Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Ketika Alam Menunjukkan Kuasanya dalam "Sabda Alam"

19 Juni 2020   11:19 Diperbarui: 20 Juni 2020   11:21 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia bisa merasa sebagai makhluk yang cerdas, namun alam jauh lebih kuat ketika menunjukkan kuasanya. Berbagai bencana yang menimpa negeri ini menyakinkan manusia agar bisa hidup harmonis dengan alam. 

Pasalnya tak semua bencana alam dikarenakan faktor alam itu sendiri, ada kalanya bencana alam dipicu oleh keserakahan dan ketidakpedulian manusia. Kisah-kisah berkaitan dengan bencana tersaji dalam sebuah film omnimbus berjudul "Sabda Alam".

"Sabda Alam" menyajikan enam film pendek dengan benang merah bencana alam. Bencana alam yang umum dan paling sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi dan banjir. 

Gempa bumi yang terbesar di antaranya yang pernah terjadi di Yogyakarta dan Palu. Sementara bencana banjir kerap melanda wilayah ibu kota. Film omnibus ini tayang di TVRI pada Kamis, 18 Juni pukul 21.30 WIB.

Enam film pendek yang terangkum dalam "Sabda Alam" adalah "05.55", "Harap Tenang Ada Ujian!", "Home Sweet Home", "Jakarta 2012", "Pranata Mangsa", dan "Errorist of Season". 

Film-film ini ditutup dengan kisah sebelum terjadi bencana alam berupa gempa bumi dan ditutup dengan sebuah cerita serba-serbi tentang banjir.

"05:55"

Film berjudul "05:55" membuka cerita dengan situasi di sebuah desa di Bantul yang masyarakatnya sedang beraktivitas seperti biasanya. Ada yang sedang mencuci peralatan memasak, ada yang sibuk menjemur pakaian. 

Ayam-ayam juga berkotek dan berkeliaran di halaman seperti hari-hari biasanya. Tak ada yang menduga jika kemudian wilayah mereka dan mereka sendiri menjadi korban gempa bumi dengan kekuatan besar. Rumah mereka luluh lantak, mereka mengungsi dan mengalami trauma.

Film pendek besutan Tiara Kristiningtyas dan Mohammad Azri ini disajikan dalam warna hitam putih dan tanpa adanya dialog. Suasana pedesaan terasa damai dan kamera berhasil menangkap realita aktivitas masyarakat sehari-harinya. 

Menonton tayangan ini kita seperti sedang mengamati situasi yang biasanya kita temui di sebuah desa. Damai tapi kemudian ditutup dengan konklusi bahwa kejadian ini terjadi sehari sebelum terjadinya bencana besar pada 27 Mei 2006.

Film hitam putih ini menoreh prestasi (sumber: montase.org)
Film hitam putih ini menoreh prestasi (sumber: montase.org)
Ini sebuah kisah yang memilukan. Sebuah karya yang terbaik di antara film-film pendek lainnya dan layak menjadi pembuka sebuah omnibus. Film ini juga pernah mengharumkan nama bangsa dengan meraih penghargaan untuk kategori Best Cinematography dalam ajang Global Short Film Awards 2006.

"Harap Tenang Ada Ujian!"

Ini sebuah kisah yang menggelitik tentang anak kecil yang sedang belajar dalam rangka mempersiapkan ujian sekolah. Ia belajar tentang masa kependudukan Jepang. 

Tertanam di benaknya bahwa semua orang Jepang itu jahat termasuk orang Jepang yang diintainya saat ini. Ia dan kawannya nampak berkemah. Ini pastinya sebuah ancaman dan ia harus bertindak. Maka dengan ketapelnya anak laki-laki itu pun kemudian berjuang.

Bencana terjadi 10 hari jelang ujian sekolah (sumber: cinema poetica)
Bencana terjadi 10 hari jelang ujian sekolah (sumber: cinema poetica)
Film ini khas anak-anak dengan dialog bahasa Jawa sehari-hari. Kemudian ada adegan yang mempertemukan bahasa Jawa dan bahasa Jepang. Masing-masing kukuh dengan bahasanya. 

Yang terjadi kemudian adalah salah paham. Akhir film ini yang dibiarkan terbuka ini yang menarik, apalagi ketika si bocah ketakutan sekaligus marah lalu melontarkan kalimat yang kocak. Hahaha.

Film ini juga masih berkaitan dengan bencana alam Yogyakarta. Ia dikaitkan dengan ujian sekolah. Kejadian pada saat anak laki-laki yang diperankan oleh Muhammad Fendi Riyadi ini belajar adalah sehari sebelum gempa bumi besar di Yogya. 

Pertemuannya dengan pria Jepang yang rupanya adalah sukarelawan terjadi setelah bencana. Ia tetap belajar tekun di rumahnya yang sekarang berubah jadi rumah kardus. 

Rupanya meski terjadi gempa ujian sekolah tetap dilaksanakan seperti jadwal semula. Wah aku jadi mikir-mikir bagaimana anak-anak itu belajar mempersiapkannya. 

Film berdurasi 15 menitan ini karya Ifa Isfansyah. Ia meraih piala citra untuk kategori film pendek terbaik berkat film ini. Rupanya film inilah yang kemudian mengangkat karir Ifa yang gemilang di kancah perfilman nasional. 

Film-filmnya yang banyak mendapat apresiasi positif di antaranya "Sang Penari" , "Garuda di Dadaku" dan "Turah" (sebagai produser).

"Home Sweet Home"

Bencana alam membuat korban menderita. Mereka tak hanya kehilangan harta benda, ada juga yang terpisah dan kehilangan saudara, orang tua, dan anaknya. Selain itu mereka juga terlilit rasa trauma. Ada kalanya beban itu semakin menumpuk oleh hal-hal lainnya seperti soal pendataan rumah yang rusak karena bencana.

Film ini berlatar gempa di Palu. Ada seorang ayah bernama dan anak perempuannya yang menjadi korban bencana. Mereka kehilangan istri dan seorang ibu. Belum cukup dengan rumah yang luluh lantak, mereka dihadapkan pada masalah pendataan rumah

Karya Mohammad Ifdhal ini mengandung  kritik sosial. Dalam film dapat dilihat bagaimana para pengungsi berjuang untuk tetap hidup 'normal', mengantre air dan ingin kembali merasai tinggal di tempat yang nyaman, tapi kemudian dihadapkan pada hal-hal yang makin membuat mereka resah dan marah.  

Sumber: Sousinema Film
Sumber: Sousinema Film
"Jakarta 2012"

Banjir tak selalu disikapi dengan keluhan dan sumpah serapah. Ia juga bisa ditanggapi dengan jenaka. Keluarga aaa, misalnya. Karena lelah menjadi korban banjir, mereka pun menyikapinya dengan cara tak biasa. 

Mereka jadikan hal tersebut seperti sebuah kejadian yang istimewa. Hidup sudah berat, maka sikapi dengan canda.

Meski keluarga tersebut nampak santai menghadapi banjir, menembus genangan air yang dalam dan kotor untuk berbelanja, lalu nampak bersenang-senang dengan perahu karet sebenarnya itu hanyalah sebuah kritikan dengan nada berbalik alias satire.

Ini sebuah film dokumenter satire yang mencoba menangkap sikap masyarakat menengah ke atas terhadap banjir. Mereka pastinya juga kecewa dan kesal akan banjir, tapi di sini mereka ekspresikan seolah-olah dengan nada biasa dan malah nampak gembira. Hahaha. 

Ketika sebuah peristiwa jamak terjadi dan seperti tidak ada solusi, rasanya mubazir untuk mengeluh dan marah-marah.

Pergerakan kamera dan cara pengambilan di sini nampak amatir. Entah disengaja atau tidak. Jadinya seperti konten-konten amatir yang banyak tersaji di platform digital. Tapi kesannya jadi riil dan diambil oleh orang terdekat korban banjir tersebut.

Film pendek ini ditayangkan di TVRI semalam (sumber: Pusbang Film/TVRI)
Film pendek ini ditayangkan di TVRI semalam (sumber: Pusbang Film/TVRI)
"Pranata Mangsa"

Orang Jawa yang masih tradisional biasanya menggunakan sistem kalender Jawa untuk memulai bertanam dan sebagainya. Kalender Jawa ini merangkum kejadian dan pola alam. Namun alam kini telah berubah, polanya juga pastinya bergeser. Ini jadi membingungkan mereka.

Ninndi Raras memberikan sentilan tentang perubahan alam. Kondisi alam telah jauh bergeser. Apakah ini sesuatu yang benar dalam artian memberikan banyak manfaat, ataukah ini akan menjadi tanda-tanda bencana?

Proses pembuatan film Pranata Mangsa (sumber: /jogja.tribunnews.com)
Proses pembuatan film Pranata Mangsa (sumber: /jogja.tribunnews.com)
Lewat gambaran seorang kakek yang berprofesi sebagai petani, lalu mereka yang melakukan sholat minta hujan, maka penonton diajak menyimak dan lebih memerhatikan kondisi alam saat ini. Lebih baik terlambat daripada tidak melakukan sama sekali hal-hal yang bisa menghentikan laju kerusakan alam.

"Errorist of Season"

Film terakhir ini merupakan sebuah drama tragedi dengan unsur dark comedy. Banjir coba dimaknai sebagai lahan bisnis. Sebuah peluang untuk mendapatkan keuntungan besar. Tapi bagaimana jika tahun itu hujan tak kunjung datang dan ketika akhirnya tiba, sungai tak lagi menyebabkan banjir?

Cerita ini menggelitik. Setting-nya di Jakarta di mana kota ini terkenal sebagai langganan banjir dan masyarakat yang jeli menggunakan perahu karet sebagai lahan bisnis.

Ide cerita ini sepertinya berasal dari kisah nyata. Aku suka dengan gambaran Pulung, seorang ayah yang di-PHK dan kemudian mencoba peruntungan dengan mencari peluang di musim hujan. Ia seorang yang polos dan ingin meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Ia diperankan dengan apik oleh Lukas Octavianus.

Pulung di-PHK dan mencoba peruntungan untuk berbisnis perahu karet (sumber: viddsee.com)
Pulung di-PHK dan mencoba peruntungan untuk berbisnis perahu karet (sumber: viddsee.com)
Meski ceritanya berlatar di Jakarta, ada unsur klenik di sini yang memberi warna. Sebuah kisah penutup yang menarik, memotret kondisi masyarakat bawah yang ingin mencoba mengubah nasib dengan memanfaatkan banjir. Ada yang menderita karena banjir, ada juga yang ingin mengulik duit dari banjir.

Film ini dibesut oleh Rein Maychaelson. Ia meraih penghargaan Gold pada ajang Viddsee Juree Awards yang diadakan Goethe Institute Jakarta pada tahun 2018.

---

Enam film pendek ini mencoba menangkap dan menyajikan realita masyarakat di tengah bencana. Topiknya diambil beragam, dari sudut pandang anak-anak hingga mereka yang tak berdaya dengan bencana lalu menyikapinya dengan berbeda. Ada pesan-pesan moral dan sentilan di sini yang berupaya dibingkai dengan halus.

Indonesia memang negara yang dikelilingi gunung berapi. Itu tak bisa dipungkiri. Tinggal bagaimana caranya kita bisa hidup damai dan harmonis. Namun soal banjir, sebagian besar karena ulah manusia itu sendiri. 

Pastinya soal bencana tak bisa menjadi tanggung jawab satu pihak tapi melibatkan berbagai pihak karena ia juga berdampak ke banyak orang, termasuk anak-anak kecil,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun