Di Jakarta, Aidit mulai aktif dalam organisasi pergerakan pemuda, seperti Persatuan Timur Muda dan Barisan Pemuda Gerindo, yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin, seorang tokoh sosialis yang kemudian menjadi Perdana Menteri Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), Aidit semakin mendalami pemikiran Marxisme-Leninisme. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, ia bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam waktu singkat, ia menjadi salah satu tokoh muda yang menonjol dalam partai tersebut.
Kepemimpinan di PKI
Pada tahun 1951, Aidit terpilih sebagai Sekretaris Jenderal PKI, menggantikan kepemimpinan lama yang lebih tua. Bersama dengan tokoh-tokoh seperti M.H. Lukman dan Njoto, ia berhasil membangun PKI menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia yang tidak berkuasa, dengan jutaan anggota pada awal 1960-an.
Aidit memimpin PKI dengan strategi yang lebih moderat dibandingkan sebelumnya, berusaha memperkuat posisi partai dalam politik nasional. Ia membangun hubungan dekat dengan Presiden Sukarno, yang saat itu mengusung konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai dasar negara.
Pada tahun 1960, PKI semakin kuat dalam pemerintahan dan memiliki banyak pengaruh dalam lembaga-lembaga negara, termasuk TNI dan organisasi buruh. Aidit juga menjabat sebagai Menteri Koordinator dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Peristiwa G30S dan Akhir Hidup
Pada 30 September 1965, terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S), di mana enam jenderal TNI AD diculik dan dibunuh. Pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto menuduh PKI sebagai dalang di balik peristiwa ini.
Aidit saat itu sedang berada di Yogyakarta. Setelah peristiwa G30S, ia segera melarikan diri ke Semarang, lalu ke Boyolali, Jawa Tengah. Namun, pada 22 November 1965, Aidit akhirnya ditangkap dan dieksekusi oleh aparat militer.
Warisan dan Kontroversi
Kematian D.N. Aidit menandai berakhirnya Partai Komunis Indonesia (PKI), yang kemudian dilarang di Indonesia. Hingga saat ini, peran Aidit dalam peristiwa G30S masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan.