Mohon tunggu...
Dewi Rosmalasari
Dewi Rosmalasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

Menulis adalah caraku agar tidak hilang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukuman Mati Belum Tentu Jadi Solusi

30 Agustus 2022   06:07 Diperbarui: 30 Agustus 2022   06:26 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengutip dari artikel di internet tentang sejarah hukuman mati di Indonesia konon mereka sudah menerapkannya sejak abad ke-19. Katanya pelaksaan hukuman mati di negara kita dilakukan dengan cara yang sama seperti yang sudah dilakukan sebelumnya, yaitu ditembak mati dari jarak 5-10 meter. Biasanya yang dipidana mati adalah kasus kejahatan berat. 

Kemudian tersirat di benak saya mengenai Hak Asasi Manusia yaitu Hak Untuk Hidup. Kenapa harus ada pidana mati ? apakah dengan di pidana mati bisa menghentikan kejahatan serupa?...

Menilik beberapa kasus seperti kasus Oesin Bestari 1964, seorang tukang jagal yang dihukum mati karena dengan keji membunuh rekan-rekan bisnisnya dengan cara keji. 

Apakah pembunuhan keji itu tidak terulang? pembunuhan tetap saja ada, bahkan ke-kejian itu terulang baru baru ini. Anggota sebuah instansi yang membunuh bawahan sekaligus rekan kerja yang paling dekat dilingkungannya, bahkan dibumbui skenario ala drama korea. 

Ada pula kasus Budiman pengedar narkoba yang dihukum mati tahun 2016, terulang kembali pada tahun 2021 bahkan 3 orang sekaligus. Dari pengulangan kasus tersebut saya memberanikan diri beropini jika hukuman mati dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera pada pelaku tindak pidana sepertinya cara ini kurang tepat sasaran. Toh mereka yang melakukan kejahatan, apalagi sampai kejahatan berat memang jiwa kemanusiaannya sudah mati. 

Bukan maksud ingin menentang peraturan negara, hanya sekedar ingin berkata saja. Saya percaya peraturan itu dibuat karena memang sudah mempertimbangkan banyak hal dari segala sisi. Tapi bukankah peraturan itu harus disesuaikan?. 

Mereka yang jiwa kemanusiaannya sudah menumpul rata-rata berasal dari kalangan "antimiskin". Begitu menderita dengan kemiskinan itu. Atau mereka yang memang kesulitan beradaptasi dengan ujian kehidupan. Orang Jahat berasal dari orang baik yang tersakiti. Tentu tidak menutup kemungkinan keserakahan yang menjadi sumber dari perbuatan jahat mereka. 

Kenyataan bahwa Orang jahat itu adalah seorang manusia juga. Jika tidak memperlakukan manusia secara manusiawi apa bedanya kita dengan mereka. Dan pertanyaan tentang Apakah kematian si penjahat adalah keadilan bagi korban?. Bukankah hukuman terberat itu adalah hidup di dalam penyesalan dan tersiksa dalam pengekangan?.

Tidak ada yang berhak atas nyawa manusia kecuali Pemilik-NYA, Tuhan-NYA

Alasan berikutnya dijatuhkan hukuman mati adalah "dia masih bisa berkembang biak lagi kejahatannya setelah keluar penjara bahkan di dalam penjara". Itu soal berbeda menurut saya. Perlu dikaji ulang mengenai tatanan administrasi di "dalam" untuk memastikan peraturan benar-benar di tegakan. Perkembang biakan kejahatan itu akan seperti amoeba, meskipun sudah mati dalang utamanya, masih ada wayang dan penerusnya. 

Memang kurang bijak rasanya jika mengkritik tanpa solusi. Tapi memang itu diluar kapasitas saya sebagai masyarakat biasa. Mohon maaf atas segala keterbatasan, karena ini hanya sekedar tulisan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun