Waktu saya melihat di sungai desa di pinggiran sawah, sudah terlihat sampah plastik yang sedang terapung di sana! Padahal, sampah-sampah itulah yang justru akan mengantarkannya ke samudera, sesuai dengan apa diajarkan ke sekolah; "sungai-sungai akan bermuara ke laut".
Tak hanya itu! waktu berwisata di pantai yang terletak di desa di daerah selatan, masih saja ada sampah plastik yang mengapung di laut, sehingga diriku memungutinya, dan membuangnya.
Oh ya, jika kalian melihat dari data yang dihimpun dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia dan Badan Pusat Statistik, sebanyak 64 juta ton sampah dibuang setiap tahun, 3,2 juta ton di antaranya, dibuang ke laut! Miris.
Kalau begitu, sebenarnya apa sih yang dihadapi desa-desa gara-gara sampah plastik? Dari 83.931 daerah setingkat desa saja di kepulauan Nusantara ini, banyak di antaranya yang berdiam di pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.
Ingatlah, cukup dengan plastik saja, desa di pedalaman atau di pinggir pantai, sudah berubah menjadi sangat berbeda. Kemolekannya jadi ternoda.
***
Sebenarnya, bisa kok membawa tas belanjaan dari kain ke mana-mana, ke warung, toko, pasar, maupun di minimarket. Hanya saja, butuh kedisiplinan dan kesadaran, bukan?
Kalau mau lebih efektif lagi, bisa kok dibuat peraturan atau kebijakan tentang pelarangan kantong plastik di desa-desa. Tapi, bukan pemerintah desa atau kecamatan yang memutuskan, ya. Kembalikan saja ke Pemerintah Kabupaten atau Provinsi!
Itu semua, memang tergantung pemimpinnya sih. Mau mengasihi lingkungan atau membiarkan daerahnya disesaki oleh sampah.
Ngomong-ngomong nih, mumpung musimnya Pilkada. Diriku berharap ada calon kepala daerah yang peduli sama isu lingkungan (lewat debat via televisi tentunya, seperti yang dicontohkan lewat Pilpres), jangan berfokus pendidikan dan kesejahteraan rakyat doang!
Apa kalian gak tahu, daerah kalian adalah bagian dari bumi itu sendiri, yang dituntut untuk merawatnya, bahkan oleh seorang pemimpin sekalipun?