Mohon tunggu...
Devina Maheswari
Devina Maheswari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Freelance writer with a love for everyday absurdities, quiet spaces, and sentences that go too far

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Padma Kopi Tjantik: Kopi, Sejarah, dan Cerita di Balik Bangunan Tua Surabaya

11 Agustus 2025   14:00 Diperbarui: 11 Agustus 2025   14:33 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Wajah Bangunan Padma Kopi Tjantik (Sumber: Pribadi))

Mendengar nama Surabaya, pasti yang langsung teringat pertama kali adalah Jalan Tunjungan. Pusat perdagangan Kota Pahlawan ini punya deretan kafe-kafe hits Instagramable yang jadi pelarian mahasiswa skripsi sampai rombongan ibu-ibu healing habis rapat DPR. Jalan Tunjungan memang ikonik banget sama bangunan kolonial Belanda. Ya gimana, aksi heroik perobekan bendera merah-putih-biru tahun 1945 saja terjadi di sini. Nah, salah satu kafe yang nyempil di kawasan ini adalah Padma Kopi Tjantik, coffee shop yang tetap mempertahankan nuansa noni Belanda di bangunan kolonialnya.

Di antara coffee shop warna-warni modern, Padma ini kelihatan beda sendiri. Fasadnya putih polos tapi aura tempo dulunya melekat banget. Begitu masuk ke dalam, lantai ubin klasik dan interior kayu bikin kita merasa seperti balik ke zaman noni Belanda, tapi versi modern dengan colokan di tiap sudut. Dindingnya dibiarkan setengah terkelupas, bikin estetikanya natural, bukan yang ‘dipaksain tua’ kayak kafe tematik kebanyakan. Daripada dibiarkan kosong, bangunan ini lahir lagi jadi kafe lewat konsep adaptive reuse. Bahasa kerennya, adaptive reuse adalah pemanfaatan bangunan lama untuk fungsi baru. Dalam kasus ini, ya jadi kafe. Soalnya, jujur saja, anak muda baru peduli heritage kalau bisa diseruput bareng kopi sambil WiFi-an gratis.

Kalau konsep adaptive reuse ini diterapkan ke bangunan-bangunan tua lain di Surabaya, mungkin kota ini bisa lebih hidup lagi. Bayangkan saja kalau gudang tua di Jembatan Merah diubah jadi food court kekinian, atau kantor Belanda lama jadi coworking space. Yang penting ada kopi sama WiFi, generasi sekarang langsung jatuh cinta sama sejarah.

Bangunan tua ini baru terasa berharga setelah ada latte art dan WiFi. Imbasnya, museum di sebelah bisa kalah ramai. Mungkin ini bisa jadi inspirasi juga buat pemerintah Surabaya supaya nggak bingung memanfaatkan bangunan heritage kosong yang berjajar di kota ini. Surabaya sebenarnya punya banyak museum, tapi sayangnya kalau malam kebanyakan tutup. Padahal orang Surabaya paling anti keluar siang-siang, tahu sendiri, matahari Surabaya rasanya cuma sejengkal dari kepala. Belum lagi, pasangan yang habis kuliah atau kerja biasanya baru keluar malam. Rasanya Surabaya ini sebenarnya nggak kekurangan tempat wisata, tapi kalau malam kebanyakan tutup. Alhasil, satu kota jadi bingung mau healing ke mana. Ujung-ujungnya, warga Surabaya lari ke Malang, Trawas, atau Batu cuma buat ngademin mata.

(Interior Padma Kopi Tjantik (Sumber: Pribadi))
(Interior Padma Kopi Tjantik (Sumber: Pribadi))

Di Padma, selain bisa foto-foto vintage ala noni Belanda, yang bawa pacar juga bisa nongkrong lima jam sambil menikmati kopi dan suasana Tunjungan. Menu favorit selain kopi jelas pisang gorengnya. Rasanya belum afdol ke Padma kalau nggak pesan menu itu. Dari pagi sampai malam, kafe ini nggak pernah sepi pengunjung. Ini bikin kita mikir, ternyata buat nyelametin bangunan tua itu sederhana saja: kasih WiFi, colokan gratis, sama menu kopi kekinian, tiba-tiba semua orang jadi pecinta heritage. Padahal dulu kalau waktunya ujian sejarah, malesnya minta ampun kalau buat menghafal tanggal-tanggal revolusi. Tapi kalau disuruh nongkrong ke kafe yang sejarahnya dikemas dari bangunan aja, anak muda bisa datang paling pagi pulang paling malam.

Sepuluh tahun lagi mungkin ada yang bilang, “Skripsi gue kelar gara-gara ngopi di sini.” Bangunan ini tetap hidup, walau jiwanya sekarang pindah ke latte art dan Story Instagram. Sejarah tetap bernapas—cuma kali ini diiringi suara mesin espresso.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun