Mohon tunggu...
Dewie Sudarsh
Dewie Sudarsh Mohon Tunggu... WIRASWASTA

"Suka malam tetapi benci gelap, suka hujan tapi takut petir, suka warna tapi harus biru, suka es krim tapi harus trico, suka kamu tapi yang sebelum bersama dia." Dewie Sudarsh Manusia yang sering dikatain terlalu novelis, Duniaku tidak bisa diprediksi. Kadang cerah, kadang mendung, kadang juga bisa tiba-tiba badai. Jadi Harap Maklum. Tidak suka, Menyingkir saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Resign

21 Juni 2024   11:49 Diperbarui: 24 Juni 2025   21:38 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka bilang, aku bodoh kalau keluar dari tempat ini.
"Sayang loh, kerjaan udah enak."
"Orang dalem pasti banyak yang pengen masuk sini."
"Yakin, kamu nggak nyesel nanti?"

Lucu ya. Mereka lebih khawatir aku kehilangan gaji daripada kehilangan akal sehatku.

Aku duduk mematung di balik layar monitor 14 inci yang sudah mulai berkedip seperti lampu senja kehabisan daya. Di hadapanku, file laporan yang harusnya rampung sebelum jam empat, masih terbuka tanpa isi. Aku kehabisan tenaga, bukan waktu.

Di luar sana, suara tawa mereka bersahutan. Seolah semuanya baik-baik saja. Seolah tadi pagi tidak ada yang menyindirku soal "muka lelah padahal kerja cuma gitu-gitu aja".

Kupikir, diam adalah bentuk paling sopan dari perlawanan. Ternyata tidak. Diam hanya membuat mereka lebih nyaman menindas.

Sudah berapa kali aku menenangkan diri di kamar mandi hanya agar tidak menangis di depan meja kerja?
Sudah berapa kali aku pura-pura kuat supaya tidak dibilang lemah?
Dan sudah berapa kali aku berkata dalam hati, “besok aku resign”, tapi esoknya tetap kembali karena… iya, gaji. Kebutuhan. Tagihan. Hidup.

Tapi hari ini beda.
Hari ini, aku tidak menangis di kamar mandi.
Aku tidak berbohong pada diriku sendiri.

Hari ini, aku berdiri. Menatap mata Bu Ratna yang biasa melempar senyum palsu lalu menusuk dari belakang.
Hari ini, aku tidak peduli dia kaget saat kusodorkan amplop putih itu.
Dia membuka isinya dengan alis yang mulai bertaut.

"Resign?"
Hanya satu kata itu yang keluar dari bibirnya.
Aku mengangguk. Ringan sekali rasanya.

"Ada masalah?"
Kalau aku jujur, dia tidak akan peduli. Jadi aku jawab, "Tidak, saya hanya ingin sehat, Bu. Lahir dan batin."

Dia diam. Mungkin tidak menyangka. Atau mungkin bingung harus bereaksi bagaimana saat boneka yang biasa diam mulai melangkah pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun