Mohon tunggu...
Dewi Damayanti
Dewi Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Musim boleh berganti, namun menulis tak mengenal musim. Dengan goresan tintamu, kau ikut mewarnai musim.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hari Gini Korupsi? Salah Timing Kali

7 Desember 2012   00:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:04 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1354841980769975972

[caption id="attachment_227983" align="aligncenter" width="263" caption="Anies Baswedan (koleksi pribadi)"][/caption]

“Menegakkan integritas bukan sebuah pengorbanan tetapi sebuah kehormatan”

Reformasi Birokrasi yang telah dilakukan Ditjen Pajak telah menjadi sumber inspirasi banyak pihak. Karena instansi di Departemen Keuangan ini telah berani melakukan perubahan yang fundamental sebelum ada instansi lainyang punya keberanian melakukannya. Kini satu demi satu instansi-instansi pemerintah lain mulai melakukan langkah serupa.

“Pajak itu menjadi pilar kehidupan demokrasi kita. Karena tidak ada proses demokrasi yang bisa berjalan baik, jika tidak ada proses pajak yang berjalan,” demikianungkap Anies Baswedan, rektor Universitas Paramadina, di hadapan sekitar 300 undangan yang hadir di aula Cakti Buddhi Bhakti kantor pusat Ditjen Pajak Selasa tanggal 4 Desember 2012.

Acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia yang dihadiri oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany, para pejabat eselon 2, Ketua KPK Busyro Muqoddas dan perwakilan pegawai di lingkungan Kantor Pusat Ditjen Pajak ini berlangsung hikmat. Apalagi ketika Anies Baswedan -tokoh muda yang populer saat ini- memberikan pemaparan yang cukup menyentuh, bagaimana pentingnya menegakkan integritas ditengah tren dunia yang sedang menuju good government saat ini.

Bagaimana strategisnya posisi Ditjen Pajak saat ini sebagai penyumbang 75% APBN dalam pembangunan, hingga diperlukan kebijakan pemerintah yang mendukung. Sesungguhnyamasih banyak potensi pajak yang bisa digali, karena Indonesia sebenarnya potensial untuk menjadi negara yang makmur. Menurut laporan the global competitiveness report 2012 beberapa indikator menunjukan bahwa Indonesia sebenarnya mempunyai tingkat daya saing yang cukup tinggi.

Untuk capacity for innovation Indonesia menempati peringkat 30 dari 144 negara. Sejajar dengan Australia dan bahkan lebih baik dari Spanyol dan Hongkong. Pay and Produktivity Indonesia ada diperingkat 34 sejajar dengan Irlandia bahkan lebih baik dari Denmark, Jerman, dan Norwegia. Dalam hal control of international distribution Indonesia ada diperingkat 39 sejajar dengan Belgia dan lebih baik dari Italia dan Australia. Buyer sophistication Indonesia ada diperingkat 45 sejajar dengan Perancis lebih baik dari Rusia, Turki, dan Brunei. Breadth of value chain Indonesia ada diperingkat 30 sejajar dengan Norwegia dan Kanada. Favouritism in decisions of govt officials Indonesia ranking 35 sejajar dengan Austria bahkan lebih baik dari Perancis, Korea Selatan, dan Brazil. Wastefulness of govt spending ranking Indonesia 32 dari 144 sejajar dengan Inggris bahkan lebih baik dari Israel dan Jepang. Dan untuk burden of govt regulation Indonesia peringkat 48 sejajar dengan Austria dan Amerika Serikat. Tapi kenapa PDB/kapita Indonesia hanya $3,500 sementara negara-negara lain yang memiliki daya saing yang sejajar bahkan yang di bawah Indonesia ternyata memiliki PDB/kapita antara $10,362 sampai $97,254?

Masih menurut laporan dari the global competitiveness report 2012 Indonesia mempunyai permasalahan yang cukup krusial untuk dibenahi seperti terlihat dalam indikator berikut ini: irregular payment and bribes Indonesia peringkat 111 dari 144 negara sejajar dengan Kamboja lebih buruk dari Mozambique dan Ethiopia. Transparency of govt policy making peringkat 82 sejajar Kamerun dan lebih buruk dari Zimbabwe dan Uganda.Burden of customs procedures Indonesia ada di 73 dari 144 negara, lebih buruk dari Mali dan Uganda. Legal protection of borrower and lenderIndonesia ada diperingkat 118 sejajar Burundi dan lebih buruk dari Nepal. Rwanda, dan Gambia. Procedures to start business ada diperingkat 87 sejajar Burundi lebih buruk dari Madagaskar, Banglades, dan Benin. Organized crime Indonesia berada di 109 sejajar Mozambique lebih buruk dari Kamboja, Burkina Faso, dan Banglades. Reliability of policy service Indonesia diperingkat 85 sejajar dengan Uganda dan lebih buruk dari Zambia dan Gambia. Ethical behavior of firms berada di peringkat 96 lebih buruk dari Zimbabwe dan Burkina Faso. PDB/kapita negara-negara Afrika ini rata-rata hanya berkisar antara $275-$853, jauh di bawah Indonesia.

Faktor-faktor penghambat kemajuan bangsa seperti: korupsi, kebijakan pemerintahan yang tidak transparan, prosedur perijinan yang berbelit, kejahatan yang terorganisir, dan bahkan peraturan pajak, semua itu bisa dibasmi dengan penegakan integritas. Karena itu hadirnya integritas dalam sebuah pemerintahan kini seharusnya menjadi perjuangan semesta, bukan hanya tanggung-jawab sebuah institusi, lembaga pendidikan, atau bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja. Karena negara-negara di dunia kini tidak bisa lagi mentoleransi individu-individu yang cacat integritas.

Sebuah negara akan diperbandingkan dengan negara lain saat ini bukan hanya dari indikator ekonomi ataupun pembangunan sumber daya manusianya saja, tetapi juga dinilai dari transparansi politik, good government, indeks integritas, bahkan indeks persepsi korupsinya.

Anies menganalogikan tren menghapuskan budaya korupsi saat ini bisa disamakan dengan tren menghapuskan perbudakan (rasialisme) sekitar tahun 40-an dulu. Ketika itu ide yang menyatakan bahwa manusia itu sejajar tidak langsung diterima negara-negara di dunia. Apalagi terbatasnya tekhnologi informasi yang mengakibatkan informasi dari suatu negara ke negara lain berjalan lambat. Dengan berkembangkan tekhnologi informasi, terutama media televisi dan radio, maka perubahan itu bisa berlangsung begitu cepat. Hingga dunia pun menjadi global, tanpa sekat.

Ketika Amerika bagian selatan melarang orang-orang kulit hitam untuk ikut menyoblos, maka kejadian itu langsung menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sehingga jika masih ada orang yang berpikiran bahwa kedudukan orang-orang kulit putih lebih tinggi dari orang kulit hitam saat itu, akan dianggap orang terbelakang. Dalam memerangi korupsi kini pilihan kita adalah apakah ingin jadi seperti Haiti yang pertama menghapus perbudakan, atau ingin jadi Afrika Selatan yang diingat sejarah sebagai negara terakhir yang menghapuskan apartheid?

*****

Ketika dalam sebuah kesempatan penulis tanyakan pendapat Anies Baswedan atas keberhasilan reformasi birokrasi yang telah dilakukan Ditjen Pajak, maka komentar yang cukup mengapresiasi datang dari dia.

“Saya hanya melihat dari jauh ya. Tapi saya melihat ada semangat yang luar biasa dalam DJP ini untuk membuktikan bahwa mereka tidak seperti yang diopinikan di luar. Dan menurut saya hal ini akan menjadi modal yang besar untuk keberhasilan reformasi birokrasi. Ukuran-ukuran reformasi pasti ada, dan yang mengamati dari dekat yang bisa menilai keberhasilan itu. Tetapi saya optimis apa lagi dengan perubahan zaman dan tekhnologi cita-cita itu pasti akan terwujud.”

Tentu saja harapan yang begitu besar yang diletakkan dipundak Ditjen Pajak itu hanya bisa terwujud dengan penegakan integritas. Mengutip kata-kata Anies Baswedan dalam ceramah umumnya bahwa menegakkan integritas bukan sebuah pengorbanan tetapi sebuah kehormatan Karena itu bukan saatnya lagi mentolerir oknum-oknum yang melakukan pelanggaran integritas. Karena perbuatan yang dilakukan satu dua orang akan mempengaruhi penilaian orang pada organisasi secara keseluruhan.

Kita belum lupa ketika tindakan pelanggaran yang dilakukan beberapa pegawai pajak telah menjadi konsumsi khalayak ramai. Kenapa itu bisa terjadi? Karena kemajuan tekhnologi menjadikan setiap tindakan pelanggaran akan dicatat di dunia virtual. Jadi melakukan tindakan korupsi hari ini sungguh salah timing, karena ada “malaikat” pencatat yang super canggih yaitu: google.

Tentu kita tak ingin mewariskan keturunan kita dengan cap: keturunan koruptor.

Sumber: ceramah umum Anies Baswedan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun