Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Puisi Cinta yang Membunuh, Ketika Garin "Menyiksa" Penonton

6 Januari 2023   09:13 Diperbarui: 10 Januari 2023   19:20 2015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film ini indah sayang ceritanya tak menyatu (sumber gambar: Starvision dalam IMDB) 

Kaupuji aku lewat kata dan tubuh
Pori-poriku bagai oasis air kehidupan
Kini puja kata kau buang
Dan pori-poriku menjadi luka-luka penuh darah

Seorang gadis tengah berada di sebuah ruangan. Warna dominan putih, merah, dan kuning. Ia melakukan monolog, membaca puisi dengan tatapan yang bisa berarti sejumlah makna. Itulah adegan awal film Puisi Cinta yang Membunuh. Sebuah sajian visual yang mengagumkan.

Cerita bergeser ke sebuah kelas memasak. Ranum (Mawar Eva de Jongh) nampak didekati secara agresif dan intimidatif oleh Rendy, koki pengajarnya (Morgan Oey). Ia nampak tak nyaman.

Adegan bergeser ke sebuah pesta Halloween. Di sana Rendy tengah sibuk menyiapkan cake ulang tahun. Namun kemudian ia menghadapi teror berdarah. Nyawanya melayang.

Ranum nampak ketakutan mendengar kabar tersebut. Ia kemudian meminta bantuan Anna (Raihaanun) dan Laksmi (Ayu Laksmi).


Kepingan-kepingan Cerita yang Tak Menyatu

Rupanya baris-baris puisi tak hanya bisa membuat si pembacanya melambung atau berkelana ke alam imajinasi, baris-baris puisi juga bisa membuat kehidupan seseorang penuh darah. Sebuah premis yang menarik dan tak biasa dari tangan Garin Nugroho.

Film Puisi Cinta yang Membunuh disebut-sebut merupakan karya pertama Garin di ranah horor-thriller. Namun sebenarnya Garin pernah menggarap Setan Jawa, sebuah film dengan nuansa mistis tentang pesugihan kandang bubrah.

Sama ketika menyaksikan Setan Jawa, ada perasaan tak nyaman hadir selama menonton Puisi Cinta yang Membunuh. Namun faktor tak nyaman ini bukan karena ketakutan akan wujud-wujud mengerikan. Bukan juga banjir darah dan teror menyeramkan yang ada di berbagai adegan di film ini. Melainkan alur cerita yang melompat-lompat, tak beraturan, dan tak menyatu, seperti puzzle yang kepingan-kepingannya raib, tak bisa ditemukan.

Ada banyak darah dan adegan brutal (sumber gambar: Starvision dalam Kompas) 
Ada banyak darah dan adegan brutal (sumber gambar: Starvision dalam Kompas) 

Ya, dalam film ini Garin tak hanya tega menyiksa beberapa karakternya, namun juga menyiksa penontonnya. Ada banyak celah dan tanda tanya dari satu adegan ke adegan lainnya, misteri tentang Ranum, cerita bercabang tentang Anna, dan orang-orang aneh yang ditemui Ranum.

Alur dan kesatuan cerita inilah yang membuat film ini sulit untuk dinikmati. Ada banyak gagasan, ada banyak yang ingin disampaikan, namun semuanya tak berakhir menjadi cerita yang utuh mengalir.

Agak mengejutkan juga seorang Garin membuat teror yang berdarah-darah yang umumnya trademark dari Kimo Stamboel. Ada banyak adegan yang begitu sadis, sehingga film ini diperuntukkan untuk kalangan penonton dewasa.

Namun meski naskah film ini ditulis oleh Garin, namun Garin tak sepenuhnya membesut film, ia bekerja sama dengan Azhar Kinoi Lubis (Kafir: Bersekutu dengan Setan, Mangkujiwo). Dalam film horor Azhar sebelumnya, memang ada adegan sadis, namun tak sebrutal yang ada di Puisi Cinta yang Membunuh.

Dari unsur percakapan, ada banyak dialog yang menggunakan bahasa puitis. Beberapa di antaranya terasa kaku dan janggal.

Puisi Cinta yang Membunuh seperti film eksperimental dari seorang Garin. Diberi label art movie sepertinya pantas karena film ini memiliki visual yang memanjakan mata, komposisi warna di beberapa adegan yang selaras, kostum-kostum yang grande, makeup yang seperti tanpa cela, pilihan lagu yang indah, serta puisi yang indah dari kumpulan karya Garin berjudul Adam, Hawa, dan Durian.

Mari kita bahas satu-persatu keunggulan film ini.

Dari segi visual tak diragukan lagi. Sejak adegan pembuka, penonton sudah dimanjakan matanya. Komposisi warna, ruang, sudut pengambilan gambar, dan estetika semuanya terpenuhi. Garin juga menambahkan unsur teatrikal yang lekat dengan film-filmnya.

Visual ini ditunjang oleh kostum-kostum dan makeup yang ditata oleh langganan peraih piala Citra, Retno Ratih Damayanti. Dalam film ini kostumnya beragam, dari gaun-gaun adibusana hingga kostum Halloween yang detail. Garin Nugroho sering berkolaborasi dengan Retno, sejak Opera Jawa.

Dari segi akting, pandangan mata tertuju ke Mawar Eva de Jongh. Film ini mampu membuat Mawar mengeksplorasi kemampuan aktingnya. Ia sedih, depresi, jatuh cinta, takut, dan juga marah. Ia bisa nampak memelas, namun ia juga bisa terlihat garang menakutkan. Melihat peran Mawar di sini, rasanya ia memang pas menjadi sosok antagonis di film Virgo nantinya.

Mawar de Jongh memberikan penampilan yang memikat (sumber gambar: Starvision dalam nongkrong.co) 
Mawar de Jongh memberikan penampilan yang memikat (sumber gambar: Starvision dalam nongkrong.co) 

Para pemeran lainnya juga memberikan performa yang apik, seperti Raihaanun sebagai konsultan kriminal di kepolisian dan Laksmi yang banyak berkaitan dengan spiritual Bali. Para pemeran lainnya ada Morgan Oey, Baskara Mahendra, Kelly Tandiono, dan Izabel Jahja.

Ayu Laksmi sendiri beberapa kali bekerja sama dengan Garin, di Under the Tree dan A Perfect Fit. Perannya biasanya tak jauh-jauh dari ibu yang paham dengan budaya dan alam spiritual Bali.

Dalam film ini memang ada unsur budaya dan jagat spiritual Bali, seperti kebanyakan film Garin lainnya yang juga memuat budaya dan simbol-simbol.

Lagu-lagu dalam film ini juga menarik disimak. Ada lagu-lagu cadas, juga ada tembang dengan irama musik tradisional. Soundtrack yang dibawakan oleh Mawar de Jongh juga enak didengar, mudah diterima oleh telinga. Musik ini ditata oleh Ricky Lionardi yang pernah meraih penghargaan penata musik terpuji lewat Badoet.

Hal lainnya yang menarik dari film ini juga disampaikan kekerasan yang mengatasnamakan cinta, ada Reynhard Sinaga, Ryan Jombang, hingga Robot Gedek.

Film ini secara keseluruhan sebenarnya potensial, hanya dirusak oleh ceritanya yang tak jelas arahnya. Skor: 7/10.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun