Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

"Latte Factor", Pengeluaran Kecil yang Lama-lama Jadi Bukit, Bagaimana Menyiasatinya?

3 Agustus 2020   14:40 Diperbarui: 3 Agustus 2020   15:00 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan Danamon Optimal maka akan dapat benefit lebih daripada dana sekedar untuk "latte factor" (sumber gambar: Danamon)

"Latte factor" dipopulerkan oleh pakar keuangan bernama David Bach. Dalam bukunya ia menyebutkan "latte factor" ini umumnya dialami kalangan upwardly mobile atau generasi milenial berusia 25-35 tahun karena terpengaruh oleh lingkungan dan gaya hidup.

Istilah ini merujuk ke pengeluaran yang dianggap kecil, remeh-temeh, tapi kemudian membukit. Karena pengeluaran ini umumnya berkaitan dengan kopi kekinian maka ia akrab disebut "latte factor".

Selain kopi kekinian, yang masuk dalam pos kategori "latte factor" adalah rokok, makan di luar, pernak-pernik yang dibeli secara spontan, dan hal-hal lainnya yang tak masuk dalam belanja bulanan serta lebih condong karena gaya hidup.

Nah, pengeluaran yang sebenarnya kurang penting, dianggap remeh, dan sering inilah yang disebut "latte factor". Istilah ini baru aku dengar di acara peluncuran Danamon Optimal secara virtual, Senin (21/7). Ternyata istilah ini mulai populer tahun 2017 dan makin sering diulas sejak tahun 2019.

Dari dialog seru antara Ario Pratomo alias Sheggario, influencer dalam Customer Tension and Sandwich Generation dan narasumber dari Danamon, yaitu Michellina Triwardhany, Vice President Director Bank Danamon;  Lanny Hendra, Consumer Business Head Bank Danamon; Meliani Chandra Biantoro, Customer Value Proposition Specialist Bank Danamon dimoderatori oleh Tommy Halim yang merupakan Consumer Segmentation Head Bank Danamon.

Maka "latte factor" sebenarnya bisa merugikan jika tak segera dikontrol dan ditekan. Akan lebih baik bila "latte factor" dikontrol dan uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan gaya hidup kemudian dialokasikan untuk ditabung dan diinvestasikan.

Menabung dan Berinvestasi dengan Asyik Bersama Danamon Optimal

Berkaitan dengan "latte factor" tersebut, kebiasaan ini bisa menjadi lampu merah jika seseorang masuk dalam "sandwich generation". Wah kok banyak istilah makanan sih? Mungkin karena makanan lebih mudah diingat.

Seperti halnya sandwich yang isinya diapit oleh dua keping roti, maka di sini generasi milenial diibaratkan mendapatkan tekanan dari dua sisi.

Di satu sisi ia sedang membentuk keluarga kecilnya, membiayai kehidupannya bersama istri dan anak-anaknya yang masih kecil.

Di sisi lain ia masih punya kewajiban membantu membiayai orangtua dan saudara-saudaranya. Hal ini jamak ditemui di kalangan milenial, baik yang masih lajang maupun sudah menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun