3. Mood swing dan kecemasan
 Ada hari di mana aku merasa superproduktif. Tapi besoknya, rasanya dunia gelap---padahal tak ada hal buruk yang terjadi. Sekali waktu menangis tanpa sebab, lain waktu marah karena hal sepele seperti krim kopi yang habis.
4. Kelelahan dan "brain fog"
 Kelelahan di perimenopause bukan sekadar capek biasa. Rasanya seperti kehilangan tenaga dan fokus sekaligus. Ide yang biasanya mengalir, kini tersendat di tengah jalan. Paragraf demi paragraf terasa seperti mendaki bukit dengan beban di punggung.
5. Perubahan berat badan dan kepercayaan diri
 Bagian paling sulit mungkin saat tubuh mulai berubah---berat badan naik padahal pola makan sama. Rasanya tidak nyaman saat bercermin atau tampil di depan kamera untuk konten media sosial. Yang ini, sudah setahunan, kiloan turunnya jauh. Tapi asik, punya berat badan ideal, nih!
Cara Mengatasinya Tanpa Kehilangan Kreativitas
1. Ubah ritme harian
 Alih-alih memaksa diri menulis di tengah malam seperti dulu, aku mulai menata ulang jam produktifku. Pagi hari setelah anak berangkat sekolah ternyata waktu paling jernih. Suara burung, secangkir kopi, dan tubuh yang masih segar bisa jadi kombinasi sempurna untuk menulis.
2. Perbaiki pola tidur
 Sekarang aku berusaha tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari. Menghindari kafein setelah jam tiga sore dan menutup laptop satu jam sebelum tidur. Kadang kuganti dengan membaca buku ringan atau meditasi singkat agar pikiran tenang.
3. Jaga pola makan dan hidrasi
 Sayuran hijau, kacang-kacangan, dan ikan mulai sering masuk piring. Makanan tinggi protein dan serat bantu menstabilkan energi dan hormon. Air putih juga tak kalah penting---karena dehidrasi bisa memperparah gejala hot flashes.
4. Bergerak dan bernapas
 Olahraga tidak harus ke gym. Jalan pagi keliling komplek sambil mendengarkan podcast sudah cukup. Aku juga mencoba yoga ringan dua kali seminggu. Gerakan peregangan sederhana ternyata bisa menenangkan pikiran dan meredakan nyeri tubuh.
5. Kelola stres dengan mindfulness
 Setiap kali mood swing datang, aku belajar untuk berhenti sejenak. Menutup laptop, membuat teh hangat, dan bernapas perlahan. Kadang aku menulis jurnal harian---bukan untuk publikasi, tapi untuk memahami perasaan sendiri.
6. Jangan menanggung sendiri
 Aku mulai terbuka pada teman-teman sesama penulis. Ternyata banyak yang mengalami hal serupa. Obrolan sederhana di grup WhatsApp kadang jadi penyelamat di hari-hari penuh kabut hormon. Dukungan kecil, tapi berarti besar.
7. Konsultasi medis jika perlu
 Bila gejala mulai mengganggu aktivitas, jangan ragu ke dokter. Ada terapi hormon, suplemen, atau alternatif alami yang bisa membantu. Kita tidak harus menghadapi semua ini sendirian.
Menemukan Ritme Baru
Perimenopause mengajarkanku satu hal penting: tubuh perempuan itu luar biasa, tapi juga butuh didengarkan. Dulu aku terbiasa memaksa diri menyelesaikan tulisan meski lelah. Sekarang, aku belajar bahwa jeda juga bagian dari produktivitas.