Evolusi Slametan
Biasanya slametan di tempat kami berupa nasi plus lauk-pauk. Nasinya terserah, apakah nasi putih atau nasi kuning. Namun ada juga yang slametan dengan isian semuanya apem atau dikombinasikan dengan pisang dan kue-kue lainnya.
Tetanggaku ada yang suka membuat kue apem sendiri. Kue apemnya khas. Bantat. Tidak ada rasa asem seperti kue apem pada umumnya, melainkan manis. Menurutku apemnya ini malah enak.
Apem dan pisang dari hantaran ini juga sudah banyak biasanya dibuat kolak oleh nenek. Enak juga bersantap takjil kolak apem dan pisang.
Semakin ke sini tempat dan isian slametan ini mengalami evolusi. Aku lupa mana yang lebih dulu apakah menggunakan piring atau besek bambu. Ada juga sih yang menggunakan besek plastik yang tak bertutup. Besek plastik ini biasanya juga beralas daun pisang atau kertas cokelat sehingga bisa dikembalikan dan digunakan lagi.
Setelah piring dan besek tidak ngetren, maka slametan nasi kotak pun jadi populer. Lebih praktis membawanya dan aku tidak perlu menunggu piring itu dikembalikan. Lebih praktis, aku bisa membawa empat kardus sekali pergi dan juga tidak takut piring pecah. Ups insiden piring pecah atau isinya tumpah seingatku pernah terjadi.
Sterofoam juga pernah digunakan tapi untungnya tidak populer. Ada juga yang menggunakan kotak kemasan plastik sekali pakai yang dijepret setiap sisinya. Nah yang terakhir namun kurang populer yaitu menggunakan kemasan kotak plastik yang tebal sehingga wadahnya bisa digunakan lagi oleh penerimanya.
Jenis isian slametan juga mengalami evolusi. Tidak hanya nasi rames atau nasi kuning dengan teman-temanya. Ada yang mengirimkan nasi kebuli, gule dan sate kambing, cake utuh, ayam goreng separuh plus sambal dan lalapan tanpa nasi, dan sebagainya. Hehehe semakin menarik dan kreatif.
Ibu sendiri sampai sekarang masih setia melakukan slametan. Tapi ia sudah tak masak sendiri, melainkan pesan jadi, soalnya anak-anak perempuannya sudah tak lagi di rumah. Ia bisa meminta bantuan cucu-cucunya untuk mengirimkan makanan.
Sayangnya tradisi slametan ini tak kujumpai ketika tinggal di Jakarta. Mereka pasti belum tahu betapa serunya membuka wadah berkat dan menebak-nebak isinya. Pastinya mereka juga belum pernah merasai kue apem bantat buatan sendiri yang legit.
Duh kok jadi pengin ya kue apem bantatnya.