Tanggal 28 Agustus 2025 tercatat sebagai momen penuh simbol. Warna brave pink mewakili keberanian seorang Ibu Anna yang maju di barisan aksi. Sementara hero green mengingatkan kita pada sosok almarhum Affan, seorang ojek online yang profesinya menjadi lambang perjuangan mencari nafkah. Dua warna ini berpadu menjadi pesan: perjuangan ibu-ibu tidak bisa dipandang sebelah mata.
Di balik aksi dan simbol itu, ada kisah nyata yang lebih kompleks: ibu-ibu memikul beban ganda yang kerap tak terlihat. Mereka dituntut menjaga anak-anak agar tak terprovokasi ikut demo, merawat rumah, sekaligus menopang ekonomi keluarga. Di saat yang sama, hak-hak mereka sendiri sering kali terabaikan.
Tuntutan Ibu-Ibu: Dari Dapur ke Jalanan
Kita jarang mendengar suara ibu-ibu di forum formal kebijakan publik. Padahal, jika ojek online bisa mengajukan tuntutan sistem kerja dan upah adil (17+8), mengapa ibu-ibu tidak bisa menuntut hal yang sama untuk perlindungan sosial mereka?
Berikut beberapa bentuk tuntutan yang sebenarnya realistis dan sangat layak untuk diperjuangkan:
1. Pengakuan Kerja Domestik sebagai Produktif
Memasak, mencuci, mendidik anak, mengurus rumah---semua itu pekerjaan yang menopang ekonomi negara. Ibu-ibu berhak atas jaminan sosial meskipun statusnya "hanya" ibu rumah tangga.
2. Akses Kerja Fleksibel & Upah Layak
Banyak ibu yang juga bekerja di luar rumah, namun tetap dituntut menyelesaikan semua urusan domestik. Negara perlu membuka lebih banyak lapangan kerja fleksibel berbasis digital, dengan standar upah yang manusiawi.
3. Subsidi Kebutuhan Pokok
Harga sembako, listrik, hingga biaya pendidikan yang terus naik otomatis membebani ibu-ibu. Kebijakan subsidi yang adil adalah salah satu bentuk perlindungan sosial nyata.
4. Perlindungan Anak dari Eksploitasi Politik
Ada kasus di mana anak-anak ikut demo hanya karena ikut arus. Di sini, ibu-ibu diminta menjaga, tetapi negara tidak memberi aturan yang jelas. Tuntutan yang wajar: regulasi perlindungan anak dalam aksi massa.
Cerita Sehari-Hari: Suami Santai, Istri Menanggung Semua
Mari kita jujur. Berapa banyak suami yang berbagi tanggung jawab urusan rumah dan anak kepada istrinya? Dalam banyak keluarga, realitanya, ibu-ibu bekerja di luar rumah dari pagi hingga sore, tetapi begitu pulang, mereka masih harus memasak, mencuci, menemani anak belajar.
Sosiolog menyebut ini sebagai beban ganda atau bahkan triple role. Tak jarang, ibu-ibu terjebak dalam lingkaran stres, kelelahan, bahkan depresi. Ironisnya, suara mereka jarang didengar dalam penyusunan kebijakan.