Judul: Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450 - 1680 jilid 1: Tanah di Bawah Angin
Penulis: Anthony Reid
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia
Terbit: 2011
Tebal: 361 halaman
Sebagian besar penduduk "di Bawah Angin" tak hentinya menikmati musim semi... Seperti yang selamanya berlangsung "di Bawah Angin," pusat-pusat yang ada tidaklah didasarkan pada suatu kekuasaan atau daulat. Segalanya tak lain dari pameran... Penduduk asli menghitung tingginya derajat dan kekayaan seseorang berdasarkan jumlah budak yang dimilikinya.
-Ibrahim 1688: 174-177
Tidak banyak kawasan penting dunia yang begitu ditentukan batas-batasnya oleh alam seperti Asia Tenggara. Tampaknya hal itu terbentuk karena penyatuan pelat Lautan Teduh dan Lautan Hindia, sisi selatannya merupakan lengkungan geologis yang luar biasa, atau katakanlah serangkaian lengkungan, yang muncul ke permukaan oleh pelat yang menjorok ke Lautan Hindia. Air dan hutan merupakan dua unsur dominan dalam lingkungan hidup Asia Tenggara. Hutan melimpah bukan karena tanah, melainkan karena suhu udara serta curah hujan yang relatif tinggi. Asia Tenggara termasuk kawasan dunia yang paling beruntung dengan suhu udara yang tidak banyak mengalami perubahan sepanjang tahun. Curah hujan pun lebih besar dibanding dengan yang jatuh di bagian dunia mana pun yang sama besarnya (Fisher 1966: 41-42).
KESEJAHTERAAN FISIK
Asia Tenggara dalam kurun niaganya merupakan suatu wilayah yang jarang penduduknya, paling sedikit di atas 20 juta jiwa, yang tersebar tidak merata di kawasan yang sebagian besar masih tertutup hutan rimba. Sebagian besar penduduk ini terpencar dalam kantong-kantong persawahan intensif dan di kota-kota pelabuhan niaga yang justru lebih besar proporsi penduduknya dihitung dari jumlah penduduk keseluruhannya (Reid 1980). Jarang ada penduduk tetap, terutama akibat tidak amannya hidup dalam kondisi yang banyak dilanda perang. Tapi jumlah ini naik dengan cepat akibat perpindahan penduduk serta kelahiran biasa.
Beras adalah bahan makanan dan hasil bumi paling pokok di Asia Tenggara. Bahan-bahan makanan pokok lainnya seperti talas, ubi, sagu, dan sejenis gandum tampaknya telah mendahului padi, setidak-tidaknya di gugus Kepulauan Asia Tenggara (lshige 1980: 331-337), tapi pada abad ke-15 padi sudah menjadi tanaman yang lebih disukai di mana saja bisa tumbuh dengan baik. Hanya di pulau-pulau timur yang gersang, seperti Timor, Maluku Selatan, Kepulauan Aru, Buton, dan Selayar, penduduknya terpaksa bergantung pada sagu, atau umbi-umbian sebagai sumber kalori utama. Ketika tepung jagung dibawa dari Meksiko pada abad ke-16, daerah-daerah tadi dengan cepat menjadikan tanaman tanah kering yang berharga ini sebagai salah satu makanan pokoknya. Jagung sudah banyak ditanam di Maluku pada tahun 1540 (Galvao 1544: 132), mungkin dibawa dalam ekspedisi Saavedra tahun 1527-1528.
Banyaknya orang yang menyukai nasi, membuat mereka membuka lahan pertanian padi. Di Asia Tenggara memiliki tiga jenis cara menanam padi, yakni pertanian berpindah pada lereng-lereng rendah; menyebar benih di ladang yang tergenang; dan menanam kembali benih di sawah. Seperti yang diketahui, pengekspor padi terbesar ialah Jawa, dan cara bercocok-tanam khasnya ialah yang ketiga-menyemaikan benih ke sawah yang tingkat masukan air diawasi dengan seksama. Cara menanam padi sawah di Luzon diterangkan sebagai berikut:
Mereka merendam sebakul penuh benih di dalam sungai. Setelah beberapa hari mereka mengambilnya dari air; yang belum bertunas dibuang. Sisanya diletakkan di cikar bambu dan ditutupi tanah, dan diletakkan di tempat yang tetap basah. Setelah tunas ini tumbuh lebih besar, ditanam kembali satu demi satu, sebagaimana selada ditanam di Spanyol. Dengan cara ini padi pun melimpah dalam waktu singkat.
-Sande (1576:67; cf Scott 1982: 526)