Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Memangnya Salah, Jika Saya Menulis Bukan Karena Uang?

23 Maret 2018   10:47 Diperbarui: 26 Maret 2018   12:15 1957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Shutterstock

Hmmm, jika ditanya saya menulis lalu nggak ada bayaran, apa enggak rugi?

Nah, jika saya renungkan ke belakang, nyesel nggak sih diriku menulis tiga ratusan artikel sebelum program rewards diperkenalkan? Jawabannya, nggak ada ruginya, malah. Tak sia-sia saya melewati tiga tahun ke belakang untuk belajar menulis, biar bisa menapaki karier di sini dengan lebih baik.

Tapi, yah, untuk zaman sekarang ini, hal ini pasti dipandang rendah bagi kebanyakan orang. Kenapa? Mereka memandang apa yang dikerjakan selalu dinilai dari materi. Tak heran, bahkan untuk kalangan tetangga dan kerabat saja, pasti pilih kuliah yang "menjanjikan" biar ke depannya bisa meraih penghasilan yang lebih besar.

Tak terkecuali, ya menulis. Bagi yang tak mengerti, mereka pasti berkata: "Nggak ada manfaatnya, buang-buang uang! Mengapa sih tak dicari pekerjaan yang memberikan gaji yang pasti?"

Ah, miris jadinya. Di zaman materalistis kayak gini, pilihan akan gaji tinggi memang bisa mengalahkan passion. Pasti disingkirkan atau setidaknya, dinomorduakan. Padahal, ini sebenarnya pilihan yang tidak bijak, jika ingin lebih bahagia saat bekerja.

***


Oke, sebelum lanjut di pembahasan. Memang wajar kalau kita ingin mendapatkan pekerjaan, apa pun bidangnya (asalkan halal, ya!). Dan mendapatkan uang, adalah salah satu tujuannya. Karena, di dunia ini, di mana-mana butuh uang untuk memenuhi kehidupan. Dan sesuatu yang gratisan, itu pasti hampir tak ada, bukan?

Sayangnya, seperti yang saya jelaskan di atas, banyak yang mendamba pekerjaan yang bergaji tinggi. Tak mau kalau bekerja dulu dari tingkat bawah, dengan gaji rendah---malah nggak dibayar sama sekali. Adakah mereka yang seperti itu?

Apalagi kalau pekerjaannya adalah menulis. Ada kok, yang saat menapaki awal kepenulisannya, ingin segera (bahkan, secepatnya) mendapatkan penghasilan, dimuat di media massa, atau buku yang dijualnya meraih best-seller. Ah sudahlah, buanglah jauh-jauh pandangan itu!

Kenapa? Saya jadi teringat, apa yang kubaca di buku I Love Monday karya Arvan Pradiansyah. Di mana, beliau membagi tiga golongan orang yang bekerja:

Pertama, orang yang mencari pekerjaan hanya untuk mendapatkan uang. Ya, cuma uang, nggak ada tujuan lain! Kalau seperti itu, gimana mereka bisa bahagia? Yah, itu pun kalau bahagianya pas akhir bulanan saat menerima gaji. Selain dari itu, pekerjaan yang dilakoni akan dibayangi tugas tiada henti yang mungkin, tak disukai. Kalau tak ada masalah, barulah itu kabar baik!

Kedua, orang yang tidak menolak pekerjaan. Ya sih, memang bekerja untuk menyelesaikan masalah. Tapi, mereka tak mau mencari masalah di tempat pekerjaannya. Mereka, sudah puas kalau bekerja sesuai apa yang sudah dikuasainya (dengan kata lain, ilmunya itu-itu aja).

Nah, kalau golongan kedua ini terjadi di dunia kepenulisan, waaah ini berbahaya sekali. Mengapa? Ya, kalian bayangkan sendiri! Kalian menulis satu tema artikel, lalu tema itu berulang-ulang setiap minggunya, apa yang terjadi terhadap audience alias pembacanya? Membosankan, dan bahkan pembaca tak bergairah lagi membaca tulisan yang kalian tayangkan.

Lebih-lebih kalau hal ini terjadi pada penulisnya sendiri, puas dengan tulisan dengan tema yang sama "berulang-ulang" tanpa mencari permasalahan dan tema tulisan baru, sama saja dengan "menghina" kemampuan sendiri.

Kenapa?

Bukankah kita diberi akal pikiran untuk selalu berkembang jika diberi kesempatan untuk belajar memecahkan permasalahan yang baru? Dan, ketika pikiran itu dibiarkan tak bertumbuh, sama saja, kita tak mensyukuri anugerah Tuhan yang dilimpahkan-Nya kepada kita, bukan?

Lalu, apa yang harus dilakukan?

Kita harus mencontoh golongan yang ketiga. Yup, orang yang mencari pekerjaan.

Mengapa ya, bukan upah yang dituju dalam pekerjaan? Alah, ini 'kan urusan nanti!

Karena, sesungguhnya hal yang paling utama bukanlah berapa penghasilannya, bergaji besar atau kecil, bukan itu! Tapi, bagaimanakah mereka mendapatkan pekerjaan sebagai langkah awal untuk membangun kemampuannya untuk mencari uang. Masalah---yang sering kali dihindari banyak orang---justru menjadi semacam "buruan" baginya untuk memecahkannya, karena hanya dengan cara itulah, kemampuan mereka akan berkembang.

Mereka, tak menolak untuk mengambil pekerjaan walaupun gaji yang diterima ini sangat kecil---bahkan enggak dibayar, malah. Yang terpenting, dia bisa mendapatkan ilmu yang banyak, kemampuan dan pengalaman menjadi meningkat dan beragam, serta permasalahan baru setiap saat. Nah, itulah yang dimaksudkan sebagai profesional sejati.

Jadi, kalau begitu, apa salahnya kalau saya menulis bukan karena uang, bahkan tak dibayar sepeserpun?

Memang tak salah, kok. Yah, walaupun memang  ada penulis yang sengaja menulis sekalian dapat gaji, itu bukanlah hal yang dilarang. Tapi... eitsss, tunggu dulu!

Karena yang paling penting, sekali lagi, bukanlah berapa gajinya, yang penting proses pembelajarannya! 

Ya, itulah yang harus mereka dalami dan "hayati" biar bisa menguasai keterampilan dalam pekerjaan, termasuk dalam menulis. Bahkan, saat dapat ide menulis yang tak sederhana, sebenarnya adalah "masalah" yang lagi-lagi, menjadi "ladang" bagi mereka untuk segera dicari jalan keluarnya.

Terus, caranya bagaiamana, ya? Tentu saja mencari dan membaca referensi yang berkaitan dengan hal itu! Dan, gara-gara hasil membaca itulah, terus diterapkan dalam masalah yang akan dituliskan, kita juga semakin berkembang dari waktu ke waktu karena tambahan pengetahuan dan wawasannya, yang berpengaruh dalam peningkatan kemampuan dan kualitas diri kita.

Jadi, kalau kita bandingkan, tulisan dari si A yang ilmunya itu-itu saja tanpa mau memecahkan masalah baru, dengan tulisan dari si B yang selalu menangani masalah dengan terus belajar, siapakah yang kualitas karyanya paling baik? Pastinya, yang dari si B, bukan?

Karena itulah, tak perlu takut kalau kita (terlanjur) menulis, terus nggak dibayar. Anggaplah, hal ini adalah latihan untuk membangun kemampuan menulis yang berkualitas. Jangan mengeluh, apalagi galau terhadap proses pembelajaran menulis!

Sebab, yakinlah kemampuan ini akan berguna untuk menapaki kepenulisan yang lebih tinggi, misalnya blog competition. Tulisan yang hendak dilombakan tentunya harus bermutu, bukan? Nah, kalau sudah terbiasa menulis yang berkualitas, niscaya saat ikutan lomba, kita akan terdorong untuk menuliskan, terus menyuguhkan artikel yang terbaik agar bisa menang!

***

Tuh, bagi yang selama ini menulis demi imbalan yang berupa uang, harusnya harus sadar diri nih. Memang tak ada salahnya kita menulis bukan karena uang, bahkan tak dibayar sama sekali. Karena, walaupun dari sisi materi harus mengorbankan sebagian uangnya, justru yang didapat adalah yang paling berharga dalam hidup, apa itu?

Yup, kesempatan mengasah keterampilan merangkai kata-kata dan memecahkan masalah dalam proses menulisnya, biar kita bisa berkembang sebagai penulis hebat di mata pembaca, bukan?

Dan, ternyata motifnya tak hanya itu, lho! Ada yang menjadikan sarana untuk berbagi dengan pengetahuannya---meskipun orangnya sudah mapan. Istilah lainnya, sedekah ilmu. Ada juga yang menulis sebagai terapi jiwa dan penyakit tertentu.

Nah, apa pun dorongannya, harusnya menulis itu---sekali lagi---tidak semata demi uang! Melainkan, "melayani" sesama dengan pengetahuan yang baik. Dan, bukankah hal itu akan mencerahkan kita selaku manusia, iyaa nggak?

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun