Teh atau dalam bahasa latin disebut sebagai Camellia Sinensis merupakan salah satu jenis sajian yang tidak dapat dilepaskan dari keseharian masyarakat di Indonesia. Minuman teh ini telah populer sejak ribuan tahun lalu. Teh masuk pertama kali pada masa VOC dimana pada saat itu para pedagang asal Belanda membawa bibit teh dari Tiongkok untuk ditanam di Kepulauan Indonesia. Pembudidayaan tanaman teh di Kepulauan Indonesia yakni pada abad ke - 18, namun pada saat itu tanaman teh tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik. Sulitnya pembudidayaan teh di Kepulauan Indonesia ini memberikan nilai tinggi terhadap teh sehingga pada masa Kolonial, sajian teh hanya dilakukan oleh kalangan elit saja.
Varietas Teh yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat yakni Camellia Sinensis var.assamica (Teh Hitam) yang banyak ditanam di wilayah dataran tinggi. Teh jenis ini dapat tumbuh dengan baik di wilayah tropis. Teh jenis ini berasal dari wilayah Assam, India. Karena suhu di India dan Kepulauan Indonesia tidak jauh berbeda (cenderung sama), maka jenis teh ini dapat hidup dengan baik. Varietas jenis var assamica ini memiliki juga dibagi ke dalam beberapa jenis yakni Camellia Sinensis (L.) O. Kuntze var assamica , merupakan jenis teh hijau yang ditanam di Kebun Teh Malabar ( Hidayat,dkk, 2012). Teh hijau ini memiliki banyak manfaat seperti salah satunya dapat membantu proses diet. Selain kedua jenis teh tersebut di Kebun Teh Malabar ini juga ditanami jenis teh Oolong dan White Tea (Teh Putih).
Perkebunan teh tersebar luas di wilayah Jawa dan Sumatra. Di wilayah Jawa, kebun teh banyak ditemukan di Jawa Barat yang memiliki iklim sejuk atau terletak di wilayah pegunungan. Salah satu Perkebunan teh terbesar di wilayah Jawa Barat yakni Kebun Teh Malabar yang terletak di Pangalengan, Bandung. Kebun teh ini telah berdiri sejak akhir abad ke - 19 oleh seorang pengusaha asal Belanda. Kebun Teh Malabar merupakan destinasi wisata yang cocok untuk rehat dari hiruk pikuk perkotaan. Kebun Teh ini berjarak sekitar 50 km dan menempuh perjalanan selama 1 jam 45 menit dari Kota Bandung. Lelah perjalanan ini akan terbayar jika melihat hamparan luas kebun teh yang asri dilengkapi dengan sejuknya udara dapat membantu menghilangkan beban pikiran.
Agrarische Wet (Undang - Undang Agraria) yang disahkan pada tahun 1870 memberikan pintu besar bagi para pengusaha asing (Belanda dan Tionghoa) untuk menanamkan investasi di Hindia Belanda. Kebun Teh Malabar ini didirikan oleh Karel Albert Rudolf Bosscha pada tahun 1896. Sebelum mendirikan perkebunan teh, Bosscha bekerja di perkebunan milik keluarganya di wilayah Priangan. Penerapan Undang - Undang Agraria tahun 1870 memberikan penguasa asing seperti Belanda untuk melakukan kegiatan industri di wilayah Jawa. Tanah di Jawa dibagi menjadi dua jenis yakni tanah pribadi dan tanah pemerintah kolonial (Masyrullahusmomad,dkk, 2019). Tanah yang dapat disewakan atau diperjualbelikan oleh Pemerintah Kolonial (erfpacht) digunakan oleh Bosscha untuk mulai membudidayakan tanaman teh yang memiliki nilai jual tinggi pada dua abad terakhir. Berkat gigihnya usaha dari Bosscha, Kebun Teh Malabar berhasil menjadi perkebunan teh paling berpengaruh di Jawa pada akhir abad ke-19. Kebun teh Malabar ini memiliki perjalanan panjang hingga dapat eksis sampai saat ini. Pada dekade 1930-an, terjadi krisis di Well Street, New York yang membawa arus depresi ekonomi di Hindia Belanda namun Kebun teh Malabar mampu melalui krisis tersebut dengan melakukan restriksi terhadap produksi teh-nya (Siti Julaeha, 2013).
Setelah Indonesia merdeka, pembudidayaan pertanian ini kembali digalakkan secara masif pada masa Orde Baru “Green Revolution” (Revolusi Hijau). Revolusi Hijau pada masa Soeharto sangat menggembor - gemborkan produksi padi, lalu apakah sektor pertanian lain juga dilakukan pengembangan? Persoalan ini jarang muncul di permukaan jika membahas akan Revolusi Hijau. Peningkatan produktivitas pertanian saat Revolusi Hijau tidak hanya berfokus pada peningkatan produktivitas padi saja untuk mewujudkan “swasembada beras” yang tercapai pada tahun 1984, namun juga di bidang pertanian lainnya seperti perkebunan teh. Pada masa Orde Baru, peningkatan produktivitas teh dilakukan dengan menggunakan metode ‘replanting’. Hampir semua perkebunan teh di Jawa seperti Perkebunan Teh Malabar ini. Metode ini membudidayakan kembali tanaman Camellia Sinensis baik var. Sinensis ataupun var. Assamica yang ditanam di Perkebunan Teh Malabar. Pengembangan produktivitas perkebunan teh pada masa Orde Baru ini dibarengi dengan teknologi yang semakin canggih sehingga proses produktivitas dilakukan dengan lebih efisien dan menggunakan metode modern. Saat ini, Kebun Teh Malabar berada berada dibawah Perseroan terbatas Perkebunan Nasional (PTPN) VIII yang direstrukturisasi pada masa Orde Baru dari Perusahaan Negara (PN) Kebun teh. Tujuan dari restrukturisasi ini yakni untuk meningkatkan hilirisasi agribisnis perkebunan teh di Indonesia(Azzahra,dkk,2023). Program replanting ini terus dikembangkan sampai saat ini guna menjaga angka ekspor teh Indonesia yang berhasil menjadi salah satu negara pengekspor teh ke Eropa.
Pengelolaan Camellia Sinensis di Kebun Teh Malabar ini mengalami penurunan pasca swasembada beras di Indonesia yakni pada akhir tahun 1980an hingga awal tahun 1990an. Kebun Teh Malabar mengalami penurunan produksi dengan titik terendah pada tahun 90-an yakni pada angka enam (6) juta kg/ha pada tahun 1998 yang dimana pada tahun itu, Indonesia juga mengalami krisis moneter yang mengakibatkan segala jenis usaha produksi mengalami penurunan (Maulana,. Melemahnya angka rupiah membuat harga - harga barang pendukung produktivitas mengalami kenaikan yang menyebabkan upaya produktivitas terhambat dan jumlah hasil panen menjadi menurun. Namun, kondisi ini kembali pulih pada era Reformasi dan hingga saat ini produktivitas teh di Perkebunan Teh Malabar dalam kondisi stabil.
Tercatat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 tentang Produksi Tanaman Perkebunan, wilayah Jawa Barat masih menjadi penghasil teh terbesar di Indonesia yang kemudian disusul oleh Jawa Tengah (13,46 %), Sumatra Utara (9,32%) , Sumatra Barat (5,58%), Jambi (4,66%), dan Jawa Timur (2,13%) (BPS,2025). Perkebunan Teh Malabar menjadi perkebunan teh terbesar di Jawa Barat sehingga dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini angka produktivitas Perkebunan Teh Malabar masih mendominasi dalam ekspor teh Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI