Mohon tunggu...
Dewi Indriani
Dewi Indriani Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

salah satu mahasiswa di Unipersitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Money

Dukungan Pemerintah pada Sektor Properti

8 April 2021   14:43 Diperbarui: 8 April 2021   14:44 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pandemi Covid-19 memberikan dampak besar pada bergai sektor, salah satunya sektor properti juga merasakan dampaknya. Sepanjang tahun lalu, bisnis perumahan menjadi andalan pengembang di tengah keterpurukan bisnis properti secara keseluruhan yang melanda dunia akibat pandemi Covid-19. Meski turut terkena dampak pandemi Covid-19, usaha bidang properti mengalami tren kenaikan. Karena pemerintah mempunyai kebijakan agar sektor properti tetap berjalan lancar selama masa pandemi covid-19 saat ini. Pemerintah kembali meminta kepada kalangan pengembang untuk terus mendukung berbagai program perumahan dan tetap bersemangat membangun produknya khususnya untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah sendiri menjanjikan akan selalu mendukung dan menjadikan sektor perumahan sebagai program utama sehingga akan terus diberikan regulasi maupun stimulan.

 Salah satu Kebijakan terbaru di sektor properti adalah melonggarkan ketentuan uang muka (DP) kredit/pembiayaan properti 0%.

Aturan DP KPR 0% akan berlaku 1 Maret 2021. DP KPR 0% diharapkan bisa mendorong pertumbuhan kredit maupun sektor properti di tengah pandemi Covid-19. Keputusan DP KPR 0% diumumkan oleh Gubernur BI yang memberikan stimulus dengan melonggarkan aturan rasio Loan to Value/Financing to Value (LtV/FtV) untuk kredit dan pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100%.

Selai itu, Guna mendorong investasi di sektor properti, pemerintah telah mengeluarkan 5 paket kebijakan. kelima paket kebijakan itu terdiri atas:

  •  Penyesuaian batasan tidak kena PPN (Pajak Pertambahan Nilai) rumah sederhana sesuai daerahnya. Pemerintah mengucurkan insentif pada sektor properti dengan menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual maksimal Rp 5 miliar. Pemerintah menanggung 100% PPN untuk rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar. Lalu, pemerintah memberikan insentif dengan menanggung PPN 50% untuk harga jual rumah lebih dari Rp 2 miliar sampai dengan Rp 5 miliar. Syarat insentif tersebut harus merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni pada periode pemberian insentif. Maksimal insentif ini berlaku untuk 1 unit rumah tapak atau rumah susun bagi satu orang, dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun.
  • Pembebasan PPN atas rumah/bangunan korban bencana alam. Jadi, bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam baik yang dibiayai pemerintah, swasta, atau lembaga swadaya masyarakat berhak mendapatkan pembebasan PPN untuk membantu meringankan beban korban yang ingin kembali memiliki rumah tinggal.
  • Peningkatan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh (Pajak Penghasilan) dan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) dari Rp5-10 miliar menjadi Rp30 miliar. Tak hanya segmen bawah, kebijakan insentif dari pemerintah juga ditujukan untuk sektor properti mewah. Kebijakan ketiga adalah relaksasi batasan nilai hunian mewah yang dikenakan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) menjadi Rp 30 miliar. Artinya, hanya hunian mewah yang meliputi rumah, apartemen, kondominium, town house, sejenisnya yang bernilai di atas Rp 30 miliar yang dikenakan PPnBM sebesar 20%. Kebijakan relaksasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.86/PMK.010/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM. Revisi aturan ini dinyatakan berlaku sejak 10 Juni lalu.
  • Penurunan tarif PPh Pasal 22 atas hunian mewah dari 5% menjadi 1%. Rencananya, payung hukum kebijakan ini terbit dalam pekan depan sebagai revisi dari PMK Nomor 90 Tahun 2015 yang merupakan perubahan atas PMK Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang Tergolong Sangat Mewah.
  • Simplifikasi prosedur validasi PPh penjualan tanah/bangunan dari 15 hari menjadi 3 hari kerja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun