Kedua, pejabat bisa santun sampaikan kebijakan tanpa merendahkan. Bayangkan kalau semua pejabat punya koleksi buku filsafat, ilmu sosial, sampai ekonomi lingkungan.Â
Setiap kali bicara, mereka akan terlatih melihat persoalan dari banyak sudut pandang. Rakyat pun merasa dihargai, bukan dipandang rendah dengan kebijakan setengah matang.
Flexing Buku vs. Flexing Barang Mewah
Kalau ada pejabat flexing koleksi buku di media sosial, saya justru bakal bangga. Lebih keren daripada flexing mobil dinas terbaru. Flexing buku memberi sinyal bahwa pejabat itu serius belajar.Â
Ia sadar, kebijakan bukan soal selera pribadi, tapi soal masa depan banyak orang. Lha kalau flexing barang mewah, rakyat malah tambah sebal.Â
Apa gunanya jam tangan ratusan juta kalau saat ditanya strategi mengatasi krisis pangan, jawabannya muter-muter kayak kipas angin rusak?
Nalar Santun dalam Kebijakan
Mari kita jujur, banyak pejabat kalau bicara kebijakan suka terbawa emosi atau sok pintar. Padahal, nalar santun itu lahir dari kebiasaan membaca.Â
Buku mengajarkan kesabaran, runut berpikir, dan logika yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, saat menyampaikan program baru---misalnya pengelolaan sampah berbasis desa---pejabat tidak sekadar mengomando, tapi bisa menjelaskan kenapa langkah itu diambil, apa dasar ilmiahnya, dan bagaimana dampaknya bagi rakyat kecil.
Di era digital, semua pejabat punya akun media sosial. Nah, alangkah indahnya kalau isi unggahan mereka bukan sekadar potret di hotel bintang lima, tapi juga rekomendasi buku yang baru dibaca. Itu lebih bermanfaat.Â
Rakyat bisa ikut belajar, diskusi berkembang, dan kepercayaan publik meningkat. Media sosial jadi ruang literasi, bukan etalase gaya hidup.
Pejabat, Yuk Flexing Koleksi Buku
Ibu-ibu bawel macam saya hanya ingin pejabat berhenti bikin rakyat elus dada. Kalau memang mau pamer, pamerlah koleksi buku. Bukan karena gaya, tapi karena buku membentuk cara pikir.Â
Pejabat yang rajin baca buku akan lebih runut bicara, santun sampaikan kebijakan, dan tidak gampang salah paham hasil studi banding.Â