Mohon tunggu...
deviana
deviana Mohon Tunggu... Guru

Pikiran adalah samudra yang luas, dan penjelajah pikiran adalah mereka yang berani menyelam ke dalamnya, menemukan inspirasi, dan mengubahnya menjadi cerita yang memikat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bayangan di Perak

16 Mei 2025   15:49 Diperbarui: 16 Mei 2025   16:19 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tuan selalu berada di sini, di depan api, memastikan semuanya baik-baik saja?" tanya Miriam lagi.

 "Selalu" jawab Ruben. "Aku tidak pernah meninggalkan perak ini. Setiap detik aku harus ada di sini, memastikan bahwa panasnya pas_ tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin. Aku tidak bisa membiarkan perak ini sendirian, karena aku tahu betapa berharganya ia."

Miriam terdiam. Ada kehangatan dalam cara Ruben berbicara, seolah olah ia tidak hanya berbicara tentang perak, tetapi tentang sesuatu yang lebih dalam. "Lalu bagaimana Tuan tahu kapan perak ini sudah selesai? Kapan ia menjadi murni?"

Ruben tersenyum, kali ini lebih dalam, seolah-olah ia telah menunggu pertanyaan itu. Ia mengangkat perak itu dari api, memutarnya perlahan di bawah cahaya perapian. "Aku tahu perak ini sudah selesai," katanya pelan, "Ketika aku bisa melihat bayanganku sendiri di dalamnya."

Kata-kata itu menghantam Miriam seperti petir. Ia melihat perak yang kini mulai bersinar di tangan Ruben, dan tanla sadar, air natanya jatuh. "Jadi...Tuhan juga seperti itu?" bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar. "Dia membiarkan kita melewati api dalam hidup ini....bukan untuk menghancurkan kita, tetapi untuk membuat kita menjadi sesuatu yang lebih baik?"

Ruben menatap Miriam, matanya penuh kelembutan. "Benar sekali, Miriam. Tuhan adalah sang penempa perak. Dia tahu persis seberapa panas api yang kau butuhkan untuk membakar semua kotoran dalam dirimu_ semua ketakutan, keraguan, dan kelemahan. Tapi Dia tidak pernah meninggalkan mu di sana sendirian. Dia selalu ada mengawasi, memastikan bahwa api itu tidak lebih dari yang bisa kau tanggung. Dan ketika Dia melihat gambaran-Nya sendiri dalam dirimu, saat itulah pekerjaan-Nya selesai."

Miriam tidak bisa berkata-kata. Ia hanya berdiri di sana, membiarkan air matanya mengalir. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang llama, hatinya merasa damai. Ia tahu bahwa penderitaannya bukan tanpa tujuan. Tuhan sedang bekerja di dalam dirinya, menbentuknya menjadi sesuatu yang indah.

Ketika ia akhirnya meninggalkan bengkel itu, Miriam merasa seperti orang yang berbeda. Masalah-masalahnya belum lenyap, tetapi ia tahu sekarang bahwa ia tidak sendirian. Tuhan adalah sang penempa peraknya, dan Ia sedang membentuknya menjadi sesuatu yag murni.

----Deviana---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun