Mohon tunggu...
DEWIYATINI
DEWIYATINI Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

Belakangan, hiburan di rumah tidak jauh dari menonton berbagai film dan seri dari berbagai negara, meski genre kriminal lebih banyak. Daripada hanya dinikmati sendiri, setidaknya dibagikan dari sudut pandang ibu-ibu deh! Kendati demikian, tetap akan ada tulisan ringan tentang topik-topik yang hangat mungkin juga memanas di negeri ini. Terima kasih untuk yang sudah menengok tulisan-tulisan receh saya. Love you all!

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Halo, Sibuk Apa Hari Ini?

4 Mei 2024   16:18 Diperbarui: 4 Mei 2024   16:23 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/id-id/foto/kota-persimpangan-jalan-cerah-4559744/

"Halo, sibuk enggak hari ini?"

Pertanyaan itu seolah-olah memberi sinyal bahwa "kita harus sibuk" agar tidak berkesan tidak produktif atau tidak dibutuhkan. Padahal tidak sibuk pun tidak salah.

Sejak tidak menjadi budak korporat alias freelance atau lebih tepatnya sih serabutan, saya merasa tidak sibuk. Waktu saya lowong. Banget, malah.

Yang disebut kerja oleh saya, bukanlah sebuah kesibukan. Kesibukan yang produktif bagi perempuan macam saya ini adalah mengurus anak-anak dan suami. Sebagai penulis, tidak lagi saya sebut kerja. Itu hobi. Yes, hobi, tsay!

Hobi mana yang tidak menyenangkan bila dikasih upah. Oke mari kita cerita sejak kapan kerja itu menjadi hobi. Sebelum pandemi, saya kena pensiun dini. Saya kira itu akhir peran saya sebagai penulis. Ternyata tidak.


Sudah biasa yang namanya perusahaan mencari pekerja produktif tapi dengan tarif bawah. Perusahaan tempat dulu saya bekerja menawari saya menjadi buruh harian lepas. Ya, kerja tapi upahnya tidak menentu, bergantung pada produktifitas kerja. Ah, produktif pun kalau tulisan tidak tayang, tidak menghasilkan uang.

Dari situ saya mengubah mindset, menjadi penulis freelance dengan sudut pandang pedagang. Mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan permintaan pasar, sehingga dibayar. Produktif bukan?

Tapi kalau berpikir layaknya pekerjaan, kepala saya pusing berakhir migren karena overthinking. Tapi saya tidak bisa hidup tanpa menulis. Saya pelupa dan susah sekali ingat sehingga menulis itu semacam relaksasi. 

Beruntungnya menjadi penulis freelance tidak membuat saya terikat dengan satu klien. Ciyee..klien. Saya bisa menerima banyak klien sesuai kemampuan. Bisa menulis artikel, essai, press rilis, makalah, dan proposal. Saya masih tahu diri tidak menerima permintaan menulis jurnal. Berat banget! 

Lalu sesibuk apa sih saya ini? Kesibukan saya hanya di pagi hari hingga siang. Karena pekerjaan utama saya sekarang sebagai ibu rumah tangga, diawali dengan tugas menyiapkan anak-anak pergi sekolah, mengurusi kebutuhan domestik hingga jam makan siang. Siang diakhiri dengan mengirimkan makan siang anak-anak ke sekolah. 

Setelah itu, saya sebut sih healing karena kerjaannya dibonceng naik sepeda motor, berkeliling kota, cari bahan artikel. Yang rutin bercuan sekarang artikel yang saya kirim ke tiga tempat, sehingga itu prioritas menulis tiap hari. Sisanya, menulis ringan seperti di Kompasiana. Ada lagi blog, yang isinya tentu berbeda dengan di Kompasiana.

Sebenarnya saya masih penasaran menulis novel. Tapi permasalah inkonsistensi dengan alasan rumit membagi isi kepala antara yang fiksi dan nonfiksi sehingga sementara menulis novel saya tunda dulu. 

Apakah yang saya lakukan itu masuk kategori fake productivity? Menurut saya tergantung target yang dipatok tiap orang. 

Di mata sebagian orang, produktivitas semu dapat menjadi jebakan yang menggoda, karena seseorang mungkin merasa sibuk dan terorganisir tanpa benar-benar membuat kemajuan yang berarti. Ini dapat mengakibatkan pemborosan waktu dan energi yang berharga tanpa menghasilkan hasil yang diinginkan.

Produktivitas semu bisa terjadi ketika orang menghabiskan waktu mereka untuk tugas-tugas yang tidak penting atau ketika mereka terlalu fokus pada aktivitas yang tidak berdampak besar.

Lagi-lagi itu hanya pandangan orang. Bisa saja di mata orang yang dianggap melakukan produktivitas semu, yang dilakukan itu lebih penting meski dianggap tidak berdampak besar. 

Yang pasti semu itu, ketika orang lain yang lebih produktif tapi diakui sebagai karyanya. Atau ketika ia mengalihkan beban kerjanya pada orang lain tapi dia melakukan hal lain yang tidak ada hubungan dengan tanggung jawabnya. Biar apa? Biar dianggap sibuk, tentunya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun