Mohon tunggu...
dewi sumpaniwati
dewi sumpaniwati Mohon Tunggu... Universitas Gadjah Mada

Saya memiliki hobi mendengarkan musik dan menonton film. Saya orang yang suka tantangan. Sehingga saya suka mempelajari sesuatu yang baru. Kuliah sambil bekerja merupakan makanan sehari-hari, karena dengan pendidikan kita dapat memutus garis kemiskinan. Saya suka artikel dengan tema pendidikan, sosial budaya, masyarakat, bahasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merariq dan Bossam: Tradisi "Menculik" dalam Adat Perkawinan di Lombok dan Korea Selatan

28 Juli 2025   11:02 Diperbarui: 28 Juli 2025   11:16 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi merupakan cerminan nilai-nilai budaya, sejarah, dan struktur sosial yang dianut dalam kehidupan bermasyarakat secara turun temurun. Pernikahan merupakan bentuk penyatuan antara dua individu dalam suatu ikatan. Pada zaman dahulu di berbagai belahan dunia, pernikahan dipandang sebagai bentuk relasi kekuasaan, identitas gender, dan struktur sosial. Dua tradisi pernikahan yang menarik untuk dikaji dalam kontek perbandingan antarbudaya yaitu merariq dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia, dan bossam dari Korea Selatan pada masa Dinasti Joseon. Kedua tradisi pernikahan ini melibatkan praktik “penculikan” dalam proses pernikahannya, namun memiliki perbedaan dalam konteks budaya dan struktur sosial.

Merariq merupakan tahapan penting dalam pernikahan adat suku Sasak di Lombok. Merariq adalah perpaduan antara romantisme pernikahan dan kontroversi. Tradisi merariq di Lombok, Nusa Tenggara Barat masih sering dilakukan sampai saat ini oleh suku  Sasak. Merariq biasanya dilakukan oleh sepasang kekasih yang sebelumnya telah saling mengenal dan berpacaran dengan didasari rasa saling suka dan cinta. Setelah wanita diculik dan dibawa ke keluarga pria, kemudian keluarga pria akan memberitahukan ke keluarga wanita yang disebut sebagai nyelabar atau artinya menyampaikan bahwa anak gadisnya telah dibawa lari untuk dinikahi. Tradisi ini merupakan cermin keberanian dan kehormatan dari seorang pria. Bagi Suku Sasak, seorang pria akan dianggap terhormat jika mampu dan berani melaksanaan merariq. Terutama jika hal itu, dilakukan tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini terkadang dianggap seperti mencemarkan nama baik keluarga wanita jika dilakukan tanpa ada kesepakatan dari kedua keluarga terlebih dahulu. Oleh sebab itu, peran keluarga dari pihak pria dan wanita serta tokoh masyarakat sangat penting dalam kegiatan merariq ini. Hal ini dikarenakan, jika penculikan terjadi tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu terkadang merariq dapat menyebabkan konflik dan dianggap seperti menghina keluarga wanita.

Bossom merupakan praktik penculikan janda pada dinasti Joseon di Korea Selatan. Hal ini dilakukan karena pada Dinasti Joseon, wanita yang telah menjadi janda tidak mudah baginya untuk menikah lagi, kecuali dengan cara diculik. Bossam merupakan strategi dan solusi sosial diantara ketidaksetaraan gender dan ketatnya ajaran konfusianisme. Pada zaman itu, seorang wanita walaupun sudah menjadi janda, dia tetap masih terikat dan tinggal di keluarga mendiang suaminya. Biasanya mereka mengabdikan diri untuk mengurus anak dan keluarga mendiang suaminya. Oleh sebab itu, keluarga mendiang suami akan mengatur bossam agar si janda dapat menikah lagi dan tidak kehilangan kehormatannya sebagai janda. Bossam dianggap sebagai bentuk lamaran pernikahan dari seorang pria lajang kepada janda pada masa Dinasti Joseon. Berbeda dengan merariq yang menyasar perempuan lajang, bossam hanya berlaku untuk perempuan yang sudah pernah menikah atau janda. Dalam pandangan masyarakat Korea pada zaman Dinasti Joseon seorang janda secara sosial dianggap tabu untuk menikah kembali, sehingga bossam menjadi cara “tidak resmi” namun diterima oleh masyarakat pada masa itu untuk memberikan kesempatan kedua bagi perempuan dan laki-laki untuk menikah kembali. Bossam biasanya dilakukan apabila kedua pihak saling mencintai namun terhalang norma. Praktik ini telah punah sejak akhir Dinasti Joseon, namun tetap menjadi bagian penting dari narasi sejarah pernikahan di Korea.

Merariq dan Bossam merupakan praktik “penculikan" dalam prosesi pernikahan. Penculikan disini tidak mengandung unsur ancaman, kekerasan, dan keterpaksaan. Dalam kajian komparatif Merariq dan Bossam memperlihatkan bahwa budaya dapat berubah seiring berjalannya waktu. Kedua tradisi ini menunjukkan perbandingan antarbudaya yang dapat membentuk struktur keluarga, gender, dan pilihan individu. Pada akhirnya, tradisi ini mencerminkan kompleksitas hubungan antara adat, kekuatan, dan perubahan sosial.

Foto : Pengantin Wanita Korea sumber : hasil sreenshoot https://www.bridestory.com/id/blog/7-aksesori-pengantin-tradisional-korea-penuh-denga
Foto : Pengantin Wanita Korea sumber : hasil sreenshoot https://www.bridestory.com/id/blog/7-aksesori-pengantin-tradisional-korea-penuh-denga

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun