Ancaman perang dimasa depan akan mengalami perubahan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Adanya hal ini tentunya perlu disiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul untuk melakukan persiapan dini dalam menghadapi perang teknologi kedepanya.Â
Di masa depan, persenjataan militer akan lebih mengarah kepada penggunaan Machine Learning, Artifical Intelegence, dan Big Data secara masif. Perang teknologi adalah istilah dimana semua perangkat terhubung dengan internet sehingga bisa memberikan data secara akurat dengan segera. Semua data yang masif ini bisa digunakan untuk mengintai lawan, sehingga berguna untuk pengambilan keputusan dalam melancarkan strategi perang.
Menurut laporan Departemen Pertahanan Inggris, perang masa depan akan melibatkan tentara robot dan tentara manusia super yang ditingkatkan melalui gen serta penggunaan obat tertentu. Ruang perang di masa depan tak lagi pada dunia nyata tetapi juga pada dunia maya.
Dikutip dari laman Independent, Selasa 16 Oktober 2018, dalam analisis yang dikembangkan bersama para ahli dari seluruh dunia, dokumen berjudul "The Future Starts Today" mengingatkan kemajuan teknologi dapat meningkatkan risiko senjata nuklir dan kimia.
"Laporan ini memperjelas bahwa kita hidup di dunia yang menjadi lebih berbahaya, dengan tantangan yang semakin besar dari agresor negara yang melanggar aturan. Termasuk teroris yang ingin merusak cara hidup kita dan menjadikan teknologi sebagai musuh," ujar Sekretaris Departemen Pertahanan Inggris, Gavin Williamson.
Masifnya penggunaan teknologi pada persenjataan militer di masa depan, membutuhkan orang-orang yang sangat berkompeten di bidang tersebut. Untuk itu kehadiran para pelajar maupun mahasiswa Indonesia yang ahli di bidang teknologi informasi akan sangat dibutuhkan di masa depan. Mereka tidak hanya kompeten dalam teknologi dan informasi saja tetapi mereka juga harus memiliki jiwa nasionalisme dan bela negara dalam menghadapi perang teknologi tersebut.
Kemudian wakil Menteri Pertahanan, Sakti Wahyu Trenggono juga ikut bersuara terkait ancaman perang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di masa depan "Saya melihat bahwa priode 2020-2024 adalah priode pemerintahan yang penting untuk menentukan arah pembangunan jangka panjang kekuatan pertahanan Indonesia dua puluh lima tahun yang akan datang. Terutama dalam soal menguasai teknologi yang menjadi kebutuhan pertahanan di masa depan." Katanya.
Baru-baru ini, Trenggono juga membuat konsep perang berupa Network Centric Walfare (NCW) dan kemampuan perang siber yang akan difokuskan pada platform-platform persenjataan yang ada di semua negara. Kemudian terkait dengan Network Centric Warfare (NCW) adalah sistem teknologi perang yang memanfaatkan teknologi sensor dan teknologi manajemen informasi-komunikasi. Teknologi pertahanan ini juga akan digabungkan dengan kemampuan analisis big data.
Sensor-sensor itu diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pemantauan situasi. Jika diistilahkan, Network Centric Warfare serupa dengan istilah Internet of Things (IoT). Ini adalah istilah dimana semua perangkat terhubung dengan internet sehingga bisa memberikan data dengan segera dan akurat.
Semua data yang masif ini bisa digunakan untuk mengintai lawan. Sehingga berguna untuk pengambilan keputusan dalam melancarkan strategi perang. "Konsep Network Centric Warfare menuntut cara berpikir baru yang koheren pada semua level operasi militer, dari taktis sampai strategis, dimana teknologi menjadi core-nya," kata Trenggono.
Untuk itu, mulai sekarang seluruh pelaku industri pertahanan nasional mulai berinvestasi mengembangkan teknologi pertahanan pintar yang memanfaatkan teknologi. Salah satu contoh teknologi perang yang sering dijumpai saat ini ialah Drone Tempur.
Drone tempur atau kendaraan udara tidak berawak, membuat pasukan bisa mengerahkan senjata dalam perang dari jarak jauh. Hal ini membuat pilot drone tetap aman dan tidak dalam bahaya, dan membantu militer membatasi jumlah kematian awak akibat pertempuran. Penggunaan drone tempur ini berkembang pada semua cabang pasukan operasional.
Selain itu, dibalik manfaat teknologi pintar dalam melakukan perang teknologi juga terdapat kejahatan yang sering terjadi dan merugikan sistem teknologi perang yang sudah dibuat. Kejahatan dalam perang teknologi tersebut biasa disebut dengan istilah cyber crime. Cyber crime, atau kejahatan di dunia maya, adalah jenis kejahatan yang dilakukan melalui teknologi komputer dan internet untuk menyerang sistem informasi korban.
Komputer sendiri merupakan alat utama untuk melakukan cyber crime ini, tetapi seringkali komputer juga dijadikan sebagai target dari kejatahan. Â Kasus kejahatan cyber crime yang biasa terjadi ialah meretas jejaring sosial, menyusup ke perangkat teknologi dan data lawan, serta wipe akun lawan.
Dengan begitu peralatan tempur dari mulai peluru hingga pesawat tempur yang ada saat ini tak bisa menjamin suatu negara bisa menangkal peperangan teknologi yang bisa terjadi kapan saja. Sehingga zaman sekarang, perang tidak lagi di lakukan dimedan perang dengan bambu runcing, pistol, golok, dan belati tetapi semua itu sudah beralih melalui teknologi. Perang di masa depan akan lebih banyak menggunakan robot dibandingkan manusia, sehingga peran manusia hanya akan berada di belakang layar sebagai pengendali robot-robot tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI