1. Ekstrakurikuler yang Berkaitan dengan Praktik Berbahasa, Harus Tersedia
Di Sekolah, hari dan jam pelajaran Bahasa Indonesia terdiri dari tiga pertemuan (kalau tidak salah) dan berlangsung selama dua jam. Jelas saja, untuk mengembangkan kecerdasan berbahasa bagi anak tertentu tidaklah cukup, bukan? Oleh karenanya, sekolah perlu untuk mendirikan sebuah ekstrakurikuler yang bisa mengembangkan keterampilan berbahasa. Jadi, yang merasa punya bakat linguistik sepertiku, tidak akan kebingungkan, iyaa 'kan?
Oh ya, kalaupun sudah ada, pembina eksul yang berlatarbelakang guru bahasa harus tetap dilibatkan juga ya, agar keterampilan menulis yang benar bisa dijaga dan terhindar dari penyakit copas.Â
2. Ciptakan Iklim Belajar yang Menyenangkan
Apapun pelajarannya, jika gaya dan iklim belajar yang diciptakan seorang guru saat menjelaskan materi pelajaran bikin para siswa ceria bergembira, ilmunya akan diterima oleh pikiran dengan senang hati. Apalagi pelajaran bahasa Indonesia! Kalau tidak, bagaimana mungkin kita bisa memahami bahasa persatuan itu?Â
Saya pernah membaca buku "Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza" karya Pak Hernowo. Di dalam buku itu, ada beberapa metode pembelajaran Bahasa Indonesia yang layak dijadikan contoh. Misalnya, di dalam kelas tempat pak Hernowo mengajar, beliau menganjurkan para siswanya untuk rajin menulis di buku harian. Tujuannya, untuk "melemaskan otot otot" menulis sehingga merangkai kata pun sudah terbiasa. Termasuk pas pelajaran tentang puisi, diiringi oleh musik, jadi penghayatan syair tambah lebih asyik!
Oh ya, dalam praktik menulis, sebaiknya dibiasakan menggunakan kata padanan juga kata baku yang benar, dalam tulisan mereka. Memang sih bisa mengurangi sisi kenyamanan dari gaya bahasa mereka yang hendak disampaikan pembaca, terutama dari kalangan tertentu, tapi bukankah gaya bahasa tulisan akan lebih baik dan enak dibaca jika kita terus berlatih menulis?
Terlebih lagi dalam pelajaran penggunaan kata miring dalam kalimat seperti kata asing yang harus dimiringkan, jangan sampai hanya tertinggal di pikiran berupa teori. Ilmunya harus digunakan lewat praktik ya, terutama praktik menulis di blog.
Nah, berkaca dari bahasa Melayu yang mungkin sudah terbiasa dengan penggunaan kata padanan dan kata baku seperti kasus saya di atas, mungkin kita bisa mencoba mempraktikannya!
3. Pengeditan Buku Teks Pelajaran Harus Teliti
Kemarin, saya mampir ke perpustakaan daerah dan langsung meneliti buku teks pelajaran untuk jenjang SMA, adakah kata tidak baku yang digunakan? Ya, ternyata ada! Yakni kata "cidera" yang seharusnya ditulis sebagai "cedera".Â