Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

"Semenjak Ada Korona, Angkutan Umum di Desa Jadi Sepi"

7 Juli 2020   00:32 Diperbarui: 7 Juli 2020   17:11 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: KOMPAS.com/NURSITA SARI 

Akhir-akhir ini, kok malah jadi sepi...

Memasuki masa new normal, rasanya ada yang aneh. Dulu, saat pergi ke pasar di kampung sebelah, saya selalu dapat mobil angkot dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tapi sekarang?

Seperti itulah yang kualami saban kemarin. Tepatnya, kira-kira 1800 detik berlalu dalam bentuk menunggu, malah enggak dapat angkot ke arah utara. Ya, pasar itu tadi!

Setelah tak ada lagi kesabaran yang tersisa, langsung berpaling ke kampung sebelah yang lebih jauh. Dua kali lipatnya dibanding jarak antara rumahku dan pasar yang tepat 1 km, demi dapat bahan buat memasak, iyalah.

Ternyata, lebih banyak kutemui angkot menuju kota dan melewati kampung tetangga tersebut, meskipun, tidak selalu didapat dengan manis. Buktinya, waktu ke kota, saya harus menunggu angkot yang lamaaaa sekali!

Oh ya, sebagai tambahan, karena desa saya dibelah oleh jalan raya, berarti ada akses untuk menuju ke manapun. Beruntungnya lagi, ada angkutan umum yang lalu lalang; berpangkal di terminal kota, bisa menjangkau beberapa desa di kecamatanku termasuk desaku, sampai kecamatan tetangga.

Walaupun begitu, tetap saja keadaannya tak seindah dulu. 

Menurut keterangan dari supir angkot yang kutemui, memang sejak bulan Maret saat pagebluk COVID-19 merambah ke daerah saya, banyak orang yang berdiam #dirumahaja, sehingga kegiatan angkot di kota jadi sepi, jadi nyata. Akibatnya, bisa berimbas pada angkot di desa.

Tak hanya itu saja! Sebelum pandemi ini ada, jumlah penumpangnya sudah terkikis sedikit demi sedikit.

Benar saja, dewasa ini jalan untuk mendapatkan sepeda motor semakin mudah. Tinggal bayar angsuran sekian ratus ribu selama berbulan-bulan, sudah. Yah, apalagi biar lebih mudah menjangkau tanpa bersusah payah harus menghabiskan tenaga?

Dan, manfaatnya semakin terasa ketika virus SARS-CoV-2 mencengkram hampir seisi dunia. Mau ke mana-mana jadi tambah aman, toh ini barang pribadi kok.

Bandingkan dengan naik angkot, mau physical distancing sesuai ajaran WHO jadi susah, malah nyatanya, dempet-dempetan!

Ditambah, bisa jadi di angkot ada virus korona ketujuh dalam sejarah, menempel di permukaan, atau bahkan, lewat orangnya sendiri yang terjangkit virus yang sempat disebut 2019-nCoV tanpa disadari. Jadi, harus ekstra waspada, ya!

Itulah kenapa, pada saat ini, lebih banyak warga desa yang keluar rumah pakai motor!

***

Terus, bagaimana nasib orang yang menggantungkan perjalanan lewat angkot, baik karena tidak bisa naik motor atau harus bawa banyak barang belanjaan (umumnya buat berdagang) sampai ke rumah?

Sebenarnya sih, bisa diakali, bahkan di angkot yang ukurannya kecil dibanding bus, sehingga susah diajak untuk beri tanda jarak secara maksimal. Pernah diriku lihat status di Twitter tentang cara atur jarak di angkot, dan fotonya seperti ini:

Entah mujur atau tidak, ini bisa dicoba! 

Akan tetapi, kalau misalnya harus angkut belanjaan dari kota untuk berdagang di desa, mau tak mau harus diatur penempatannya gimana, jangan sampai partisi angkot untuk jaga jarak, malah rusak.

Apalagi barang belanjaan ukurannya guede dan berat lagi, misalnya dibungkus dengan karung.

Penumpang yang naik angkot juga iya, harus dibekali dengan perlindungan ekstra, pakai masker! Seperti itulah yang pernah dikatakan oleh dr. Reisa Broto Asmoro, mewakili Tim Komunikasi dari Gugus Tugas COVID-19. Itupun kalau terpaksa naik, ya!

Selama tetap patuh protokol kesehatan yang lain seperti rajin cuci tangan atau usap penyanitasi tangan setiap waktu, serta menahan diri dari menyentuh wajah, niscaya tak ada yang dikhawatirkan dari tubuh kita.

Hmmm, iya sih. Namun, lebih dari itu. Jalanan yang tak lagi diramaikan dengan angkot, membuat kalian harus berpikir untuk menuju ke sana tanpa mengandalkannya.

Kalau kalian bisa naik motor atau mobil pribadi, OK, silakan! Yang tidak bisa menguasai kendaraan bermotor, kalian bisa minta tolong ke kerabat atau teman untuk mengantarkannya.

Tapi, kalau kalian tak ingin repot, bisa ditempuh dengan melangkahkan kaki. Apalagi kalau jaraknya gak jauh-jauh amat. Terlebih lagi, ke pasar yang berjarak 1 km yang terkadang sering dikeluhkan, harusnya jadi tantangan untuk bisa menaklukannya!

Masih bingung juga mau berjalan? Ajak teman untuk mengobrol, sehingga waktunya tidak terasa lama begitu menginjak tempat tujuan. Namun, yang sendiri tidak berarti tak asyik, lho.

Hafalkan jalan yang tepat yang kira-kira bisa dilalui, apalagi jalan dalam desa yang begitu ramah untuk bersepeda dibanding jalan raya. lebih bagus lagi jika diselingi alam terbuka, iya gak?

Itu yang harus kalian lakukan kalau ingin kegiatan berjalan atau bersepeda ke tujuan menjadi obat antibosan, plus manfaat kesehatan bakal bertambah-tambah.

Bukan tidak mungkin, bisa berlepas diri dari angkot yang tak lagi bisa diandalkan semenjak pandemi COVID melanda.

Jadi, kenapa harus bingung kalau angkot di desa tak lagi bisa melayanimu?

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun