Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Keraton Sumenep, Koneng, dan Lambang Kerajaan Naga-Pegasus

19 September 2019   11:32 Diperbarui: 20 September 2019   21:23 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lambang Kerajaan Sumenep, Naga dan Pegasus (dokpri)

Belum genap pukul sepuluh pagi, tapi matahari seperti sudah tinggi dan sinarnya terasa begitu terik di Sumenep. Kondisi ini tak menyurutkan niat kami untuk menuju Keraton Sumenep. Tak sampai 30 menit kami telah tiba di depan gerbang keraton yang masih terawat ini. Rupanya ada beberapa hal menarik tentang Keraton Sumenep ini.

Oleh petugas parkir, kami diminta menuju museum dulu sebelum menjelajah keraton. Tiket masuknya murah, hanya Rp 5 ribu untuk orang dewasa. Museum ini buka sejak pukul 17.00. Di dalam bangunan yang terdiri atas sebuah ruangan seperti aula ini terdapat urutan nama-nama raja Sumenep dan pemerintah daerah setelahnya, juga beragam koleksi lainnya, baik yang telah berusia ratusan tahun maupun yang masih belum terlalu tua.

Kerajaan Sumenep ini awalnya berupa Kadipaten sebelum berubah menjadi Keraton pada tahun 1883. Wilayahnya berupa Madura bagian timur seperti Sumenep dan Pamekasan, juga kepulauan di antara Selat Madura dan Selat Bali. Ia pernah menjadi bagian dari Singosari, Majapahit, Mataram hingga kemudian jatuh ke kekuasaan Belanda.

Koleksi museum yang didirikan tahun 1965 tersebut ini terdiri atas furnitur, sebagian benda pusaka, dan hadiah-hadiah dari kerajaan sahabat. Furnitur terdiri atas kursi terbuat dari rotan yang digunakan pihak keraton, perangkat sarana pengadilan, dan tempat tidur. Kemudian ada benda pusaka seperti tombak tertata rapi.

Koleksi pusaka lainnya disimpan di keraton. Juga terdapat Al-Quran besar yang dibuat tahun 2005, pada saat Madura menjadi tuan rumah penyelenggaraan MTQ. Ukurannya 4 kali 3 meter dan beratnya 500 Kg.

Koleksi museum keraton Sumenep (dokpri)
Koleksi museum keraton Sumenep (dokpri)
Al-Quran besar yang dibuat tahun 2005 (dokpri)
Al-Quran besar yang dibuat tahun 2005 (dokpri)
Raja-raja Terkenal Sumenep dan Kerja Sama dengan Kerajaan Lain
Kerajaan Sumenep erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit. Pada waktu Raden Wijaya dan rombongannya menyelamatkan diri dari serangan prajurit Tiongkok ke Singosari, Arya Wiraja yang saat itu menjabat Adipati Kerajaan Sumenep membantunya. Ia juga membantu Raden Wijaya mendirikan Majapahit.

Raja Sumenep lainnya yang terkenal di antaranya Jokotole yang bergelar Pangeran Secodiningrat III (1415-1460). Ia merupakan pendiri benteng Kalimo'ok dan merupakan raja ke-13. Julukan Jokotole ini kemudian melekat ke Madura FC dengan sebutan Laskar Jokotole.

Kemudian ada nama Panembahan Sumolo Asiru (1762-1811) dengan gelar Panembahan Notokusumo I. Pada masanya Beliau mendirikan Masjid Jami'. Putranya, Sultan Abdurrahman I (1812-1854) dikenal sebagai raja yang ahli sastra dan bahasa. Ia menguasai banyak bahasa, seperti Bahasa Kawi dan Bahasa Sansekerta. Ia pernah dimintai oleh Raffles untuk menerjemahkan tulisan kuno ke dalam Bahasa Melayu.

Raja terakhir adalah RP Ario Prabuwinoto (1926-1929) sebelum kemudian Kerajaan Sumenep bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950.

Dokumentasi raja-raja Sumenep dan Pemda (dokpri)
Dokumentasi raja-raja Sumenep dan Pemda (dokpri)
Semasa Kerajaan Sumenep berdiri, ia juga menjalin hubungan dengan bangsa Tiongkok dan kerajaan Eropa seperti Inggris. Koleksi museum dan keraton beberapa di antaranya merupakan hadiah.

Pemandu museum kemudian menjelaskan tentang kereta kencana yang ada di sudut bangunan. Rupanya kereta kencana ini merupakan hadiah dari Inggris pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman I (1812-1854). Kereta ini dulunya digunakan untuk prosesi pada waktu-waktu tertentu. Tapi karena sebab-musabab akhirnya prosesi tersebut menggunakan kereta tiruan.

Selain kereta juga terdapat cermin raksasa hadiah Inggris. Yang asli sudah retak dan diletakkan di dalam bangunan keraton. Cermin yang replika ditaruh di depan keraton. Tujuannya agar pengunjung keraton merapikan busana dan penampilannya sebelum menghadap sang raja. Koleksi porselen juga menghiasi museum. Ada tempayan dari Tiongkok dan Inggris.

Kereta hadiah Inggris (dokpri)
Kereta hadiah Inggris (dokpri)
Lambang Kerajaan "Naga dan Pegasus"
Bagiku yang paling mencuri perhatian adalah lambang kerajaan. Ia terdiri dari dua makhluk mitologi yang mengelilingi mahkota dan di bagian bawahnya dikelilingi rangkaian bunga. Di situ juga terdapat gambar rumah, bintang, dan gambar orang memegang senjata.

Aku bertanya-tanya apakah ada pengaruh lambang kerajaan tersebut dari Tiongkok dan Eropa?

Aku membaca keterangan tentang lambang kerajaan. Rupanya pegasus alias kuda terbang berarti tunduk dalam pemerintahan. Sedangkan naga memiliki makna putra bangsawan ada di bawah jangan diinjak.

Lambang kerajaan ini juga terdapat di Keraton Sumenep (dokpri)
Lambang kerajaan ini juga terdapat di Keraton Sumenep (dokpri)
Simbol rumah berarti perlindungan pada masyarakat. Bintang bermakna keagamaan. Bunga artinya perdamaian. Sedangkan gambar orang memegang senjata berarti apabila berbicara jangan acuh tak acuh. Lambang kerajaan ini juga ada di keraton juga di beberapa jalan daerah Sumenep.

Keraton Sumenep dan Kantor Koneng
Keraton Sumenep didirikan tahun 1762. Luas kompleksnya mencapai 18 hektar. Hingga saat ini kondisinya masih terawat dengan baik. Koleksi-koleksinya juga sebagian masih utuh.

Bangunan museum dan keraton didominasi warna kuning. Aku bertanya-tanya apakah ada kaitan warna kuning dan koneng. Rupanya warna kuning disebut sebagai warna bangsawan.

Bagian pendopo keraton (dokpri)
Bagian pendopo keraton (dokpri)
Bagian gerbang juga bercat kuning (dokpri)
Bagian gerbang juga bercat kuning (dokpri)
Sultan Abdurrahman yang mengubah seluruh cat bangunan tembok menjadi berwarna kuning. Kuning di sini berarti konenglijk yang artinya kantor raja atau kadipaten. Dulu awalnya kantor Koneng ini menjadi tempat melangsungkan rapat secara rahasia para pejabat keraton.

Koleksi Keraton Sumenep dan Bagian Keraton
Keraton Sumenep menyimpan koleksi di antaranya peralatan upacara tradisional, lemari tinggi untuk menyimpan benda pusaka seperti tombak, peralatan membuat jamu tradisional, peralatan berhias, dan miniatur keraton.

Kemudian ada peralatan kesenian seperti kesenian wayang, topeng, instrumen musik bernafaskan Islam, dan peralatan musik tradisional, juga senjata tradisional dan naskah-naskah kuno.

Oh iya di Sumenep juga ditemukan arca bernuansa Buddha yaitu patung Buddha dan patung Brahmana, menandakan pengaruh kerajaan Jawa pada masa Majapahit.

Ada peninggalan bernafaskan Buddha (dokpri)
Ada peninggalan bernafaskan Buddha (dokpri)
Koleksi gerabah dengan bentuk ikan (dokpri)
Koleksi gerabah dengan bentuk ikan (dokpri)

Koleksi-kolesi gerabah juga beragam. Baik dari buatan Sumenep,Tingkok maupun dari Eropa. Konon peralatan masak dari keramik tertentu membuat masakan tidak cepat basi.

Kami diajak ke ruangan lainnya. Kamar-kamar tidur raja dan permaisuri hanya boleh diintip oleh wisatawan. Tempat tidurnya rapi dan terawat. Kemudian ada ruangan yang menyambung dengan bagian atas,digunakan untuk bertirakat. Tapi ruangan ini sudah ditutup.

Di samping bangunan utama terdapat Taman Sare. Tempat putra keraton membersihkan diri. Dipercaya ada khasiat tertentu jika pengunjung membasuh diri dengan air tersebut. Ada tiga pintu. Pintu pertama diyakini dapat membuat awet muda dan mudah jodoh, dan dipermudah mendapat keturunan. Pintu ketiga untuk kejayaan,karir dan kepangkatan. Pintu terakhir untuk meningkatkan iman dan takwa.

Taman Sare Sumenep yang rindang (dokpri)
Taman Sare Sumenep yang rindang (dokpri)
Waktu melihat telaganya, sayangnya airnya sedang tidak mengalir dengan lancar saat itu. Alhasil airnya tidak sejernih pada hari-hari biasa. Ada saluran yang terhambat dan belum dibersihkan.

Pemandu mengajak kami ke bagian terakhir, Labhang Mesem alias pintu tersenyum. Ia berupa pintu gerbang menuju kompleks Keraton. Ada alasan tersendiri disebut seperti itu. Pada waktu itu ada penjaga yang ukuran tubuhnya kerdil. Ia memiliki tempat sendiri untuk menjaga yang memang langit-langitnya rendah. Ia memiliki wajah ramah dan jenaka sehingga pengunjung tersenyum jika melihatnya.

Halaman keraton nampak lapang dan sejuk. Ia dihiasi dengan sebuah beringin tua yang lebat. Ketika ku melangkah keluar gerbang, hawa terik dan sinar matahari Sumenep pun kembali menyengat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun