obyek budaya Pengetahuan paling baik dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain dan aktivitas kooperatif

Pada masa pubertas terjadi perubahan dalam kognitif, emosi, dan perilaku. Perubahan-perubahan kognitif, memungkinkan remaja berpikir kritis. Menurut Kuhn (2006:53,54), pada masa remaja terjadi peningkatan kecepatan, otomatisasi dan kapasitas pemrosesan informasi, peningkatan cakupan pengetahuan, peningkatan kondisi yang memadai untuk lebih meningkatkan strategi inquiry dengan masalah lingkungan yang luas yang mampu mereka gunakan, mampu mengarah diri untuk menjawab pertanyaan atau mengerti cara menemukan jawaban, dan meningkatnya kemampuan membuat keputusan, merencanakan dan membuat penilaian.Namun demikian jika remaja kurang mengembangkan keterampilan dasarnya di masa anak-anak, maka dimungkinkan kurang mengembangkan pemikiran kritis di masa remaja.

Perubahan kognitif dipengaruhi oleh perkembangan otak.Jumlah dan ukuran ujung syaraf otak terus bertambah setidaknya sampai masa remaja.otak anak terlihat mengalami perubahan anatomi yang substansialantara usia 3 -15.Otak remaja berbeda dengan otak anak dan otak orang dewasa, serta otak remaja masih terus berkembang (Keating 2004, dikutip dari buku Santrock, 2012:45).

Perbedaan dengan masa anak-anak karena perkembangan daerah-daerah yang melibatkan emosi dan fungsi kognitif.Amigdala adalah otak yang menangani pemrosesan emosi, sedangkan prefrontal sangatlah penting dalam fungsi kognitif tingkat paling tinggi.Amigdala matang lebih awal dari pada kortek prefrontal.Ini berarti bahwa daerah otak untuk mengerem perilaku yang berisiko dan impulsif, masih dibentuk selama masa remaja Santrock (2012:45).Struktur otak setiap saat merupakan produk interaksi antara genetic, epigenetic, dan faktor lingkungan.Tekanan terjadi saat individu berkembang dengan ketidaksesuaian antara kapasitas dan tuntutan lingkungan yang menghasilkan kompensasi tanggapan dan perilaku fisiologis yang seiring waktu akan berdampak pada struktur otak (Giedd et al. 2006:723). Ketidaksesuaian dalam perkembangan inimungkin bertanggung jawab atas meningkatnya pengambilan resiko dan munculnya masalah lain di masa remaja (Santrock, 2012:45).

Perubahan hormonal dan pengalaman lingkungan terlibat dalam perubahan emosi di masa remaja.Di masa remaja, individu cenderung lebih menyadari siklus emosionalnya.Meningkatnya kemampuan kognitif dan kesadaran dari remaja dapat mempersiapkan mereka untuk mengatasi stres, dan fluktuasi emosinal secara lebih efektif.Namun remaja yang tidak mampu mengelola emosinya secara efektif, akan rentan mengalami depresi, kemarahan, sehingga dapat memicu munculnya kesulitan akademis, kenakalan remaja atau gangguan makan (Santrock, 2012:202)

Ketika remaja mendekati tuntutan masa dewasa, maka mereka harus belajar untuk menerima tanggung jawab penuh untuk diri mereka sendiri hampir setiap dimensi kehidupan. Ini mengharuskan penguasaan banyak skill baru dan cara-cara masyarakat orang dewasa (Bandura, 1997:177).Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial.Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dan orang dewasa diluar keluarga dan sekolah.Untuk itu seorang remaja perlu memahami bagaimana orang lain melihat keterampilan mereka dan lebih baik dapat membedakan antara upaya dan kemampuan, sehingga persepsi dirinya akan lebih baik (Harter, 1999:62).

Pada masa remaja tugas yang tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penilaian sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1980:213).

Dalam hubungan-hubungan teman sebayalah mereka meluaskan pengetahuan diri sendiri mengenai kapabilitas-kapabilitas mereka (Bandura, 1994).Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga.Hal ini karena keinginannya yang besar untuk dapat diterima oleh kelompoknya. (Hurlock, 1980:213).

Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan yang kepadanya ia dapat mempercayakan masalah-masalah dan membahas masalah-masalah yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua maupun guru (Hurlock, 1980:215).

Berkaitan dengan mastery experiences, remaja mengamati tugas yang ditampilkan rekannya. pengamatan berhasil dangagaldari rekan yang setara kemampuannya berkontribusi pada keyakinan kemampuan dirinya (Jika diadapat melakukannya, maka aku juga bisa) (Pajares, 2005:346).Karena teman sebaya berfungsi sebagai pengaruh utama dalam pengembangan dan validasi keyakinan dirinya maka hubungan-hubungan teman sebaya yang terganggu atau tidak berkembang dapat mempengaruhi perkembangan keyakinan personal.Pemahaman yang rendah akan keyakinan sosial diri nantinya dapat menciptakan hambatan-hambatan internal untuk hubungan-hubungan teman sebaya yang baik.

Remaja cenderung untuk memilih teman yang memiliki nilai sistem dan norma perilaku yang serupa.Konsekuensinya, remaja dengan siapa mereka bergaul akan lebih menjunjung tinggi standar perilaku mereka, lebih banyak menumbuhkan pertentangan keluarga(Bandura, 1997:177).Pada remaja, beberapa keyakinan diri (yang baik ataupun yang buruk) sudah mengakar kuat.seperti perilaku buruk, keyakinan yang tidak tepat menjadi kebiasaan buruk dalam akal dan pikiran yang sulit untuk dirubah, meskipun penjelasan yang benar sudah disampaikan pada mereka (Pajares, 2005:354).Saat keyakinan dapat diidentifikasi lebih awal, para remaja dapat dibantu untuk mengembangan pemahaman yang lebih baik tentang potensi mereka untuk berhasil sesuai jalur yang diinginkan.Sebagai permulaan, siswa harus belajar bagaimana memilih dan menyusun seting lingkungan sedemikian rupa agar kondusif untuk belajar (Bandura 1997: 228).demikian pula, guru harus juga mengajarkan siswabagaimana menyediakan bantuan kepada teman sekelas mereka.Siswa biasanya satu dengan lainnya mencari bantuan lebih banyak dibandingkan mereka mencari bantuan dari guru (Pajares, 2005:358).Keyakinan diri akan kemampuanyang tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam melakukan tugas dan kegiatan yang sulit. Sebaliknya, orang yang meragukan kemampuan dirinya, mereka bisa percaya bahwa sesuatu itu lebih sulit daripada yang sesungguhnya (Zimmerman, 2002:68).

Keyakinan diri akan kemampuannya berdampak pada keputusan remaja untuk menerima atau menolak suatu tugas tertentu. Keyakinan diri akan kemampuannya juga membantu menentukan sejauh mana usaha yang akan dikerahkan orang dalam suatu aktifitas, seberapa tekun mereka akan menghadapi situasi yang sulit.Orang akan lebih positif mengerjakan tugasnya jika mereka yakin bahwa mereka akan berhasil.Orang akan menghindari atau menurunkan upaya dalam melakukan tugas jika mereka tidak yakin akan berhasil.Dengan kata lain Keyakinan diri akan kemampuannya, dimana mereka yakin akan berhasil, mereka akan berupaya sekuat tenaga agar berhasil.(Shunk & Meece, 2006:72).

Meningkatkan Potensi Siswa

Keyakinan akan kemampuan seseorang berdampak pada orang tersebut dalam memilih tujuan dan komitmennya.Semakin mampu dia menentukan kemampuannya sendiri, semakin menantang tujuan yang mereka tetapkan untuk dirinya (Bandura, 1995:219).Keyakinan akan kemampuannya tidak hanya berpengaruh terhadap tujuan yang mereka tetapkan sendiri, tetapi juga berpengaruh dalam reaksi evaluasi terhadap penampilan mereka sendiri.(Bandura, 1995:221).Tujuan jangka panjang adalah hal yang diperlukan dalam kehidupan, namun akan sulit memotivasi remaja, tujuan jangka pendek membuat tugas menjadi tampak lebih mudah dikelola dan meningkatkan keyakinan diri (Pajares, 2005:357).

Selanjutnya Bandura(1997:87) menyatakan, membandingkan penampilan siswa dengan tujuan yang telah ditetapkan untuk siswa, ini lebih baik daripada membandingkan siswa dengan siswa yang lainnya atau membandingkan siswa dengan rata-rata kelas.Selanjutnya beberapa strategi lainnya menurut Margolis and McCabe (2006:223), antara lain:

1)model sebaya

Siswa dapat belajar dengan melihat rekannya yang berhasil melaksanakan tugas.

2)Ajarkan strategi belajar yang spesifik

Beri siswa rencana yang nyata untuk siap mengerjakan tugas, dari padahanya menjadikan mereka santai.Hal ini dapat diimplementasikan untuk keseluruhan keterampilan belajar, seperti mempersiapkan ujian, untuk mengerjakan tugas atau proyek tertentu.

3)Memanfaatkan minat siswa

Pengelompokkan materi ajar atau konsep sesuai keinginan dan minat siswa.Seperti olahraga atau teknologi

4)Ijinkan siswa untuk membuat pilihan sendiri

Menyiapkan beberapa area program yang memungkinkan siswa untuk membuat keputusan sendiri, seperti dengan penilaian yang fleksibel, pilihan penyerahan tugas atau tanggal jatuh tempo yang ditentukan sendiri.

5)Semangati siswa untuk mencoba

Beri siswa secara konsisten, kepercayaan dan dorongan yang spesifik, seperti: “Anda dapat melakukan ini.Kami telah menyiapkan sebuah kerangka untuk bagaimana menulis laporan laboratorium dan jadwal tentang apa yang harus dilakukan setiap minggu, sekarang ikuti rencananya dan anda akan sukses.

6)Secara berkala berikan umpan balik

Memberikan pujian dan semangat sangatlah penting, namun demikian semua harus dapat dipercaya.gunakan pujian saat terjadinya dan hindari pujian yang berlebihan/hiperbola. Berikan umpan balik pada penampilan siswa, bandingkan dengan penampilan sebelumnya, jangan membandingkan siswa dengan siswa lain.

7)Memberikan dorongan dengan atribusi yang tepat

Membantu siswa untuk memahami bahwa mereka tidak gagal karena mereka bodoh, tetapi mereka gagal karena mereka tidak mengikuti instruksi, mereka tidak meluangkan cukup waktu untuk mengerjakan tugas, atau mereka tidak menindaklanjuti strategi pembelajaran.

Daftar Pustaka

Bandura A. (1994). Self Efficacy. In V.S. Ramachaudran (Ed), Encyclopedia of Human Behavior (vol. 4, pp.71-81). New York; Academic Press.

Bandura A. (1997). Self Efficacy, The Excercice of Control. USA: W. H. Freeman and Company.

Pajares F. (2005). Self Efficacy During Childhood and adlescence.Implication for Teacher and Parents. 339-367.[Online]. Available at:http://www.emory.edu/EDUCATION/mfp/eff.html.2002. dan http://www.uky.edu/~eushe2/Pajares/eff.html.

Margolis,H.,& McCabe,P.P (2006). Improving Self efficacy and Motivation: What to do, What to Say. Intervention in school and Clinic, 41(4), 218-227. [online]. Available at: http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&frm=1&source=[Des 2013].

Nurihsan, Juntika (2014). Materi Seminar Peranan Psikologi Pendidikan dalam Mengembangkan Potensi Siswa.

Santrock, John W. (2010).  Educational Psychology , 5th Edition. McGraw Hill:New York Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan  Nasional.

Santrock J.W (2007) Remaja. Jilid satu,edisi kesebelas. Jakarta. Erlangga

Zimmerman B.J (2000).Self efficacy and Essensial Motive to Learn.Contemporary Educational Psychology 25,82-91 (2000) [Online]. Available at:http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun