Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Evolusi Slametan, Tradisi Berkirim Makanan Saat Ramadan

16 April 2021   21:09 Diperbarui: 16 April 2021   21:14 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku lupa lebih dulu menggunakan besek atau piring saat slametan (sumber gambar: insight.kontan.co.id)

Ibu sekitar pukul 15.00 sudah selesai memasak. Ada nasi kuning dengan lauk telur bumbu Bali, sambal goreng tempe, sambal goreng ati, ayam goreng, perkedel kentang, dan mentimun. Aku membantu mengelap piring, menaruh daun pisang, dan kemudian mencetak nasi kuning dengan mangkok. Aneka lauk ditata mengelilingi nasi. Hantaran sudah siap.

Sejak duduk di bangku SD, aku dan kakak membantu ibu berkeliling membagikan nasi hantaran. Dengan menggunakan baki panjang, ibu menaruh dua piring di satu baki, lalu menutupnya dengan serbet bersih.

Aku dengan hati-hati berjalan ke rumah tetangga, membuka pagarnya dan mengucapkan salam. Ada kalanya pintu agak lama dibuka, mungkin karena penghuninya sedang repot. Aku agak gemetaran membawa bakinya.

Satu piring kemudian dibawa masuk ke dalam rumah oleh tetangga. Aku menunggunya. Ia akan mengambil nasi di atas daun pisang tersebut. Lalu piring kosongnya akan dikembalikan ke kami.

Biasanya kakak perempuan mengalah. Ia mengambil rute yang jauh, sedangkan aku ke yang dekat-dekat saja. Tetangga kami lumayan banyak sekampung, mungkin ada 40-50 kepala keluarga saat itu.

Tugas mengirim makanan ini bagiku berat karena saat itu aku pemalu. Aku mengucapkan hafalanku dalam bahasa kromo alus ketika pintu dibuka. Beberapa tetangga baru tak mengenalku dan bertanya-tanya. Baru setelah kusebutkan nama ibuku, mereka mengenalinya.

Tetangga yang sepuh biasanya mengajakku berdialog, bertanya ini itu dalam bahasa kromo alus. Ampun aku kena skak, kosakata bahasa kromoku masih terbatas. Aku menjawabnya campur-campur dengan bahasa Indonesia.

Dalam hati aku cemburu ke kakak laki-laki. Ia tak ditugaskan mengirim makanan. Sepertinya ia tak mendapat tugas apa-apa sehingga ia bebas bermain.

Bisa Pilih Awal atau Akhir Ramadan
Slametan ini tradisi yang ada pada bulan Ramadan. Ia masih eksis hingga sekarang di kampung halamanku di Malang. Ada yang menyebutnya Megengan dan Berkatan.

Slametan biasanya diadakan pada awal puasa dan 10 hari jelang Ramadan berakhir. Boleh pilih. Biasanya Ibu memilih awal puasa karena pelakunya tidak banyak.

Rata-rata tetangga memilih slametan mendekati hari raya. Dalam sehari bisa ada 2-5 tetangga yang mengirimkan makanan. Alhasil pada jelang lebaran Ibu biasanya malas masak, karena biasanya kami dapat hantaran. Bahkan beberapa kali kami dapat satu hantaran per orang.

Evolusi Slametan
Biasanya slametan di tempat kami berupa nasi plus lauk-pauk. Nasinya terserah, apakah nasi putih atau nasi kuning. Namun ada juga yang slametan dengan isian semuanya apem atau dikombinasikan dengan pisang dan kue-kue lainnya.

Tetanggaku ada yang suka membuat kue apem sendiri. Kue apemnya khas. Bantat. Tidak ada rasa asem seperti kue apem pada umumnya, melainkan manis. Menurutku apemnya ini malah enak.

Apem dan pisang dari hantaran ini juga sudah banyak biasanya dibuat kolak oleh nenek. Enak juga bersantap takjil kolak apem dan pisang.

Semakin ke sini tempat dan isian slametan ini mengalami evolusi. Aku lupa mana yang lebih dulu apakah menggunakan piring atau besek bambu. Ada juga sih yang menggunakan besek plastik yang tak bertutup. Besek plastik ini biasanya juga beralas daun pisang atau kertas cokelat sehingga bisa dikembalikan dan digunakan lagi.

Setelah piring dan besek tidak ngetren, maka slametan nasi kotak pun jadi populer. Lebih praktis membawanya dan aku tidak perlu menunggu piring itu dikembalikan. Lebih praktis, aku bisa membawa empat kardus sekali pergi dan juga tidak takut piring pecah. Ups insiden piring pecah atau isinya tumpah seingatku pernah terjadi.

Sterofoam juga pernah digunakan tapi untungnya tidak populer. Ada juga yang menggunakan kotak kemasan plastik sekali pakai yang dijepret setiap sisinya. Nah yang terakhir namun kurang populer yaitu menggunakan kemasan kotak plastik yang tebal sehingga wadahnya bisa digunakan lagi oleh penerimanya.

Jenis isian slametan juga mengalami evolusi. Tidak hanya nasi rames atau nasi kuning dengan teman-temanya. Ada yang mengirimkan nasi kebuli, gule dan sate kambing, cake utuh, ayam goreng separuh plus sambal dan lalapan tanpa nasi, dan sebagainya. Hehehe semakin menarik dan kreatif.

Ibu sendiri sampai sekarang masih setia melakukan slametan. Tapi ia sudah tak masak sendiri, melainkan pesan jadi, soalnya anak-anak perempuannya sudah tak lagi di rumah. Ia bisa meminta bantuan cucu-cucunya untuk mengirimkan makanan.

Sayangnya tradisi slametan ini tak kujumpai ketika tinggal di Jakarta. Mereka pasti belum tahu betapa serunya membuka wadah berkat dan menebak-nebak isinya. Pastinya mereka juga belum pernah merasai kue apem bantat buatan sendiri yang legit.

Duh kok jadi pengin ya kue apem bantatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun