Suatu pagi yang sejuk di Lembang, saya menaiki ojek online menuju satu lokasi yang katanya menjadi rumah produksi minuman sehat bernama Master Lemon. Ongkosnya hanya Rp16.500 dari tempat tinggal saya, tapi perjalanan kali ini bukan sekadar silaturahmi biasa.
Saya datang sebagai salah satu exclusive writer yang mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan para mitra Amartha---perempuan-perempuan tangguh yang menjalankan UMKM dari rumah, untuk hidup, dan untuk harapan masa depan yang lebih baik.
Kegiatan ini adalah bagian dari program field visit yang diselenggarakan oleh Amartha, perusahaan teknologi finansial yang sudah lebih dari 15 tahun berdiri dan fokus pada pemberdayaan perempuan pengusaha UMKM di desa-desa. Di sinilah saya memahami bahwa modal usaha bukan hanya soal uang, tetapi juga soal kepercayaan, pendampingan, dan harapan.
Amartha: Modal Usaha Bagi Akar Rumput untuk Tumbuh dan Tangguh
Didirikan pada tahun 2010, Amartha adalah platform teknologi keuangan digital inklusif yang fokus membantu pengusaha ultra-mikro dan kecil di segmen akar rumput---khususnya perempuan. Dengan semangat pendanaan berdampak (impact investing), Amartha telah menyalurkan lebih dari Rp35 triliun kepada 3,3 juta UMKM di lebih dari 50.000 desa di Indonesia. Yang membanggakan, lebih dari 90% penerima manfaatnya adalah perempuan.
Amartha tidak hanya menyediakan akses investasi yang aman bagi masyarakat kota melalui investasi Celengan dalam aplikasi AmarthaFin (https://amartha.com/individu/celengan/), tapi juga menjadi jembatan harapan bagi ibu-ibu di desa-desa yang penuh semangat untuk berkembang.
Field visit ini adalah salah satu bentuk komitmen Amartha dalam memastikan bahwa manfaat investasi benar-benar dirasakan nyata oleh masyarakat.
Mitra Pertama: Lina dan Kesegaran dari Dapur Lembang
Di Kampung Pojok Girang, Lembang, saya bertemu dengan Ibu Lina Herlianti, pendiri brand Master Lemon. Sejak 2016, Lina meracik sari lemon dari dapur rumahnya. Tak hanya lezat dan menyegarkan, minuman ini pun dipercaya menyehatkan. Kini, ia mampu memproduksi hingga 3.000 botol per bulan, dengan omzet mencapai Rp15 juta!
Apa rahasianya? Ternyata Lina tidak bekerja sendirian. Suaminya, Kang Dadang Sopandi, rela menjual mobil untuk memulai usaha kebun lemon California. Ia kini bekerja sama dengan 30 kelompok tani dengan sistem kemitraan: mereka diberi bibit gratis, dengan syarat hasil panennya dijual kembali ke Kang Dadang.
Kang Dadang yang lebih dikenal dengan sebutan Kang Master menjual jeruk lemon-nya itu pada istrinya, Lina. Dengan pasokan bahan baku yang terjaga, Lina bisa berkreasi dan memasok produknya ke reseller di Bandung, Indramayu, hingga Jakarta dan Bekasi. Bahkan penjualannya melesat pada masa pandemic karena banyak orang mencari minuman kesehatan.
Lina bergabung dengan Amartha pada 2022. Awalnya ia sempat ragu, tapi setelah diskusi dengan suami, ia memutuskan mencoba pinjaman pertama sebesar Rp3 juta. Salah satu syaratnya adalah membentuk kelompok pengusaha perempuan. Tanpa kesulitan, Lina berhasil mengajak 10 ibu lainnya untuk bergabung. Sejak itu, ia tak hanya mendapatkan modal usaha, tetapi juga berbagai kesempatan ikut bazar dan pelatihan.
"Bukan cuma modal, tapi juga koneksi, acara, dan semangat baru. Amartha bukan sekadar pinjaman, tapi mitra usaha," kata Lina.
Bahkan kami, saat berkunjung diberi kesempatan mencoba minuman jeruk lemon California yang diperas langsung saat itu juga serta jus strawberry. Sayangnya, saya dan beberapa exclusive writers tidak kebagian. Terpaksa gigit jari dan baru merasakan kesegarannya dari produk Master Lemon yang diberikan sebagai buah tangan.
Mitra Kedua: Sherly, Rajutan Tangan dari Gang Sempit yang Masuk Etalase Wisata
Perjalanan berikutnya membawa saya ke Kampung Nyalindung, Desa Cikole. Untuk masuk ke lokasi, kami harus menyusuri gang sempit. Rombongan kami yang berjumlah lebih dari 20 orang pun harus sabar mengantri masuk rumah. Di dalam rumah, beberapa berdiri, sebagian lainnya duduk di tikar, menyimak kisah luar biasa dari perempuan muda bernama Sherly Novita.
Di usia 25 tahun, Sherly sudah dikenal sebagai perajin rajutan paling produktif di kampungnya. Melalui brand SN Collection, Sherly memproduksi tas rajut, pouch, dan aksesori lainnya. Produknya sudah tersebar di berbagai lokasi wisata seperti The Castello, Kopi Luwak Cikole, hingga Ciater.
"Awalnya cuma bantu-bantu ibu bikin rajutan. Tapi lama-lama saya senang sendiri. Saya mulai menjual, bikin brand, dan sekarang bisa produksi sampai 250 produk per bulan," ungkap Sherly.
Sherly bergabung dengan Amartha pada awal 2024. Ia menerima pinjaman sebesar Rp5 juta, yang langsung ia gunakan untuk membeli bahan berkualitas dan alat rajut yang lebih efisien. Dalam kelompoknya, hanya dua orang memiliki usaha di bidang rajutan. Dengan bantuan tiga karyawan perempuan, Sherly memproduksi setiap hari tanpa harus menunggu pesanan datang.
"Kalau nunggu orderan baru merajut, nggak bisa kejar target. Makanya kami produksi terus. Sehari setiap orangnya bisa habisin 12 gulung benang," katanya.
Harga produk Sherly berkisar antara Rp25 ribu hingga ratusan ribu tergantung ukuran dan model.
Di tengah antusiasmenya, Sherly juga mengungkap satu kekhawatiran. Menurutnya, sulit mencari regenerasi. Gadis-gadis seusia atau lebih muda darinya, kurang tertarik untuk belajar merajut.
"Sayang sih, padahal bisa jadi penghasilan tetap. Kalau ada modal dan alat yang bagus, bisa banget jadi usaha jangka panjang," katanya sambil menunjukkan koleksi tas sling rajut warna pastel yang cantik-cantik.
UMKM Perempuan: Tulang Punggung Ekonomi Desa
Cerita Lina dan Sherly adalah representasi kekuatan ekonomi lokal yang sering tersembunyi di balik dinding rumah dan gang-gang sempit. Tapi mereka bukan sekadar pengusaha. Mereka adalah pemimpin kecil di komunitasnya. Mereka menginspirasi tetangga, menggerakkan roda ekonomi, dan menjaga keseimbangan keluarga.
Program pendanaan berdampak seperti yang ditawarkan oleh Amartha memberi ruang bagi perempuan-perempuan seperti mereka untuk berkembang, tanpa harus menggadaikan keamanan atau martabat. Dengan pendekatan gotong royong dan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan, Amartha memberi jawaban nyata pada tantangan inklusif keuangan.
Dan yang lebih penting, Amartha melibatkan mitra dalam semangat kolaborasi. Melalui kelompok, para ibu belajar literasi keuangan, manajemen usaha, hingga strategi pemasaran. Mereka juga saling menguatkan dan bertanggung jawab secara tanggung renteng.
Bagi saya, field visit ini mengubah cara pandang saya tentang UMKM. Di balik kemasan lemon segar dan rajutan manis, ada kisah jatuh bangun, semangat, dan keberanian. Lina dan Sherly bukan hanya pengusaha. Mereka adalah simbol harapan dari Lembang untuk Indonesia.
Melalui platform seperti Amartha, siapa pun kini bisa ikut andil dalam pembangunan ekonomi desa. Dengan menjadi investor di Celengan dalam aplikasi AmarthaFin (https://amartha.com/individu/celengan/), kita bisa membantu ibu-ibu hebat seperti Lina dan Sherly mendapatkan investasi yang aman, sekaligus memberikan manfaat investasi nyata bagi komunitas mereka.
Tak perlu menunggu jadi orang kaya untuk membantu sesama. Dengan mulai dari Rp100 ribu, kita sudah bisa ikut dalam gerakan pendanaan berdampak bersama Amartha. Setiap rupiah yang kita tanamkan akan tumbuh menjadi harapan, bukan hanya untuk individu, tapi juga untuk desa-desa di seluruh Indonesia.
Ingin mulai investasi berdampak hari ini?
Download aplikasinya di sini https://amarthafin.go.link/9deGY
Mulai dari celengan https://amartha.com/individu/celengan/
Karena #PerempuanTangguhButuhDukungan dan dukungan kita bisa datang dari niat baik dan klik kecil yang berdampak besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI