Dipa Nusantara Aidit, yang lebih dikenal sebagai D.N. Aidit, lahir pada 30 Juli 1923 di Tanjung Pandan, Belitung. Nama lahirnya adalah Achmad Aidit, dan ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara dalam keluarga terpandang; ayahnya, Abdullah Aidit, bekerja sebagai mantri kehutanan.Â
Sejak kecil, Aidit menerima pendidikan agama Islam dan telah khatam mengaji di bawah bimbingan pamannya, Abdurrachim. Pada tahun 1940, ia pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di sekolah dagang. Di ibu kota, Aidit mulai terlibat dalam berbagai organisasi pemuda dan politik, termasuk Persatuan Timur Muda dan Barisan Pemuda Gerindo, yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin.Â
Ketertarikannya pada ideologi Marxis semakin mendalam, dan ia kemudian mengubah namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Aidit aktif dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pada tahun 1951 terpilih sebagai Sekretaris Jenderal PKI. Di bawah kepemimpinannya, PKI berkembang pesat dan menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia yang tidak berkuasa pada dekade 1960-an.Â
Selain memimpin PKI, Aidit juga menjabat sebagai Menteri Koordinator dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) di bawah pemerintahan Presiden Sukarno. Namun, setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S), PKI dituduh sebagai dalang di balik kudeta tersebut. Aidit melarikan diri, tetapi akhirnya ditangkap di Boyolali, Jawa Tengah, dan dieksekusi pada 22 November 1965.Â
Kisah hidup D.N. Aidit mencerminkan dinamika politik Indonesia pada masa itu, dengan peran pentingnya dalam pergerakan komunis dan kontroversi yang menyertainya.
Dipa Nusantara Aidit: Pemimpin PKI dan Tragedi Sejarah Indonesia
Masa Kecil dan Pendidikan
Dipa Nusantara Aidit, atau lebih dikenal sebagai D.N. Aidit, lahir pada 30 Juli 1923 di Tanjung Pandan, Belitung. Nama lahirnya adalah Achmad Aidit. Ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara dalam keluarga yang cukup terpandang. Ayahnya, Abdullah Aidit, bekerja sebagai mantri kehutanan, sementara ibunya, Mailan, seorang ibu rumah tangga.
Sejak kecil, Aidit mendapatkan pendidikan agama Islam dan berhasil khatam Al-Qur'an dalam usia muda di bawah bimbingan pamannya, Abdurrachim. Pendidikan formalnya dimulai di sekolah dasar di Belitung. Pada tahun 1940, ia pindah ke Jakarta untuk melanjutkan sekolah dagang.
Awal Keterlibatan dalam Politik
Di Jakarta, Aidit mulai aktif dalam organisasi pergerakan pemuda, seperti Persatuan Timur Muda dan Barisan Pemuda Gerindo, yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin, seorang tokoh sosialis yang kemudian menjadi Perdana Menteri Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), Aidit semakin mendalami pemikiran Marxisme-Leninisme. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, ia bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam waktu singkat, ia menjadi salah satu tokoh muda yang menonjol dalam partai tersebut.
Kepemimpinan di PKI
Pada tahun 1951, Aidit terpilih sebagai Sekretaris Jenderal PKI, menggantikan kepemimpinan lama yang lebih tua. Bersama dengan tokoh-tokoh seperti M.H. Lukman dan Njoto, ia berhasil membangun PKI menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia yang tidak berkuasa, dengan jutaan anggota pada awal 1960-an.
Aidit memimpin PKI dengan strategi yang lebih moderat dibandingkan sebelumnya, berusaha memperkuat posisi partai dalam politik nasional. Ia membangun hubungan dekat dengan Presiden Sukarno, yang saat itu mengusung konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai dasar negara.
Pada tahun 1960, PKI semakin kuat dalam pemerintahan dan memiliki banyak pengaruh dalam lembaga-lembaga negara, termasuk TNI dan organisasi buruh. Aidit juga menjabat sebagai Menteri Koordinator dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Peristiwa G30S dan Akhir Hidup
Pada 30 September 1965, terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S), di mana enam jenderal TNI AD diculik dan dibunuh. Pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto menuduh PKI sebagai dalang di balik peristiwa ini.
Aidit saat itu sedang berada di Yogyakarta. Setelah peristiwa G30S, ia segera melarikan diri ke Semarang, lalu ke Boyolali, Jawa Tengah. Namun, pada 22 November 1965, Aidit akhirnya ditangkap dan dieksekusi oleh aparat militer.
Warisan dan Kontroversi
Kematian D.N. Aidit menandai berakhirnya Partai Komunis Indonesia (PKI), yang kemudian dilarang di Indonesia. Hingga saat ini, peran Aidit dalam peristiwa G30S masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan.
Sebagian melihatnya sebagai pemimpin komunis yang berambisi menjadikan Indonesia sebagai negara sosialis di bawah pengaruh Uni Soviet atau China. Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa Aidit dan PKI bukan dalang utama G30S, melainkan korban dari konflik internal dalam militer Indonesia.
Meskipun sejarah mencatatnya sebagai pemimpin yang kontroversial, D.N. Aidit tetap menjadi tokoh penting dalam perjalanan politik Indonesia, khususnya dalam perkembangan komunisme dan dinamika politik pada era 1950-1960-an.
Sumber Referensi:
- Kumparan -- Biografi D.N. Aidit
- Tirto -- Khatam Mengaji, Pimpin PKI
- Ensiklopedia Kemdikbud
- Biografiku -- Kisah Hidup D.N. Aidit
NB: Artikel ini untuk memenuhi tugas Mapel Sejarah Indonesia kelas XI MAU Technos Malang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI