Mohon tunggu...
Dewi Arisnawati
Dewi Arisnawati Mohon Tunggu... -

seseorang yang sedang belajar menapaki dan memaknai hidup.............

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jangan Hindari Penderitaan

22 Maret 2011   08:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:33 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di sini saya ingin menuliskan kembali suatu cerita yang pernah saya baca dari buku motivasi dan pemberdayaan diri. Begini kisahnya………………

Tersebutlah kisah sang tanah liat yang jelek, lembab dan kusam. Mulanya tanah itu dibanting ke sebuah roda yang berputar oleh seseorang. tanah itu terus diputar oleh seseorang tersebut hingga merasa pusing.”stop! stop! Berhenti, aku pusing!” teriak sang tanah. Namun roda terus diputar , tanpa mengindahkan teriakan sang tanah liat, kemudian tanah liat itu ditekan, dipukul dan dilemparkan. Tanah liat terus meraung kesakitan dengan perlakuan orang tadi. Ternyata belum sampai situ saja penderitaan sang tanah liat, setelah dilempar, dipukul dan di putar, kemuian dia harus di bakar diwah terik matahari sampai berhari hari, sang tanah mulai tidak kuat dengan apa yang diperlakukan terhadapnya. Ketika hari mulai gelap dia pun dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yag gelap dan pengap, untuk hari berikutnya, kembali dia dipnaskan di bawah terik matahari.

Kemudian secara tiba-tiba dia dimasukkan kedalam suatu tempat, awalnya dia merasa bahwa tempat itu biasa-biasa saja, tapi kemudian dia merasakan hawa yang sangat panas luar biasa menjalari seluruh bagian tubuhnya, ternyata dia masuk dalam tungku yang memanggang tubuhnya, sungguh luar biasa apa yang dirasakan tanah liat ini…..”aduh penderitaan apa lagi ini? Mengapa aku tidak seperti yang lainnya, yang tanpa penderitaan?”

Perjalanan yang begitu panjang dia lewati, tibalah suatu ketika dia tersadar bahwa tempatnya telah berpindah…….. yah diakini berada di etalase kaca di dekat cermin, ia terkejut meliahat dirinya sendiri. “oh siapakah itu di cermin, itukah aku..?” . Tanah liat melihat sebuah guci yang sangat cantik dengan tempelan harga yang mahal di sampingnya.

Begitulah teman, kita menganalogikan diri kita sebagai sebuah tanah liat, dimana untuk mencapai suatu titik kesuksesan, banyak yang harus kita lalui, janganlah takut untuk menghadapi kesulitan, percayalah setelah kesulitan akan ada nikmat yang luar biasa dan tiada tara yang akan kita reguk bersama kesuksesan kita….

Sesungguhnya penderitaan, kegagalan dan keterpurukan sedang mengolah kita menjadi intan berlian yang lebih mahal dari harga kita sebelumnya.

Believe it…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun