Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Taman Nasional Way Kambas: Menjaga Gajah, Menjaga Masa Depan Alam Lingkungan

2 Oktober 2025   18:55 Diperbarui: 2 Oktober 2025   18:55 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gajah adalah satwa yang bijaksana dan penjaga alam dan ekosistem hutan (dokpri) 


"Jika kita kehilangan gajah dan hewan lainnya, kita tidak akan punya apa-apa untuk kembali. Kita akan kehilangan akal sehat kita" - pesan tetua Suku Samburu kepada Jane Goodall, aktivis satwa

Siang itu langit agak mendung sehingga sinar matahari tidak begitu terik. Akhirnya kami bertiga memasuki Taman Nasional Way Kambas. Aku segera membuka jendela kendaraan, membiarkan angin membawa hawa segar dari belantara hutan.

Setelah cukup lama ditutup sejak Maret 2020,  Taman Nasional yang menjadi rumah gajah Sumatera dan hewan-hewan lainnya ini telah dibuka kembali pada akhir tahun 2023. Aku sendiri baru bisa ke sini pada Jepang akhir tahun 2024. Saat itu harga tiket per orang mengalami kenaikan menjadi Rp30 ribu saat hari libur.

Wah harga tiket naik jadi Rp30 ribu (dokpri) 
Wah harga tiket naik jadi Rp30 ribu (dokpri) 
Setelah kendaraan diparkirkan, aku memandang sekeliling yang saat itu nampak sepi. Wah ada apa saja di sini? Ke mana para gajah?

Dulu ketika masih jadi kuli tinta di Surabaya, aku sering sekali singgah ke Bonbin Surabaya dan menemui gajah-gajah di sana.Aku suka menyapa mereka dan kadang-kadang memeriksa apakah mereka baik-baik saja di kandang.

Ketika aku melihat gajah tua yang hanya berada di kandang sempit, aku langsung bertanya ke humas KBS untuk memastikan kondisinya. Saat itu aku diberitahu, gajah tersebut sakit. Kadang-kadang aku teringat dan kepikiran akan gajah tersebut.

Bagiku selain kucing dan serigala, gajah adalah hewan favoritku. Aku suka mengumpulkan buku-buku cerita tentang gajah dan yang memiliki karakter gajah. Ada buku tentang kasus Alfred Hitchcock karya Agatha Christie berjudul Gajah Selalu Ingat. Kemudian ada buku anak berjudul Gajah Sang Penyihir karya Kate DiCamillo yang telah difilmkan. Aku bersimpati pada gajah dalam buku ini karena terpisah dari kawanannya. Juga ada kisah gajah yang membantu Mowgli dan kawan-kawannya memadamkan api.

Buku Gajah Sang Penyihir adalah favoritku (dokpri) 
Buku Gajah Sang Penyihir adalah favoritku (dokpri) 
Rumah Gajah yang Bertransformasi Mengedepankan Kesejahteraan Satwa
Taman Nasional Way Kambas
merupakan rumah gajah Sumatera, tempat perlindungan dan konservasi gajah dengan luasan sekitar 125.631,30 hektar. Ada 200-an gajah di dalam hutan ini dengan 30-an di antaranya merupakan gajah jinak.

Kereta gajah nih (dokpri) 
Kereta gajah nih (dokpri) 
Setelah menunggu sekitar 15 menitan, datanglah kereta gajah alias kereta keliling. "Tabik pun...", begitu salam selamat datang khas Lampung dari petugas Taman Nasional Way Kambas yang juga seorang mahout. Mahout adalah sebutan untuk penjinak, pelatih, dan perawat gajah.

Yuk berkeliling Way Kambas (dokpri) 
Yuk berkeliling Way Kambas (dokpri) 
Sambil mengemudi, beliau bercerita tentang Taman Nasional Way Kambas yang memiliki perubahan konsep, yaitu lebih mengutamakan kesejahteraan para satwa. "Sudah tak ada lagi wisata menunggang gajah. Atraksi gajah seperti sepakbola gajah juga sudah ditiadakan. Sekarang untuk pengunjung lebih diarahkan untuk wisata edukasi, jelasnya.

Dari kejauhan nampak seekor gajah sedang merumput dan bersantai. Mahout tersebut melanjutkan penjelasannya. Meski tak ada atraksi, para gajah tetap belajar dan berlatih.

Ada gajah liar juga (dokpri) 
Ada gajah liar juga (dokpri) 

Ada 63 macam pelatihan. Angkat gajah dan melepas ikat perut, misalnya. Latihan ini nampak sederhana dan para mahout melatihnya dengan sabar dan sebentar-sebentar. Ada juga latihan mengalungkan bunga dan menaikturunkan bendera. Para gajah seperti anak kecil. Mereka mudah penasaran dan senang belajar hal baru, hanya kadang mereka mudah bosan, sehingga durasi pelatihan tidak lama.

Kendaraan terus melaju. Hingga kami tiba di bangunan yang besar. "Ooh ini rumah sakit gajah, bisa turun lihat-lihat sebentar."

Wah ada fasilitas rumah sakit gajah. Namanya Rumah Sakit Rubini Atmawijaya, didirikan tahun 2015 berdasarkan kerja sama antara Kementerian Kehutanan, Taman Safari, dan Kebun Binatang Australia.

Karena pasiennya besar maka rumah sakitnya juga besar. Sebenarnya penasaran juga seberapa besar ruangan rawat inapnya hehehe. Namun, sayang pagar dikunci dan saat itu tidak nampak petugas rumah sakit. Dari hasil googling, ada empat kandang rawat berukuran 400 meter persegi yang bisa menampung delapan gajah sekaligus.

Ini rumah sakit gajah (dokpri) 
Ini rumah sakit gajah (dokpri) 

Selain untuk merawat gajah yang sakit dan terluka, rumah sakit gajah juga digunakan untuk memberi suplemen dan vitamin bagi para gajah. Rumah sakit ini juga berfungsi untuk penelitian dan pemantauan. "Ada lab dan peralatan infus juga lho mbak," cerita bapak yang suka berkelakar itu. Penyakit gajah yang umum itu cacingan, lanjut ia.

Setelah melewati sejumlah kubangan dan padang  rumput, Pak mahout bercerita tentang satwa liar lainnya yang ada di hutan ini. Selain gajah, Taman Nasional Way Kambas adalah rumah satwa liar lainnya seperti kijang, rusa, badak Sumatera, harimau Sumatera, juga aneka satwa liar lainnya. Jadinya rumah gajah ini penting bagi kelangsungan satwa liar lainnya.

Nyam-nyam, makan dulu (dokpri) 
Nyam-nyam, makan dulu (dokpri) 
Kawasan hutan ini nampak begitu luas dan agak terkesan kurang perawatan. Aku juga tidak melihat adanya museum atau ruang khusus edukasi bagi wisatawan seperti teater yang memutar film tentang edukasi gajah. Mungkin ke depan bisa dihadirkan ruang edukasi tersebut agar para wisatawan bisa pulang dengan membawa cerita dan wawasan tentang gajah.

Berikut video berkeliling TN Way Kambas dengan Kereta Gajah:


Lihatlah Interaksi Anak Gajah dan Induknya
Kereta gajah pun berhenti. Kami diajak melihat gajah jinak dari dekat. Wah senangnya. Ada anak gajah juga yang lucu.

Pleno lucu (dokpri) 
Pleno lucu (dokpri) 
Aku dipanggil untuk mendekat dan mengelus-elus anak gajah. Wah aku baru tahu rambut anak gajah lebih kasar daripada gajah dewasa. 

"Yang kecil ini Pleno, anaknya Bestie," terang Pak Suharno. Duh gemasnya. Pleno manja banget ke gajah dewasa ini, sudah seperti induknya.

Gajahnya tersenyum (dokpri) 
Gajahnya tersenyum (dokpri) 
Adalah Pak Suharno yang sejak tahun 1995 menjadi mahout. Ia bercerita tentang usia gajah yang seperti usia manusia. Gajah ini usianya 39 tahun, ujarnya. Ia kemudian menunjuk Kartijah yang disebut Kartininya gajah. Gajah tersebut berusia 44 tahun dan punya tiga ekor anak.

Dinamakan Kartijah karena ditemukan saat peringatan hari Kartini. Kartijah sekarang menjadi maskotnya Way Kambas.

Panas-panas main air jadi segar (dokpri) 
Panas-panas main air jadi segar (dokpri) 
Sambil beristirahat, aku asyik memperhatikan aktivitas gajah, terutama si Pleno. Dia lucu sekali. Ikutan main air di dekat bak air besar gajah dewasa Si gajah dewasa menyedot air kemudian memercikkannya ke mukanya dan terkena si Pleno.

Ini video main air kedua gajah:


Si Pleno kemudian hendak menghampiri induknya yang asyik merumput di bawah pohon. Eh kemudian datang gajah yang habis patroli bersama mahout. Pleno terkejut dan lari kencang mengadu ke bibinya. Duh gemasnya.

Ini video si gajah kecil lari-lari lucu bikin gemas:


Peran Penting Konservasi Gajah dan Mengapa Gajah Jangan Sampai Dibiarkan Punah?
Gajah mendapat julukan tukang kebun alami dan arsitek lanskap hutan. Hal ini dikarenakan gajah sangat berperan penting menjaga kelestarian alam dan diversifikasi tanaman.

Bijih tanaman yang tak tercerna oleh gajah akan tumbuh. Ketika gajah menyantap dedaunan di pohon atau menyingkirkan ranting pepohonan maka ia juga membantu membuka kanopi hutan sehingga cahaya masuk.

Gajah juga berperan dalam menyuburkan dan memupuk tanah di hutan dan menyebarkan benih tanaman. Gajah juga dapat menggunakan belalainya untuk menggali tanah mendapatkan air tanah.

Saat kebakaran hutan,  gajah yang terlatih juga membantu memadamkan api. Di film Mowgli atau Jungle Book, para gajah membantu memadamkan api dengan mengalihkan aliran sungai ke bagian hutan yang terbakar.

Gajahnya habis patroli, mau istirahat dulu (dokpri) 
Gajahnya habis patroli, mau istirahat dulu (dokpri) 

Saat ini jumlah gajah terus berkurang di dunia karena perburuan gajah untuk diambil gadingnya serta karena konflik dengan manusia. Kasus terbunuhnya gajah karena konflik manusia terus bermunculan, baik karena perburuan, perubahan fungsi hutan yang menyebabkan habitat gajah makin terbatas, serta karena keracunan, tersetrum oleh pagar listrik, dan kematian tak wajar lainnya. Sungguh malang nasib gajah.

Di Indonesia, ada dua jenis gajah. Yakni gajah Sumatera dan gajah Kalimantan. Kedua jenis gajah ini sudah di ambang kepunahan  (critically endangered) menurut The International Union for the Conservation of Nature.

Jangan sampai gajah hanya jadi cerita dongeng anak cucu kita (dokpri) 
Jangan sampai gajah hanya jadi cerita dongeng anak cucu kita (dokpri) 

Berdasarkan refleksi hari gajah yang diperingati setiap 12 Agustus, hingga saat ini belum ada peningkatan jumlah dari gajah. Jumlah gajah Sumatera tahun 2025 menurut Kompas (7/8/2025) sekitar 1.100 ekor. Sedangkan jumlah gajah Kalimantan di Nunukan dilansir RRI (13/8/2025) hanya ada 13 ekor. Ini sungguh ironis.

Karena jumlah gajah makin menyusut, demikian juga dengan jumlah hutan, maka peran konservasi seperti Way Kambas ini sangat penting. Di konservasi ini mereka dijaga dan dilindungi, termasuk gajah liar dan satwa liar lainnya. 

Di Sumatera kini hanya tinggal 22 kantong gajah dengan Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Tesso Nilo, Riau yang jadi andalan. Tugas kita, baik petugas konservasi, pemerintah, maupun masyarakat untuk menjaga dan melestarikan mereka. Agar, cerita kebijakan gajah tidak hanya tertinggal sebagai dongeng belaka bagi anak cucu kita. Yuk hutan jangan terus dibabati, jangan buru gajah, dan sayangi gajah plus satwa liar lainnya.

Jadi kangen main ke Way Kambas lagi (dokpri) 
Jadi kangen main ke Way Kambas lagi (dokpri) 


Tema Hari Gajah Sedunia 2025 adalah Matriark dan Kenangan. Peringatan ini menunjukkan penghormatan bagi gajah betina yang menjadi pemimpin kawanan. Ia tak hanya memimpin kawanan, tapi juga melindungi, membimbing, dan membagikan kebijakan ke generasi gajah berikutnya. Seperti pepatah bahwa gajah selalu ingat.

Gajah bukan hanya milik Lampung, Riau, Sumatra, atau Kalimantan, melainkan identitas kita bersama. Dengan merawat dan melindungi gajah maka kita menjaga keseimbangan ekosistem hutan, juga menjaga masa depan alam lingkungan kita.

Berikut video rumah para gajah di Way Kambas. Yuk sayangi dan lindungi gajah. 

Selamat hari satwa dunia:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun