Mohon tunggu...
dewangga putra
dewangga putra Mohon Tunggu... Guru - Seorang pengajar yang menikmati proses belajar sepanjang hayatnya.

Seorang guru dan pengajar bahasa.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Semburat Kebaikan di Wajah Murung Klose

16 Juli 2020   12:07 Diperbarui: 16 Juli 2020   16:37 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klose merekonsiliasi Oscar (sumber gambar: pinterest.com)

8 Juli 2014 adalah hari yang pasti diingat oleh pecinta sepak bola sejati. Ini adalah hari di mana impian Brasil untuk kembali melenggang ke final Piala Dunia di Maracana hancur dengan cara yang paling menyakitkan ketika Jerman membuat tuan rumah mengalami salah satu kekalahan yang paling luar biasa dalam sejarah 84 tahun kompetisi ini. Air mata mengalir seperti air di Estadio Mineirao di Belo Horizonte karena bahkan sebelum setengah jam berlalu, Brasil kalah 5-0, dan dengan skor akhir 7-1, ini menyamai kekalahan terburuk mereka, 6-0 ke Uruguay pada tahun 1920. 

Pada laga ini Brazil terlihat seperti tim yang baru saja belajar bermain bola di hadapan Timnas Jerman. Dua gol dari Toni Kroos dan Andre Schurrle, ditambah masing-masing Thomas Muller, Sami Khedira, dan tentunya sang pemecah rekor gol Piala Dunia ke-16 untuk Miroslav Klose, membuat para penikmat sepak bola mengucek mata berkali-kali untuk memastikan kebenaran yang tertera di papan skor kala itu. 

Kekalahan telak ini membuat para punggawa Timnas Jerman tidak sampai hati untuk merayakan kepastiannya melangkah ke partai final dengan berlebihan. Mayoritas dari mereka lebih memilih untuk berekonsiliasi dengan pemain Brazil yang luluh lantak hatinya kala itu. Pun juga Miroslav Klose yang seakan melupakan keberhasilannya untuk memecahkan rekor sebagai pencetak gol terbanyak di gelaran sepak bola terbesar sejagat ini. 

Melihat Klose malam itu, ingatan saya berputar kembali ke masa di mana saya menjadi saksi sejarah sang pemecah rekor dalam menunjukkan tajinya di turnamen ini, Piala Dunia 2002.

Pertengahan tahun 2002, kala itu saya masih SMP dan tengah menikmati salah satu momen istimewa dalam gelaran Piala Dunia edisi ke-17 ini. Bagaimana tidak istimewa, turnamen yang berlangsung pada tanggal 31 Mei hingga 30 Juni 2002 ini merupakan Piala Dunia pertama yang diselengarakan di dua negara, yaitu Korea Selatan dan Jepang. Dan yang membuat gelaran ini jauh lebih istimewa, bagi saya khususnya, adalah karena dilaksanakan di area Asia, maka para penikmat sepak bola di Indonesia dapat menyaksikan pertandingan-pertandingan yang menyuguhkan begitu banyak drama sepak bola ini di siang hari. Sensasinya sungguh berbeda dibanding saat kita harus menahan rasa kantuk di malam hingga dini hari hanya untuk menyaksikan tim nasional (tentunya di luar Tim Nasional Indonesia) kesayangan kita beraksi. 

Saya masih ingat betul bagaimana saya dan teman-teman saya selalu membawa kertas bertuliskan jadwal pertandingan Piala Dunia 2002 yang didapat dari salah satu tabloid legendaris Indonesia sebagai "pegangan" wajib di dalam tas kami. Selepas sekolah, kami pun berbondong-bondong untuk pergi ke toko elektronik terdekat untuk menyaksikan pertandingan yang disiarkan langsung di layar televisi yang menjadi bahan jualan toko tersebut. 

Menonton sepak bola bersama kolega dan masih mengenakan seragam yang basah karena keringat sehabis berlarian demi dapat menonton tepat waktu di pinggir jalan sembari menyedot es teh yang kesegarannya mengalahkan minuman apapun saat itu, rasanya tak tertandingi dan belum terulang sampai sekarang.

Salah satu pertandingan yang paling saya ingat dari Piala Dunia seri ini (selain pertandingan Korea Selatan melawan Italia) adalah pertandingan yang yang mempertemukan Timnas Jerman dengan Arab Saudi. Baru pertama kali dalam sejarah saya menonton pertandingan Piala Dunia di mana ada satu tim yang sanggup memberondong gawang tim lawannya dengan delapan gol tanpa balas. Ya, benar, delapan.

Ada satu pemain yang menarik perhatian saya saat itu, Miroslav Klose. Pemin bernomor punggung 11 tersebut memiliki nama yang masih sangat asing di telinga saya kala itu. Sungguh suatu perjudian besar yang dilakukan oleh pelatih Jerman, Rudi Voller, dalam memilih sang juru gedor utama bagi tim sekelas Jerman. Hebatnya,  sang pemuda 24 tahun berwajah murung khas bangsa Slavik ini mampu menjawab kepercayaan dari sang pelatih tidak hanya dengan mencetak satu atau dua gol saja, namun dia sanggup mengemas hattrick sebelum digantikan Oliver Neuville pada menit ke-76. Sungguh cara yang sangat elegan dalam membuka keran golnya di Piala Dunia. Uniknya lagi, ketiga gol Klose tersebut dicetak dengan sundulan kepalanya. Mantan pemain Lazio dan Werder Bremen ini lima kali mencatatkan namanya di papan skor. Suatu catatan bagus untuk seorang debutan. Sekalipun masih kalah mentereng dengan Ronaldo-nya Brasil (8 gol) yang mengalahkan mereka di final, Klose telah menandai kehadirannya.

Laga melawan Arab Saudi merupakan satu-satunya laga di mana Klose menciptakan hattrick di Piala Dunia. Klose tercatat tiga kali melakukan brace di Piala Dunia saat melawan Kosta Rika dan Ekuador di Piala Dunia 2006 dan ke gawang Argentina pada Piala Dunia 2010. Catatan yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun