Saya termasuk penyuka teknologi, sebab teknologi selalu datang dengan daya tariknya sendiri yang membuat penasaran, memancing keingintahuan, dan menawarkan kebaruan. Teknologi favorit saya adalah komputer dan internet.Â
Dulu, ada masanya ketika mampir ke warnet sepulang sekolah menjadi rutinitas wajib, bikin uring-uringan ketika dilewatkan.
Duduk di bilik warnet selama satu jam, menghabiskan sisa uang jajan, sekedar memperbarui profile picture, status update, mengecek testi atau wall, atau juga sekedar membuka aplikasi perpesanan, nimbrung dalam grup bertukar gurauan. Tipikal generasi Friendster dan Mig33 yang aktif. Bertukar cerita dan mengenal orang baru, selalu jadi hal yang menyenangkan.
Lalu ada masanya juga ketika saya rajin berbagi cuitan lewat twitter dan hasil jepretan yang dilengkapi caption lewat Instagram.Â
Kadang-kadang obrolan soal tugas pun dilakukan dengan mention-mention-an di twitter, bukan di ruang yang lebih privat.
Sosial media bukan hanya tentang membagikan cerita, tetapi juga memperoleh informasi yang selanjutnya menjadi bahan obrolan dan gurauan bersama di luar kelas atau sambil menunggu pertandingan futsal antar jurusan dimulai.
Tetapi lambat laun, saya mulai bosan dengan sosial media.
Agaknya saya termasuk salah satu yang sangat awal beralih dari aplikasi perpesanan BBM ke Whatsapp di antara teman-teman dan lingkungan. Alasan saya saat itu adalah karena BBM terlalu ramai dengan status update.Â
Bagi saya, aplikasi perpesanan dengan fungsi utamanya saja sudah sangat cukup, untuk bertukar pesan saja, tak perlu punya banyak fungsi.
Kemudian pelan-pelan saya mulai mengurangi intensitas berbagi di sosial media, sampai beberapa tahun benar-benar off dari sosial media, termasuk aplikasi perpesanan.