Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bintang Sekelas Reza pun Tak Mampu Menyelamatkan "Gerbang Neraka"

20 September 2017   15:11 Diperbarui: 20 September 2017   20:23 9479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Firegate alias Gerbang Neraka dirilis tahun lalu (sumber: dokpri, pernah diunggah di keblingerbuku)

Sebuah adegan dalam Gerbang Neraka (sumber: web Legacy Pictures)
Sebuah adegan dalam Gerbang Neraka (sumber: web Legacy Pictures)
Di tempat lain ada Profesor Theo Wirawan (Ray Sahetapy) yang memberikan kuliah tentang penjelajahan samudera dan keterkaitannya dengan gold (kekayaan), glory (kejayaan), dan gospel(agama/pengetahuan). Ia bercerita jika tidak ada yang sangat bernafsu dan terobsesi dengan tiga hal tersebut maka dunia akan aman sentosa.

Ia dan wakil kepala riset, Dr. Arni Kumalasari (Julie Estelle) kemudian memberikan penjelasan tentang rencana ekskavasi Gunung Padang dimana mereka perlu menemukan pintu masuknya. Ia yakin pengetahuan yang tersembunyi dalam piramida tersebut akan sangat berharga dibandingkan rumor keberadaan emas dan benda berharga.

Penelitian tersebut juga menarik rasa ingin tahu Tomo dan Guntur. Keduanya pun menuju lokasi situs dengan tujuan masing-masing. Tomo dengan rencana investigasinya agar mendapatkan honor besar sebagai biaya pengacara untuk mendapatkan hak asuh putrinya, Lila. Sedangkan Guntur menyembunyikan rencana sesungguhnya.

Penelitian pun berlangsung dengan pengawalan ketat, Tomo dan Guntur pun dilarang mendekat ke lokasi. Meski demikian korban pun berjatuhan dimulai dari profesor. Arni pun mau tak mau harus bekerja sama dengan Tomo dan Guntur untuk menyelesaikan misi tersebut. Namun, misteri yang mereka ungkap ternyata jauh lebih besar dan tidak seperti dugaan awal mereka.

Spoiler Alert!

Film ini memiliki alur cerita yang mirip dengan versi novelnya. Bedanya unsur sejarah yang dikupas sedikit-sedikit dan sering ala-ala Profesor Langdon dalam Da Vinci Code ini dibabat habis dalam versi filmnya. Bagian sejarahnya hanya ditampilkan di awal dan kurang banyak hanya seperti pengantar. Padahal dalam novel, unsur inilah yang menarik, dimana menggunakan referensi dari penelitian Profesor Santos dan Dr Oppenheimer tentang keistimewaan paparan Sunda.


Oke, saya menerima jika unsur sejarahnya sedikit. Karena ini filmnya Rizal Mantovani yang sudah kondang dengan horornya. Sayangnya horornya nanggung dan tidak menyeramkan. Sosok penjaga Gunung Padang, Badura, desain sosoknya tidak seram. Unsur horornya lebih mengandalkan ke jump scare tapi lama-kelamaan polanya bisa ditebak,sehingga penonton bisa mempersiapkan diri. Filmnya serba nanggung antara ke genre misteri sejarah atau horor. Alur dan pengungkapan rahasia piramida ini mengingatkan pada film The Mummy ala Brendan Fraser.

Ceritanya menurutku memang kurang kuat, seperti ada kebingungan untuk menamatkannya. Ada juga dugaan jika film ini sekedar memanfaatkan nama besar situs Gunung Padang dan jika dirilis tahun lalu sebenarnya momennya lebih pas karena penelitian situs Gunung padang tahun lalu masih bergaung. Saya berpikir-pikir apakah dulu ditunda karena ada yang protes jika gunung Padang dibuat menjadi kisah horor karena kuatir membuat nama situs ini buruk. Meskipun untuk kisah fiksi sih hal tersebut sah-sah saja.

Julie punya andil besar dalam film ini tapi tidak berhasil menandingi perannya dalam Kuntilanak (sumber: web Legacy Pictures)
Julie punya andil besar dalam film ini tapi tidak berhasil menandingi perannya dalam Kuntilanak (sumber: web Legacy Pictures)
Dari segi performa, Rezanya tampil biasa, demikian Julie Estelle. Kombinasi Julie dan Rizal tidak berhasil mengulang kesuksesan Kuntilanak. Adegan Ray Sahetapy dalam ruang kuliah ini mengingatkan saya pada sebuah adegan dalam film Spy in Love, dimana Ray juga berperan sebagai dosen senior yang sedang memberikan kuliah.

Yang mencuri perhatian di sini adalah Dwi Sasono yang berperan sebagai paranormal nyentrik. Ia tampil konyol dimana unsur 'mas Adi' dalam Tetangga Masa Gitu itu masih kuat, sehingga penonton tertawa setiap kali ia muncul. Lukman Sardi juga tampil apik meskipun porsinya tidak banyak.

Computer generated imagery (CGI) nya masih kasar terutama pada adegan pembuka. Tapi jika dibandingkan film Bangkit sih masih lebih baik. Musik skoringnya ini juga saya apresiasi terutama pada bagian musik etnik. Musiknya digubah oleh komposer Andi Rianto. Adegan ekskavasi situs arkeologi meliputi penyisiran, penggalian dan lain-lain itu juga menarik karena jarang ditampilkan di film lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun