Mohon tunggu...
Devi Ayu Vedani Putri
Devi Ayu Vedani Putri Mohon Tunggu... Guru

Seorang pendidik yang percaya bahwa belajar adalah proses seumur hidup. Saat ini, saya sedang menempuh studi S2 Pendidikan IPA untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan. Kompasiana ini menjadi sarana bagi saya untuk memublikasikan karya ilmiah dan refleksi seputar dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendidik Generasi Sadar Ruang: Sinergi Tri Hita Karana dalam Kurikulum Pembelajaran SMA dengan Pengawasan Partisipatif Kebijakan Tata Ruang

6 Oktober 2025   15:06 Diperbarui: 6 Oktober 2025   15:06 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesenjangan inilah yang fatal. Sekolah menghasilkan lulusan yang "tahu" tentang budayanya, tetapi "tidak berdaya" untuk melindunginya. Ada pemisahan antara pengetahuan normatif di dalam kelas dengan kesadaran kritis terhadap realitas di luar gerbang sekolah.

Merajut Benang Merah: Model Integrasi Kurikulum THK untuk Pengawasan Partisipatif

Solusinya bukanlah menambah beban kurikulum dengan mata pelajaran baru, melainkan merajut kembali benang merah yang terputus dengan mengintegrasikan isu tata ruang berbasis THK ke dalam struktur kurikulum yang sudah ada. Tujuannya adalah mengubah siswa dari objek pasif menjadi subjek aktif dalam pengawasan ruang. Berikut adalah model integrasi yang bisa diterapkan:

  1. Geografi Berbasis Proyek: Alih-alih tugas teoretis, guru dapat memberikan proyek "Peta Kritis Lingkungan". Siswa secara berkelompok ditugaskan untuk memetakan lingkungan sekitar sekolah atau tempat tinggal mereka, menandai zona hijau yang telah beralih fungsi dalam 5 tahun terakhir, mengidentifikasi bangunan yang diduga melanggar aturan (misalnya tidak memiliki ruang terbuka hijau), dan menganalisis titik-titik kemacetan baru. Ini mengajarkan skill pemetaan, observasi lapangan, dan analisis data spasial secara langsung.
  2. Sosiologi Investigatif: Siswa dapat dilatih untuk menjadi peneliti sosial junior. Mereka bisa melakukan proyek wawancara mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan di komunitas mereka---petani subak yang lahannya terancam, pemilik warung kecil yang terdampak hotel baru, atau anggota sekaa teruna (organisasi pemuda)---untuk memahami dampak sosial dan ekonomi dari sebuah proyek pembangunan. Hasilnya bisa disajikan dalam bentuk dokumenter pendek, tulisan esai, atau presentasi di depan kelas.
  3. PKn dan Simulasi Advokasi: Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bisa menjadi arena latihan demokrasi. Siswa diajak untuk mengunduh dan mempelajari dokumen Perda RTRW kabupaten/kota mereka. Puncaknya, guru dapat menggelar simulasi rapat dengar pendapat umum di kelas. Siswa akan bermain peran sebagai perwakilan warga, aktivis lingkungan, investor, dan pejabat pemerintah daerah, di mana mereka harus beradu argumen dengan data dan landasan hukum. Ini melatih kemampuan berbicara di depan umum, berpikir kritis, dan memahami alur advokasi kebijakan.
  4. Ekstrakurikuler "Jaga Ruang": Di luar jam pelajaran, sekolah dapat memfasilitasi pembentukan klub atau komunitas seperti "Jaga Ruang" atau "Duta THK". Komunitas ini bisa menjadi wadah bagi siswa untuk mengorganisir aksi nyata, seperti kampanye kesadaran di media sosial, membuat petisi online, atau bahkan belajar cara membuat laporan resmi atas dugaan pelanggaran tata ruang kepada dinas terkait.

Melalui model-model ini, konsep Tri Hita Karana bertransformasi dari sekadar hafalan menjadi lensa analisis yang tajam. Pendidikan tidak lagi berhenti di gerbang sekolah, melainkan menjadi bekal nyata bagi lahirnya sebuah generasi pengawas partisipatif yang kritis, peduli, dan berani menjaga ruang hidupnya.

Kerusakan tata ruang di Bali pada hakikatnya adalah cerminan dari krisis kesadaran kolektif. Akar masalahnya bukan hanya bersemayam pada lemahnya penegakan hukum, tetapi juga pada terputusnya rantai pengetahuan dan kepedulian antargenerasi. Generasi muda Bali saat ini berdiri di sebuah persimpangan krusial, mewarisi kearifan luhur Tri Hita Karana sekaligus menghadapi realitas pembangunan yang seringkali brutal. Artikel ini menegaskan bahwa sekolah, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai gerbang menuju kedewasaan, memegang peran strategis untuk menyambungkan kembali dua dunia yang terpisah tersebut.

Mendidik generasi sadar ruang bukanlah sekadar transfer ilmu, melainkan sebuah investasi peradaban. Ini adalah upaya sadar untuk memastikan bahwa pewaris pulau ini memiliki kompetensi dan kepercayaan diri untuk menjadi penjaga, bukan hanya sekadar penghuni. Ini adalah sebuah panggilan bagi para pemangku kebijakan pendidikan untuk merevolusi kurikulum agar lebih relevan dan responsif terhadap tantangan zaman. Ini juga merupakan ajakan bagi para guru untuk berani menjadi fasilitator yang menginspirasi pemikiran kritis, dan bagi para siswa untuk tidak takut bertanya dan mulai peduli terhadap sejengkal tanah di sekitar mereka.

Kita perlu membayangkan sebuah masa depan di mana setiap lulusan SMA di Bali tidak hanya hafal konsep THK, tetapi juga mampu membuka situs RTRW digital, menganalisisnya, dan berani bersuara ketika melihat ketidaksesuaian di lapangan. Generasi inilah yang akan menjadi mata dan telinga publik, membentuk sistem pengawasan partisipatif yang organik dan kuat dari bawah ke atas. Inilah sinergi sejati: kearifan masa lalu yang dihidupkan melalui semangat kritis generasi masa depan untuk menjaga Bali agar tetap menjadi rumah yang harmonis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun